UJI
COBA KETERAMPILAN MENULIS PUISI MELALUI
PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL KOMPONEN PEMODELAN
PADA SISWA KELAS VIII SMP
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra
merupakan salah satu
mata pelajaran yang selalu
tidak terpisahkan dengan pelajaran bahasa Indonesia. Jarang kita
menemukan pelajaran sastra yang berdiri sendiri. Pada pelaksanaannya guru
Bahasa Indonesia dituntut mampu mengajarkan bahasa dan sastra. Padahal antara
pelajaran bahasa dan sastra memiliki karakteristik yang berbeda.
Sastra merupakan hasil karya manusia yang mempergunakan
bahasa lisan maupun tulisan sebagai media pencurahannya. Dalam karya sastra
terkandung pengalaman manusia yang
indah dan nilai-nilai yang
dapat dinikmati oleh
pembaca. Pengalaman di sini ialah
jawaban yang utuh
dari jiwa manusia
ketika kesadarannya
bersentuhan dengan
kenyataan. Sumardjo (1994 :
10) mengemukakan pengalaman tersebut yaitu pengalaman realitas dan pengalaman khayali
Adapun nilai-nilai itu meliputi : nilai material, nilai
moral, dan nilai spiritual. Untuk dapat menikmati karya sastra, khususnya puisi
diperlukan proses konsentrasi dan proses intensifikasi. Hal ini dipertegas oleh
Mursal Esten ( 1997 : 6 ) sebagai berikut. Oleh karena itu puisi dibangun
melalu proses konsentrasi maka seorang yang ingin memahami puisi juga harus
melakukan proses konsentrasi. Ia
harus memperhitungkan setiap unsur
puisi untuk menangkap sentral
permasalahan.
Oleh. karena itu
puisi dibangun melalui proses intensifikasi, maka seorang yang ingin
memahami puisi juga harus melakukan proses itu pula. Ia harus mampu menemukan
makna yang terdalam dari setiap kata, frasa, larik, bait, ataupun imaji-imaji
yang ada di dalam puisi itu.
Dengan
demikian, dalam proses konsentarasi segenap unsur puisi dipusatkan pada satu
permasalahan atau kesan tertentu. Dalam proses intensifikasi unsur-unsur puisi
itu berusaha menjangkau permasaahan atau hal yang lebih mendalam atau mendasar.
Dengan
demikian pembelajaran sastra,
khususnya pembelajaran puisi
tidak hanya mempunyai aspek-aspek latihan teori dan praktik, tetapi mempunyai nilai pembentukan watak dan
sikap. Untuk mencapai tujuan ini salah satu teori yang
penting diterapkan ialah pengajar harus terlebih
dahulu menjadi apresiator yang baik,
sehingga dengan memiliki
seperangkat pengetahuan tentang teori, sejarah, kritik sastra, ia dapat
meningkatkan kemampuan anak didiknya.
Dalam mengajarkan
sastra diperlukan pemilihan metode, teknik dan pendekatan yang tepat
agar dapat memberikan hasil baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Teknik mengajarkan puisi banyak sekali macamnya antara
lain; teknik diskusi, teknik penalaran, teknik komperatif, teknik impresif, dan teknik pembinaan kreativitas
(M. Atar Semi, 1998 : 198).
Tetapi
tidak semua teknik dapat dipergunakan dalam pembelajaran puisi, karena harus
mempertimbangkan waktu dan media yang dipergunakan serta ketepatan teknik
dengan materi pembelajaran. Tanpa metode dan teknik yang tepat kemungkinan
hasilnya tidak akan memuaskan.
