Saturday, December 19, 2015

Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dengan Menggunakan Metode Teknik Sosiodrama di Sekolah Dasar



Pelajaran Bahasa Indonesia terdiri dari empat  aspek keterampilan atau kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa yaitu : aspek menyimak atau mendengarkan,berbicara,membaca dan menulis.Penulis dalam penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan Bahasa Indonesia  di Sekolah Dasar, terhadap konsep pembelajaran yang sulit dipahami oleh siswa kedalam konsep pembelajaran yang lebih mudah dipahami oleh siswa dengan menggunakan Penelitian Tidakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus dan empat langkah yaitu : Perencanaa, Pelaksanaan, Pengamatan dan Refleksi.
            Berdasarkan Analisis dengan menggunakan metode Sosiodrama berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan mendengarkan dan dapat memotivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar, serta metode ini dapat dijadikan metode alternatif pembelajaran Bahasa Indonesia. Sehingga memacu siswa untuk bertanya kepada guru serta aktif dalam proses pembelajaran berlangsung dikelas. Hal tersebut menunjukan bahwa setelah diadakan Perbaikan Pembelajaran Siswa semakin meningkat dan memahami materi yang disampaikan oleh guru tentang materi Cerita Rakyat yang ditampilkan Siswa oleh masing-masing kelompok, ini terbukti adanya peningkatan Nilai Hasil Formatif serta Ketuntasan Belajar Siswa pada setiap Siklusnya.
Sekolah adalah Lembaga atau tempat mendidik, mengajar, dan menstranformasikan Ilmu Pengetahuan kepada Siswa.Dalam Hal Kegiatan Belajar Mengajar, Guru seharusnya sebelum melakukan pembelajaraan di kelas, terlebih dahulu harus menyaiapkan semua Perangkat Pembelajaraan atau Program pengajaran (Prota, Promes, Silabus dan RPP) merupakan acuan agar pembelajaraan dikelas berjalan efektif dan berhasil. Program pengajaran kemudian diterjemahkan oleh tenaga pendidik dalam metode dan strategi pengajaran di kelas
Berdasarkan keputusan Mendikbud Nomor 054/U/1993  tentang tujuan pengajaran di Sekolah Dasar pada intinya adalah 1)Membekali peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat. ;   serta  2)Mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan selanjutnya.Oleh sebab itu untuk mengakomodasikan perbedaan sasaran, maka perlu adanya program pengajaran yang dapat mencapai sasaran tersebut.
Tujuan dari Pembelajaraan Bahasa Indonesia di SD yaitu menekankan hasil kegiatan peserta didik berupa pengetahuan dan kemampuan berbahasa yang terdiri dari beberapa aspek : 1)Menyimak atau Mendengarkan 2)Berbicara 3)Membaca 4)Menulis. Untuk meningkatkan prestasi pelajaran Bahasa Indonesia berbagai cara telah ditempuh oleh pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional antara lain dengan meningkatkan kualitas guru mata  pelajaran Bahasa Indonesia  melalui pembinaan dan pelatihan guru melalui lembaga diklat dan atau instansi terkait lainnya. Disamping itu juga pemerintah melakukan pengadaan kelengkapan sarana belajar melalui pemberian buku paket mata pelajaran Bahasa Indonesia agar tecipta peningkatan proses belajar mengajar diantaranya yang menghasilkan interaksi timbal balik antara guru dan siswa.
Beberapa hal yang sering terjadi selama Pembelajaran memiliki keterkaitan dengan masalah ini antara lain: pada waktu guru membahas pelajaran Bahasa Indonesia, rata-rata siswa kelas V  terlihat kurang bergairah,  kurang adanya respon, enggan bertanya maupun memberi pendapat.  Solusi nyata dalam rangka peningkatan prestasi pelajaran Bahasa Indonesia sebenarnya bersumber dari pembelajaran yang ada di kelas, dan dalam hal ini guru memiliki peran yang amat penting. Di SDN Cipinang Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang, harus diakui bahwa hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indoensia masih belum maksimal, hanya memperoleh nilai 70 yang mengalami ketuntasan belajar . Selama ini guru hanya memberikan pembelajaran berupa penjelasan sesuai petunjuk buku pelajaran Bahasa Indonesia di depan kelas dan kemudian memberikan tugas rumah bagi siswa.
