KESENIAN
DZIKIR SAMAN
I.
Pengertian
Penamaan kesenian ini diambil dari
kata "saman" berarti delapan yang pada awalnya merupakan tarian
terdiri atas delapan orang penari. Dikatakan Dzikir Saman karena dzikir ini
pertama kali diperkenalkan oleh Syeh Saman dari Provinsi Aceh. Kesenian ini
disebut juga dzikir maulud karena didalamnya disenandungkan syair-syair yang
mengagungkan asma Allah swt. dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad saw. yang
terkumpul dalam kitab Barjanji (sejarah kelahiran Nabi Muhammad saw.).
II.
Maksud dan Fungsi Kesenian
Kesenian Dzikir Saman ini mulanya
digunakan pada upacara peringatan kelahiran Nabi Muhammad saw. (Muludan), namun
selanjutnya kesenian ini diadakan pula pada acara khitanan, perkawinan, dan
selamatan rumah.
Maksud dan fungsi kesenian ini
adalah untuk hiburan, sosial, dan pendidikan. Fungsi hiburan dapat dilihat pada
babak ketiga yaitu Babak Saman. Penonton secara spontan menari mengikuti alunan
beluk (lengkingan) sebagai ungkapan syukur atas kebahagiaan dan keselamatan
yang telah didapatkan. Fungsi sosial yang dirasakan adalah aaanya keterlibatan
langsung antara pemain dan penonton sehingga terjalin komunikasi antara mereka.
Adapun fungsi pendidikan merupakan harapan agar dapat mempengaruhi pandangan hidup
dan perilaku masyarakat.
III.
Sejarah Perkembangan
Kesenian Dzikir Saman diperkirakan
sudah ada sejak awal abad 18, pada jaman kesultanan Banten. Kesenian ini tumbuh
dan berkembang dibawa oleh para ulama ketika sedang menyebarkan agama Islam di
Banten. Namun dalam pertumbuhannya sampai sekarang, kesenian ini mengalami
perkembangan dan perubahan. Yang dulunya Dzikir Saman hanya dipertunjukkan pada
saat memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. (Muludan), kini berkembang dan
dipertunjukkan pada acara sunatan, perkawinan, dan syukuran rumah. Adapun
perubahan dalam pola gerak terjadi, dengan munculnya tarian dari penonton yang
mengikuti irama vokal (beluk). Perubahan pada tarian merupakan desakan dari
penonton yang menghendaki tarian Saman lebih variatif. Sehingga sekarang
gerakan dalam kesenian Dzikir Saman tidak hanya pada kaki melainkan ditambah
dengan gerakan tangan.
IV.
Pemain dan Waditra
Pemain Dzikir Saman dibagi menjadi
dua kelompok yaitu 2-4 orang berperan sebagai vokalis yang membacakan
syair-syair Barjanji, sedangkan yang lainnya 20-40 orang laki-laki berperan
sebagai pengiring suara lengkingan vokalis dengan bersahutan bersamaan (koor).
Waditra atau alat bantu yang
digunakan pada kesenian ini adalah berupa benda menyerupai kipas yang terbuat
dari kulit kerbau berukuran 40X40 cm dengan tangkai pegangan berupa rotan
sepanjang 70 cm. Masyarakat di sana menyebutnya benda tersebut dengan nama
"hihid". Cara memainkan hihid dengan memukulkan secara berpasangan
satu dengan yang lain, sehingga menghasilkan sebuah irama.
V.
Pola Permainan
Kesenian Dzikir Saman dipertunjukkan
dalam tiga episode. Episode pertama, rnelaksanakan dzikir dari mulai pukul
08.00 sampai dengan pukul 1200. Pada episode ini para pemain berdzikir, berdoa,
membacakan puji-pujian, dan salawat kepada Rasul.
Mereka duduk berhadapan sambil
memegang hihid dan tampaklah suasana khidmat dan sakral.
Episode kedua dimulai dari pukul
12.00 sampai dengan pukul 15.00. Episode ini dinamakan asroqol yaitu babak yang
menonjolkan lengkingan vokal (beluk). Para pemain membentuk formasi berhadapan
dengan teknik berdiri dan jongkok silih berganti. Para pemain satu dengan yang
lain memukulkan hihid lalu terdengar sayup-sayup dilantunkan syair berisi
sejarah kelahiran Nabi Muhammad saw.
Episode yang ketiga dinamakan saman.
Episode ini dilakukan dari mulai pukul 5.00 sampai selesai. Para pemain tidak
menggunakan hihid lagi, mereka menari dengan menggerakkan tangan dan kakinya
mengikuti alunan suara vokal dan koor.
Masyarakat yang ada di lapangan
terus mengiringi arak-arakan dan menari secara spontan mengikuti suara vokal,
kemudian membentuk lingkaran dan mengelilingi sebuah dongdang berisi makanan,
dongdang tersebut isinya diperebutkan. Selanjutnya, masyarakat melakukan
saweran yaitu melemparkan sejumlah uang kepada para pemain. Acara ditutup
dengan pembacaan doa.
VI.
Pakaian
Para pemain tidak menggunakan
pakaian seragam dengan corak yang sama tetapi disesuaikan dengan tradisi
setempat. Mereka menggunakan celana pangsi hitam, baju kampret, dodot dengan
motif kain batik, ikat kepala batik, dan ikat pinggang dari batik pula.
VII.
Para Tokoh Penyebaran
Kesenian Dzikir Saman dibawa oleh
para ulama dan Sultan Banten pada abad ke 18. Pada periode selanjutnya yakni di
wilayah Jawa Pandeglang dikenal seorang tokoh yang diyakini sebagai penyebar
kesenian ini yang bernama Ki Sarimi. Ia menyebarkannya di daerah Wonogiri
berdekatan dengan Desa Ciandur. Keterampilan ini kemudian diwariskan kepada Ki
Dasik, diwariskan lagi kepada Ki Nirman, Ki Jasman, Ki Sarka Apandi, dan Ki
Surahman.
Kesenian Dzikir Saman penyebarannya
merata di wilayah Provinsi Banten, kecuali Tangerang. Sampai kini di Banten
memiliki 22 perkumpulan dengan jumlah para senimannya 330 orang. Perkumpulan
Kesenian Dzikir Saman ini di antaranya dzikir Saman Baros yang dipimpin oleh D.
Soemantri, Dzikir Saman Sari Panggugah terdapat di Kecamatan Bojong Pandeglang
yang dipimpin oleh Salim, Dzikir Saman Layung Sari Iterdapat di Kecamatan Lebak
Pandeglang yang dipimpin oleh Sarka Apandi, dan Dzikir Saman Gagak Lumayung
terdapat di Kecamatan Pagelaran Pandeglang yang dipimpin oleh Wayan.
( Dari Berbagai
Sumber )
No comments:
Post a Comment