Selain
ketepatan pemilihan metode dan teknik, peranan guru tidak kalah penting dalam
mencapai keberhasilan pembelajaran. Dalam mengajarkan puisi hendaknya guru
dapat menciptakan variasi, untuk menghilangkan kejenuhan. Suatu saat siswa
dapat diajak berdeklamasi, karena deklamasi akan menimbulkan rangsangan bagi
siswa terhadap apresiasi puisi. Hal ini dipertegas oleh B.P. Situmorang (1993 :
33) dengan bacaan yang baik dan merdulah puisi menjadi salah satu alat yang
menimbulkan rangsangan terhadap apresiasi puisi bagi anak didik. Dengan
demikian, maka peranan deklamasi dalam pelaksanaan pembelajaran puisi merupakan
salah satu faktor yang sangat penting.
1.2 Identifikasi
Masalah
Dalam suatu proses pembelajaran apresiasi sastra
(puisi) banyak hal yang terkait baik
dari segi isi materi, metode dan teknik, guru dan siswa, alat pelajaran dan
sebagainya. Oleh karena itu perlu dimunculkan pertanyaan, terkait hal-hal
tersebut di atas, sehingga dapat diketahui kadar apresiasi siswa terhadap
puisi.
Pertanyaan mencakup hal-hal sebagai berikut :
1)
Apakah
muatan bahan pembelajaran apresiasi sastra (puisi) yang ada dalam kurikulum
sudah dapat diserap oleh siswa ?.
2)
Metode
dan teknik apakah yang dapat dipergunakan oleh guru dalam membelajarkan siswa
agar tepat sasaran, menarik dan berhasil ?.
3)
Bagaimanakah cara terbaik dan termudah membelajarkan siswa dalam
mengapresiasi sastra (puisi)?.
4)
Bagaimanakah langkah-langkah yang
harus dilakukan guru agar
pembelajaran menulis puisi
dapat dilakukan secara efektif?.
5)
Apakah
menulis puisi melalui pembelajaran kontekstual Komponen Pemodelan dapat
memotivasi siswa dalam pembelajaran apresiasi sastra?
6)
Apakah
menulis puisi melalui pembelajaran kontekstual Komponen Pemodelan efektif
digunakan dalam pembelajaran apresiasi sastra?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puisi
2.1.1
Pengertian Puisi
Perkataan puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan
(Tarigan, 1996 : 4). Dalam bahasa Latin poiates. Mula-mula artinya membangun,
pembentuk, pembuat. Asal katanya poieo atau
poio yang artinya pembangun, menyebabkan,
menimbulkan, menyair ( Slamet Mulyana dalam B.P. Situmorang, 1993 : 10 ).
Tetapi arti yang semula ini lama kelamaan semakin dipersempit ruang lingkupnya
menjadi ” hasil seni sastra, yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat
yang tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata kiasan
(Tarigan, 1996 : 4)
Jika
kita pelajari, banyak ahli atau pengarang buku sastra yang yang memberikan
pengertian tentang puisi. Oleh karena itu, penulis akan kutipkan beberapa
pengertian puisi.
Puisi
adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan latik dan bait ( Sudjiman, 1990 : 64 ).
Puisi
adalah sintesis dari pelbagai peristiwa
bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan pelbagai proses jiwa
yang mencari hakikat
pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi dalam salah satu
bentuk (Slamet Mulyana dalam M. Atar
Semi, 1998 : 93 ).
Libertus
Tengsoe Tjahyono dalam buku Sastra
Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi ( 1997 : 49-50 ) mengutip beberapa
pendapat ahli tentang pengertian puisi.
a)
HB
Jassin : Puisi adalah pengucapan dengan perasaan sedangkan prosa pengucapan
dengan pikiran
b)
Matthew
Arnold : Puisi merupakan bentuk organisasi tertinggi dari kegiatan intelektual
manusia.
c)
Bradley
: Puisi adalah semangat. Dia bukan pembantu kita, tetapi pemimpin kita
d)
William
Henry Hudson : Sastra (juga puisi) merupakan ekspresi dari kehidupan yang
memakai bahasa sebagai mediumnya.
e)
Ralph
Waldo Emerson : Puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sedikit
mungkin.
f)
John
Dryden : Puisi adalah musik yang tersusun rapi.