Disekolah pada saat siswa mengalami kesulitan guru jarang memiliki waktu untuk memberikan jawaban yang memuaskan siswa. Sehingga beberapa siswa merasa tidak puas pada jawaban guru selanjutnya dampaknya kelas akan menjadi pasif. Terlebih lagi dengan beberapa kekecewaan ada beberapa siswa telah mengalami penurunan kepercayaan terhadap guru.
Kurang maksimalnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V  SDN Cipinang  Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang dari tahun sebelumnya  disebabkan oleh beberapa faktor ektern dan intern  yaitu antara lain: metode mengajar guru, hubungan antara guru dan siswa, penghargaan, kritikan, teguran, umpan balik, dan aktivitas belajar  serta minat sendiri. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru harus segera mengambil langkah-langkah pembelajaran yang tepat sesuai dengan metodologi pendidikan.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dimana lebih kurang  60 %   waktu anak cenderung mendengarkan guru atau menonton anak  mengerjakan tugas di papan tulis dan jarang ada yang melibatkan siswa supaya aktif pada proses pembelajaran, seperti tanya jawab, diskusi, pemecahan persoalan yang dilontarkan guru dan lain-lain. Maka guru harus mampu menggunakan metode pembelajaran yang dapat memacu belajar siswa, sehingga pelaksanaan pembelajaran bisa berjalan secara efektif dan efisien.
Pengertian Belajar dan Prestasi Belajar
Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri dan akan menjadi penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan Belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jadi, dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran.
Sedangkan secara khusus pembelajaran dapat diartikan sebagai berikut :
Trebuchet MS, sans-serif;">Teori Behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau reinforcement (penguatan).
Teori Kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.
Teori Gestalt, menguraikan bahwa pembelajaran merupakan usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu gestalt (pola bermakna).
Teori Humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Dari berbagai pendapat pengertian pembelajaran di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan guru dapat mengajar dan siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkan oleh guru secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan belajar.
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/ media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam kurikulum,  sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan media.
Metode Sosiodrama
   Metode sosiodrama dan bermain peranan merupakan dua buah metode mengajar yang mengandung pengertian yang dapat dikatakan bersama dan karenanya dalam pelaksanaan sering disilih gantikan. Istilah sosiodrama berasal dari kata sosio atau sosial dan drama.  Kata  drama  adalah suatu kejadian atau peristiwa dalam kehidupan manusia yang mengandung konflik kejiwaan, pergolakan,benturan antara dua orang atau lebih.  Sedangkan  bermain  peranan  berarti memegang fungsi sebagai orang yang dimainkannya, misalnya berperan sebagai guru, anak yang sombong,orang tua dan sebagainya.Kedua metode tersebut biasanya disingkat menjadi metode “sosiodrama” yang merupakan metode mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalah-masalah hubungansosial, untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Masalah hubungan sosial tersebut didramatisasikan oleh siswa dibawah pimpinan guru.
Melalui metode ini guru ingin mengajarkan cara-cara bertingkah laku dalam hubungan antara sesama.
Jadi Metode Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk me mecahkanya.
1.                  Jenis Metode Sosiodrama
   Adapun jenis metode sosiodrama adalah :
a.                   Permainan Penuh Permainan penuh dapat digunakan untuk proyek besar yang tidak dibatasi waktu dan sumber. Permainan penuh ini merupakan alat yang sangat baik untuk menangani masalah yang kompleks dan kelompok yang berhubungan dengan masalah itu. Permainan mungkin asli atau disesuaikan dengan situasi, untuk memenuhi permintaan distributor komersial atau organisasi perjuangan, keagamaan, sosial, pendidikan, industri, dan professional.Wina Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007, cet ke-2), hal.159
b.                  Pementasan situasi atau kreasi baru
Teknik ini mungkin setingkat dengan permainan penuh, tetapi dirancang hanya untuk memainkan sebagian masalah atau situasi.Bentuk permainan drama memerluka n orientasi awal dan diskusi tambahan atau pengembangan lanjutan kesimpulan dengan menggunakan metode lain. Pementasan situasi dapat digunakan untuk memerankan kembali persidangan pengadilan, pertemuan dan persidangan badan legislative.