Jenis-Jenis Puisi
W.H. Hudson (dalam Waluyo, 1991 : 135) menyatakan adanya
puisi subyektif dan puisi obyektif. Cleanth Brook (dalam Waluyo, 1991 : 135)
menyebut adanya puisi naratif dan puisi deskriptif. David daiches ( dalam
Waluyo, 1991 : 135 ) menyebut adanya puisi fisik, puisi platonik, puisi
metafisik. X.J. Kennedy (dalam Waluyo, 1991 : 135) menyebut adanya puisi
konkret dan balada.
1)
Puisi
Subyektif dan Puisi Obyektif
Puisi subyektif juga disebut puisi personal,
yakni puisi yang mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam
diri penyairnya sendiri ( Waluyo, 1991 : 138 ).
Puisi
obyektif disebut juga puisi impersonal, puisi obyektif berarti puisi yang
mengungkapkan hal-hal di luar dirinya sendiri. Jadi pada dasarnya puisi
subyektif dan puisi obyektif
adalah puisi yang
diungkapkan penyair secara berbeda. Puisi subyektif mengungkapkan keadaan
penyairnya sendiri sedangkan
puisi obyektif mengungkapkan keadaan di luar diri
penyair.
2)
Puisi
Naratif dan Puisi Deskriptif
Puisi naratif adalah
puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair.
Puisi-puisi naratif, misalnya : balada dan romansa (
Waluyo, 1991 : 135 ).
a)
Balada
Balada
adalah puisi yang berisi cerita tentang orang-orang perkasa, tokoh pujaan, atau
orang-orang yang menjadi pusat perhatian
b)
Romansa
Romansa
adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantik yang berisi
percintaan kisah yang berhubungan dengan kesatriaan, dengan diselingi
perkelahian dan petualangan yang menambah percintaan mereka lebih mempesonakan.
Puisi
deskriptif adalah puisi yang mengungkapkan keadaan atau peristiwa, benda, atau
suasana yang dipandang menarik perhatian penyair (Waluyo, 1991 : 137). Jenis
puisi yang dapat diklasifikasikan dalam
puisi deskriptif, misalnya : puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi
impresionistik.
Satire
adalah puisi yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu
keadaan, namun dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya. Kritik
sosial adalah puisi yang juga menyatakan ketidaksenangan penyair terhadap
keadaan atau diri seseorang, namun dengan cara membeberkan kepincangan atau
ketidakberesan keadaan atau orang tersebut. Impresionistik adalah puisi yang
mengungkapkan kesan ( impresi ) penyair terhadap suatu hal.
3)
Puisi
Fisik, Platonik, dan Puisi Metafisik
Puisi fisik
adalah puisi yang menggambarkan kenyataan apa adanya. Yang
dilukiskan adalah kenyataan bukan gagasan ( Waluyo, 1991 : 138 )
Puisi metafisika
adalah puisi yang
bersifat filosofis dan mengajak
pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan ( Waluyo, 1991 : 138
).
4)
Puisi
Konkret dan Balada
Puisi
konkret adalah puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk
dari sudut penglihatan ( Waluyo, 1991 : 138 ).
Puisi
balada adalah puisi kisahan romantis atau sentimental, terdiri dari bait-bait
pendek, berlarik empat yang berpola rima a-b-c-d ( Sudjiman, 1995 : 11 )
Selain
jenis puisi yang disebutkan di atas
Herman J. Waluyo dalam buku Teori dan
Apresiasi Puisi ( 1991 : 157 ) adanya puisi kamar dan puisi auditorium.
A) Puisi Kamar
Puisi
kamar adalah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua
pendengar di dalam kamar.
B)
Puisi
Auditorium
Puisi
auditorium adalah puisi yang cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah
pendengarnya dapat ratusan orang.
Ditinjau
dari segi priodisasi kelahiran puisi kita mengenal adanya istilah puisi lama
dan puisi baru atau sering pula dibedakan atas puisi tradisional dan puisi
modern. Dalam puisi tradisional kita
jumpai pula berbagai bentuk syair,
pantun, gurindam, pribahasa, soneta dan lain-lain. Dalam pengertian puisi baru atau modern kita jumpai istilah puisi
bebas ( Atar Semi, 1998 : 101 )
Ditinjau
dari gaya penulisan, kita dapat membagi puisi atas dua jenis. Pertama, puisi diaphaan (polos) ; dan kedua, puisi prismatis ( membias ).
1.
Puisi diaphaan
adalah puisi yang
menyatakan suatu maksud
dengan sedikit sekali menggunakan
lambang – lambang atau simbol - simbol. Kata-kata
yang digunakan adalah kata-kata yang bermakna denotatif
2.
Puisi
Prismatis adalah puisi yang menyatakan sesuatu maksud atau pengertian dengan
menggunakan lambang - lambang, dengan kiasan-kiasan, dan dengan kalimat yang tidak langsung
menyatakan maksud. Kata-kata
yang dipakai pada
umumnya adalah
kata-kata yang konotatif.
Demikianlah gambaran umum mengenai penjenisan puisi.
Tetapi yang penulis tekankan di sini adalah hasil penulisan puisi melalui pembelajaran
kontekstual komponen pemodelan.
2.1.2
Pengertian Apresiasi Puisi
Kata apresiasi sering digunakan orang dalam hal seni,
seni yang dimaksud adalah seni sastra. Untuk dapat memahami, menghargai, dan
menilai suatu karya sastra dapat dilakukan dengan mengapresiasi. Berkait dengan
hal pengertian apresiasi puisi tersebut, tidak ada penjelasan khusus tentang
apresiasi puisi, tetapi dalam memberikan pengertian tentang apresiasi, penulis
mempergunakan pengertian secara umum tentang pengertian apresiasi karya sastra.
Untuk
memperjelas pengertian tentang apresiasi, penulis cuplikkan pendapat para ahli.
Apresiasi
adalah penapsiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar
kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis
(Tarigan, 1996 : 45). Apresiasi adalah penghargaan dan pemahaman atas suatu hasil seni atau budaya (Natawijaya,
1992 : 1). Apresiasi sastra penghargaan (terhadap karya sastra) yang didasarkan
pada pemahaman (Sudjiman, 1995 : 9)
Sependapat
dengan itu Suprapto (1991 : 13)
mengemukakan bahwa apresiasi sastra
adalah suatu kegiatan
memahami, menghayati , dan
menikmati karya sastra dengan
sungguh- sungguh sehingga timbul
pengertian, penghargaan, dan kepekaan
pikiran kritis terhadap
karya sastra tersebut.
Dari
beberapa batasan tentang apresiasi sastra di atas, penulis menyimpulkan bahwa
apresiasi sastra adalah kegiatan pemahaman, penghargaan dan penilaian terhadap
suatu karya sastra dengan sungguh-sungguh, sehingga
menimbulkan sikap yang positif terhadapnya.
2.1.3
Hakikat Puisi
Puisi adalah karya sastra yang tidak mudah dipahami oleh
pembaca. Agar dapat menilai, memahami, dan menikmat sebuah puisi kita terlebih
dahulu harus tahu hakikat puisi.
Kritikus
terkemuka di dunia .A. Ridhards (dalam Wilson Nadeak, 1995 : 32) menyebutkan
hakikat puisi ada empat bagian : tema, rasa, nada, dan amanat.
a.
Tema
Tema merupakan gagasan
pokok atau subjek- matter yang dikemukakan oleh penyair (Waluyo, 1991 : 106). Dalam setiap
karangan karya sastra
khususnya puisi harus
mengandung tema, sekalipun dalam beberapa puisi tema itu agak samar,
terlebih pula kalau penyair begitu mahir mempergunakan ”Piguratif
Languange” dalam karyanya (Tarigan, 1996 : 10).