c.                  Playlet
Playlet adalah jenis permainan drama ketiga. Playlet meliputi kegiatan berskala kecil untuk menangani masalah kecil atau bagian kecil dari masalah besar. Jenis ini dapat digunakan secara tunggal atau untuk mengemas pementasan masalah yang menggunakan metode lain, atau serangkaian playlet dapat digunakan bersama untuk menggambarkan perkembangan masalah secara bertahap.
d.                 Blackout
Blackout adalah jenis permainan drama yang ke empat.Jenis ini biasanya hanya meliputi dua atau tiga orang dengan dialog singkat mengembangkan latar belakang secukupnya dalam pementasan yang cepat berakhir.
2.             Langkah-Langkah Metode Sosiodrama
Keberhasilan proses permainan peran sangat tergantung pada kecerdasan dan kemampuan pimpinan membantu pemain dalam menjalankan peran mereka. Pimpinan di sini bisa ketua organisasi, ketua pertemuan, atau anggota kelompok yang menguasai proses permainanperan. Kegiatan permainan peran itu sendiri sebenarnya menjadi salah satu langkah dari proses permainan peran. Langkah yang lain berfungsi mempersiapkan pemain dan pengamat, atau membantu menginterpretasikan permainan. Permainan peran sebagai proses pendidikan meliputi beberapa langkah. Pimimpin harus menguasai setiap langkah dan memberitahukannya kepada anggota kelompok.
Langkah-langkah yang biasa berhubungan dengan proses permainan peran antara lain :
1.                  Menentukan Masalah
Partisipan kelompok dalam memilih dan menentukan masalah sangat diperlukan. Masalah harus signifikan dan cukup dikenal oleh pemain maupun pengamat. Masalah harus valid, jelas,dan sederhana sehingga peserta dapat mendiskusikan secara rasional.Diperlukan kehati-hatian untuk menghindari masalah yang dapat mengungkapkan isu yang tersembunyi, tetapi menyimpang dari tujuan permainan peran. Dalam hal ini, baik pengamat maupun pemain harus benar-benar mengerti permasalahannya. Sebagai contoh, petani penyewa mencoba meyakinkan tuan tanah untuk membantu mereka membeli benih unggul untuk meningkatkan produksi.Membentuk Situasi. Desain peran yang dimainkan atau situasi tergantung pada hasil yang diinginkan. Kehati-hatian perlu diambil untuk  menghindari situasi yang kompleks, yang mungkin mengacaukan perhatian pengamat dari masalah yang dibahas. Situasi harus memberikan sesuatu yang nyata kepada pemain dan kelompok, dan dapat saat yang  sama memberikan pandangan umum dan pengetahuan yang diinginkan.
2.                  Membentuk Karakter
Keberhasilan proses permainan peran sering ditentukan oleh peran dan pemain yang layak dipilih. Peran yang akan dimainkan harus dipilih secara hati-hati. Pilihlah peran yang akan memberikan sumbangan untuk mencapai tujuan pertemuan. Biasanya,permainan peran melibatkan peran yang sedikit. Pemain yang terbaik harus dipilih untuk setiap peran. Peran-peran harus diberikan kepada mereka yang mampu membawakannya dengan baik dan mau melakukannya. Orang tidak seharusnya dipaksa memainkan suatu peran, tidak pula harus diminta untuk memainkan peran yang mungkin membuat bingung setelah penyajian.     
3.                  Mengarahkan Pemain
.Permainan yang spontan tidak memerlukan pengarahan. Akan tetapi, permainan peran yang terencana memerlukan pengarahan dan perencanaan yang matang. Penting bagi pemain untuk dapat memainkan perannya pada saat yang tepat dan sesuai dengan tujuan yang diinginkannya. Pengarahan diperlukan untuk memberitahukan tanggungjawab mereka sebagai pemain. Pengarahan mungkin dilakukan secara resmi atau tidak resmi, tergantung situasi dan pengarahan tidak harus menentukan apa yang harus dikatakan atau dilakukan.