Jadi
pada dasarnya tema adalah pokok persoalan atau permasalahan yang terdapat dalam
sebuah karya sastra yang disampaikan kepada pembaca.
b.
Rasa
Rasa
adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam
puisinya ( Tarigan, 1996 : 11 ).
Setiap manusia
mempunyai sikap, pandangan,
dan watak tertentu
dalam menghadapi suatu persoalan
atau masalah, begitu
juga sikap para
penyair dalam
memberikan penilaian terhadap objek yang dijadikan tema
dalam sebuah puisi.
Dengan
demikian, rasa adalah sikap atau pandangan para penyair terhadap persoalan yang terdapat pada sebuah puisi
c.
Nada
Gaya
atau cara menulis atau berbicara yang khas. Kadang-kadang nada tulisan
mengungkapkan keadaan jiwa atau suasana hati pengarangnya (Sudjiman, 1995 :
54).
Pada
dasarnya nada adalah sikap penyair dalam mengungkapkan keadaan dirinya atau
sikap penyair terhadap pembaca,
d.
Amanat
Amanat
adalah gagasan yang mendasari karya satra, pesan yang disampaikan pengarang
kepada pembaca atau pendengar (Sudjiman, 1995 : 5). Amanat adalah gagasan yang
mendasari karya sastra dan sekaligus pesan yang ingin disampaikan pengarang
kepada pembaca atau pendengar (Suprapto, 1991 : 11).
Setiap
penyair mempunyai tujuan dengan sajak-sajaknya, baik disadari maupun
tidak. Tujuan ini diungkapkan oleh penyair
berdasarkan pandangan hidupnya.
Dengan
demikian, amanat merupakan landasan dalam setiap karya sastra dan mengandung
pesan yang hendak disampaikan penyair kepada pembaca atau pendengar melalui
karyanya.
Pada
dasarnya dari keempat unsur yang disebutkan di atas, tidaklah berdiri
sendiri-sendiri melainkan suatu unsur yang saling mengisi antara unsur yang
satu dengan unsur lainnya. Keempat-empatnya saling berkaitan dan saling
mengkukuhkan dalam keseluruhan sebuah puisi yang sudah jadi dan berhasil. Karena
salah satu unsur tersebut tidak ada, maka puisi itu kurang bermakna.
2.2 Gaya
Bahasa
2.2.1
Pengertian Gaya Bahasa
Pengertian gaya bahasa menurut Suparapto (1991 : 32)
adalah pemakaian kata-kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk melukiskan sesuatu maksud guna
membentuk plastis bahasa.
Gaya
bahasa adalah cara menggunakan bahasa agar daya ungkap atau daya tarik atau
sekaligus kedua-duanya bertambah (Sumardjo, 1994 : 127). Gaya bahasa adalah
cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis / pemakai bahasa ( Keraf, 1991 : 113).
Sedangkan
pengertian gaya bahasa menurut Tarigan (1995 : 5) adalah bahasa indah yang
dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan secara
memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang
lebih umum.
Dari
pendapat tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa gaya bahasa adalah
cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa dengan menggunakan kata-kata
perbandingan, persamaan, dan pertentangan.
Gaya
bahasa yang dipergunakan dalam puisi memiliki bermacam-macam fungsi
menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek mati, menstimulasi asosiasi,
menimbulkan gelak tawa atau untuk hiasan ( Keraf, 1991 : 129 ).
2.2.2
Macam-macam Gaya Bahasa
Gaya bahasa dapat
ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh sebab itu,
sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang
bersifat menyeluruh dan dapat
diterima oleh semua pihak. Pandangan-pandangan atau
pendapat - pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang - kurangnya dapat
dibedakan, pertama, dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua dilihat
dari segi bahasanya sendiri. Untuk melihat
gaya secara luas,
maka pembagian berdasarkan
masalah nonbahasa tetap
diperlukan. Tetapi untuk
memberi kemampuan dan ketrampilan, maka uraian mengenai gaya dilihat dari aspek
kebahasaan akan lebih diperlukan (Keraf, 1996 : 115).
a. Segi
Nonbahasa
Pengikut
Aristoteles menerima style
sebagai hasil dari
bermacam-macam unsur. Pada
dasarnya style dapat dibagi atas
tujuh pokok sebagai berikut:
1) Berdasarkan
pengarang: gaya yang
disebut sesuai dengan nama pengarang dikenal
berdasarkan ciri pengenal
yang digunakan pengarang atau
penulis dalam karangannya. Pengarang
yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang
sejamannya, atau pengikut-pengikutnya, sehingga
dapat membentuk sebuah
aliran. Kita mengenal gaya Chairil,
gaya Takdir, dan sebagainya.
(2)
Berdasarkan Masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri
tertentu yang berlangsung
dalam suatu kurun waktu
tertentu. Misalnya ada gaya
lama, gaya klasik, gaya sastra modern, dan sebagainya.
(3)
Berdasarkan Medium: yang dimaksud dengan medium.adalah bahasa dalam
arti alat komunikasi.
Tiap bahasa, karena struktur
dan situasi sosial
pemakainya, dapat mcmiliki corak tersendiri. Sebuah karya yang
ditulis dalam bahasa Jerman akan memiliki
gaya yang berlainan, bila ditulis
dalam bahasa Indoncsia,
Prancis, atau Jepang. Dengan
demikian kita mengenal
gaya Jerman, Inggris, Prancis,
Indonesia, dan sebagainya.
(4)
Berdasarkan Subyek: subyek
yang menjadi pokok
pembicaraan dalam sebuah
karangan dapat mempengaruhi
pula gaya bahasa sebuah karangan. Berdasarkan
hal ini kita mengenal
gaya: filsafat, ilmiah (hukum,
teknik, sastra, dsb),
populer, didaktik, dan sebagainya.
(5) Berdasarkan Tempat: gaya
ini mendapat namanya, dari lokasi geografis, karena cici-ciri
kedaerahan mempengaruhi ungkapan
itu, seperti bahasanya. Ada gaya Jakarta, gaya.Yogya, ada gaya Medan, Ujung
Pandang, dan scbagainya.
(6)
Berdasarkan Hadirin : seperti
halnya dengan subyek,
maka hadirin atau jenis
pembaca
juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang.
Ada gaya populer atau
gaya demagog yang cocok untuk
rakyat banyak. Ada gaya
sopan yang cocok
untuk lingkungan istana (terhormat).
Ada pula gaya intim {familiar) yang
cocok untuk lingkungan keluarga atau untuk orang yang
akrab.
(7) Berdasarkan Tujuan: gaya
berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari maksud yang ingin
disampaikan oleh pengarang, di mana pengarang ingin mencurahkan gejolak
emotifnya. Ada gaya sentimental, ada gaya sarkastik, gaya diplomatis, gaya agung atau luhur, gaya
teknis atau informasional, dan ada
gaya humor.
b. Segi
Bahasa
Dalam hal ini penulis membatasi pada segi bahasa. Menurut
Gorys Keraf (1991 : 117) unsur bahasa
yang dipergunakan yaitu :
1)
Gaya
bahasa berdasarkan pemilihan kata;
2)
Gaya
bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana;
3)
Gaya
bahasa berdasarkan struktur kalimat;
4)
Gaya
bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
Dari
keempat unsur gaya bahasa di atas tidak akan penulis ungkapkan secara
keseluruhan, tetapi penulis akan
mengungkapkan gaya bahasa berdasarkan
struktur
kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya
makna.
Gaya
bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna merupakan gaya bahasa
yang sering dipergunakan dalam
karya sastra oleh penyair. Gaya
bahasa berdasarkan pilihan kata dan gaya bahasa berdasarkan nada yang
terkandung dalam wacana, gaya bahasa yang mempersoalkan ketepatan mempergunakan
dalam situasi resmi. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa standar. Kedua gaya
bahasa ini jarang dipergunakan dalam karya sastra.