4.                  Memahami Peran
Biasanya,suatu hal yang baik bagi pengamat untuk tidak mengetahui peran apa yang sedang dimainkan. Permainan harus diatur waktunya secara hati-hati dan spontan. Penting untuk diketahui, apabila ada beberapa pemain, hendaknya mereka mulai bermain pada saat yang sama dan berakhir pada saat yang sama pula, yaitu ketika permainan dihentikan.Menghentikan/memotong. efektifitas permainan peran mungkin sangat berkurang jika permainan dihentikan terlalu cepat atau dibiarkan berlangsung terlalu lama. Pengaturan waktu sangat penting. Permainan peran yang lama tidak efektif, jika sebenarnya hanya diperlukan beberapa menit untuk memainkan peran yang diinginkan.Permainan harus dihentikan sesegera mungkin setelah permainan dianggap cukup bagi kelompok untuk menganalisis situasi dan arah yang ingin dimabil. Dalam beberapa kasus, perminan dapat dihentikan apabila kelompok sudah dapat memperkirakan apa yang akan terjadi jika permainan tetap diteruskan, dan permainan harus dihentikan jika pemain mengalami kebuntuan yang disebabkan penugasan atau pengarahan yang kurang memadai.
5.                  Mendiskusikan dan menganalisis permainan
Langkah terakhir ini harus menjadi “pembersih”. Jika peranan dimainkan dengan baik,pengertian pengamat terhadap masalah yang dibahas akan semakin baik.Diskusi harus lebih difokuskan pada fakta dan prinsip yang terkandung daripada evaluasi pemain. Suatu ide yang baik, jika membiarkan pemain mengekspresikan pandangan mereka terlebih dahulu. Ada saatnya bagi pengamat untuk menganalisis, yaitu setelah pemain mengekspresikan diri.Ketua mempunyai tanggungjawab untuk menyimpulkan fakta yang telah disajikan selama permainan peran dan diskusi, dan merumuskan kesimpulan untuk pemecahan masalah.
Dalam melaksanakan strategi ini agar berhasil dengan efektif maka perlu mempertingkan langkah-langkah :
a.                  Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkanstrategi ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat, maka kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan, masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya. Dan siswa yang lain jadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.(Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ..., hal.120-122)
b.                  Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik    minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan menarik sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu.
c.                  Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa meneceritakan sambil untuk mengatur dengan adegan yang pertama.
d.                 Bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk perannya. Bila tidak ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu.
e.                  Jelaskan pada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya sehingga mereka tahu tugas perannya, menguasai masalahnya, pandai bermimik maupun berdialog.
f.                     Siswa yang tidak turut hasil menjadi penonton yang aktif, disamping mendengarkan dan melihat mereka harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama selesai.
g.                  Bila siswa belum terbiasa perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam dialog.
h.                   Setelah dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan,dan sebagainya. Sosiodrama dapat dihentikan pula bila sedang menemui jalan buntu.
i.                     Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.
j.                      Guru menetapkan pemain yang akan diterlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu  yang disediakan.
k.                  Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
6.             Pelaksanaan Simulasi
a.                   Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
b.                   Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
c.                   Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan
                        Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.
Kelebihan Metode Pembelajaran Sosio Drama
a.    Mengajarkan siswa menjadi percaya diri
b.    Melatih kemapuan siswa untuk berpikir
c.    Mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain
d.   Memotivasi siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan
   membandingkan dengan ide temannya
e.    Membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah dan juga menerima perbedaanya
Kelemahan Metode Sosio Drama
a.    Sering terjadi keributan dikelas. Kondisi ini dapat diatasi dengan cara guru mengkondisikan kelas atau kegiatan pembelajarannya dilakukan diluar kelas di aula atau ditempat yang terbuka
b.    Banyak siswa yang tidak mau apabila disuruh untuk bekerjasama dengan siswa yang lain
c.    Perasaan kekhawatiran pada anggota kelompok akan menghilangkan karakteristik atau keunikan pribadi mereka sendiri karena harus menyesuaikan dengan kelompok.
Banyak siswa takut akan tugas-tugas tidak terbagi secara merata dengan anggota kelompoknya.( dari berbagai sumber )

No comments:

Post a Comment