1)
Gaya
Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Struktur sebuah
kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan
gaya bahasa. Yang dimaksud
dengan struktur kalimat
di sini adalah kalimat bagaimana
tempat sebuah unsur
kalimat yang dipentingkan
dalam kalimat tersebut. Ada
kalimat yang bersifat periodik,
bila bagian yang terpenting atau gagasan
yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat,
Ada kalimat yang bersifat kendur,
yaitu bila bagian kalimat yang
mendapat penekanan ditempatkan pada awal
kalimat. Bagian-bagian yang kurang
penting atau semakin
kurang penting dideretkan sesudah bagian yang
dipentingkan tadi. Dan
jenis yang ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu
kalimat yang mengandung dua
bagian kalimat atau
lebih yang kedudukannya
sama tinggi atau sederajat.
Gaya
bahasa berdasarkan struktur kalimat banyak jenisnya, penulis hanya
mengungkapkan gaya bahasa epistrofa. Adapun yang dimaksud dengan gaya bahasa
epistrofa menurut Gorys Keraf (1991 : 128) adalah gaya bahasa repetisi yang
berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan.
Dijelaskan
oleh Panuti Sudjiman (1995 : 29) gaya bahasa epistrofa adalah gaya bahasa
ulangan kata pada akhir atau suku kalimat yang berurutan untuk mencapai efek
tertentu.
Dari
penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa gaya bahasa epistrofa
adalah gaya bahasa perulangan kata
atau kalimat pada akhir baris secara
beurutan untuk mencapai sesuatu.
2)
Gaya
Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa
berdasarkan makna diukur dari
langsung tidaknya makna, yaitu
apakah acuan yang
dipakai masih mempertahankan makna
denotatifnya atau sudah
ada penyimpangan. Bila
acuan yang digunakan itu masih
mempertahankan makna dasar, maka bahasa
itu masih bersifat polos.
Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna
konotatif atau sudah menyimpang jauh
dari makna denotatifnya, maka
acuan itu dianggap sudah
memiliki gaya sebagai yang dimaksudkan
di sini.
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini
biasanya disebut sebagai trope
atau figure of speech.
Istilah trope sebenarnya berarti "pembalikan" atau
"penyimpangan". Kata trope
lebih dulu populer sampai dengan abad XVIII. Karena
ekses yang terjadi
sebelumnya, trope dianggap
sebagai penggunaan bahasa yang
indah dan menyesatkan. Sebab
itu, pada abad XVIII istilah
itu mulai diganti
dengan figure of speech.
Gaya
bahasa yang termasuk ke dalam gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
adalah gaya bahasa aliterasi dan gaya bahasa asonansi.
a)
Gaya
Bahasa Aliterasi
Aliterasi
adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama, biasa untuk
hiasan atau untuk penekanan ( Keraf, 1991 : 130 ). Aliterasi adalah jenis gaya
bahasa yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata-kata yang permulaannya
sama bunyinya ( Tarigan, 1995 : 181 ).
b)
Gaya
Bahasa Asonansi
Asonansi
adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama (Keraf, 1991
: 130).
Asonansi
adalah jenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama,
untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan (Tarigan, 1995 :
182).
Dijelaskan
pula oleh Panuti Sudjiman (1990 : 10) asonansi adalah gaya bahasa ulangan bunyi
vokal pada kata yang berurutan tanpa disertai ulangan bunyi konsonan. Pada
dasarnya gaya bahasa aliterasi dan gaya bahasa asonansi adalah gaya bahasa
perulangan fonem secara berurutan.
2.3 Menulis
2.3.1
Hakikat Menulis
Pemahaman
terhadap hakikat menulis akan mempermudah pemahaman terhadap materi materi
menulis yang akan kita ajarkan kepada siswa. Seorang pendidik harus mempelajari
mengenai hakikat menulis. Untuk dapat mengajarkan menulis, terlebih dahulu
harus memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan menulis.
Dengan
memahami hakikat menulis, kita akan mendapat gambaran yang konkret mengenai
langkah-langkah yang dapat kita lakukan dalam pembelajaran menulis. Jadi,
dengan memahami hakikat menulis, kita akan lebih lancar dalam melaksanakan
tugas mengajar menulis khususnya, dan mengajar bahasa Indonesia pada umumnya.
2.3.2
Pengertian Menulis
Menulis
ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang, sehingga
orang lain yang
dapat membaca lambang-lambang grafik
tersebut kalau mereka
memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan, 1996 :
21)
Pendapat
di atas menunjukkan, bahwa dengan tulisan, dapat terjadi komunikasi antara
penulis dan pembaca. Hal ini dapat terjadi apabila penulis dan pembaca memahami
lambang-lambang grafik yang dipergunakan untuk menulis tersebut. Misalnya
seseorang dapat dikatakan sedang menulis huruf Latin, kalau dia memahami
lambang grafik dari huruf Latin.
Demikian pula, seseorang dapat dikatakan sedang
menulis huruf Arab, kalau dia memahami lambang grafik
dari huruf Arab, dan lain sebagainya. Tetapi tidak dapat dikatakan seseorang
sedang menulis huruf Latin dan huruf Arab, kalau dia tidak memahami lambang
grafik dari kedua huruf tersebut. Dalam hal ini dia hanya sedang melukis huruf
Latin dan melukis huruf Arab.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa antara menulis dan melukis lambang grafik sangat
berbeda. Orang yang menulis, bukan hanya dapat melukiskan lambang-lambang
grafik bahasa tertentu, tetapi dia harus memahami makna dari lukisan dari
lambang-ambang grafik tersebut. Sedangkan orang yang melukis lambang-lambang grafik
tidak dituntut harus memahami arti dari lambang-lambang grafik yang
dilukiskannya, karena lukisan bukan untuk dibaca oleh orang lain, melainkan
untuk dinikmati keindahannya.
2.3.3 Peranan
Menulis
Fungsi utama menulis adalah sebagai alat
komunikasi yang tidak langsung. Penulis dan pembicara dapat berkomunikasi
melalui tulisan. Oleh karena itu, pada
prinsipnya hasil menulis (tulisan) yang paling utama ialah dapat menyampaikan
pesan penulis kepada pembaca, sehingga pembaca memahami maksud penulis yang
dituangkan dalam tulisannya.
Mengingat
proses komunikasi ini dilakukan secara tidak langsung, tidak melalui tatap muka antara penulis
dan pembaca, dan agar
tulisan itu berfungsi sebagaimana
yang diharapkan oleh penulis, maka isi tulisan, serta
lambang grafik yang dipergunakan harus benar-benar dipahami baik oleh penulis
ataupun pembacanya. Apabila tidak demikian, tidaklah mungkin tulisan itu
berfungsi sebagai alat komunikasi, melainkan hanya sebagai lukisan saja.
Hal
tersebut di atas, sangat berkaitan erat dengan tujuan menulis. Hugo Hartig
(dalam Muchlisoh, 1992 :255) mengemukakan tujuan menulis sebagai berikut :
a.
Assigment purpose (tujuan penugasan)
Penulis tidak
mempunyai tujuan, untuk apa dia menulis. Penulis hanya menulis, tanpa mengetahui
tujuannya. Ia menulis karena mendapat tugas, bukan atas kemauan sendiri.
Misalnya siswa ditugaskan merangkum sebuah buku atau seorang guru disuruh
membuat laporan oleh kepala sekolahnya.
b.
Altruistic purpose(tujuan altruistik)
Penulis bertujuan
menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong pembaca
memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para
pembaca lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Penulis harus berkeyakinan,
bahwa pembaca adalah ”teman” hidupnya. Sehingga penulis benar-benar dapat
mengkomunikasikan suatu ide atau gagasan bagi kepentingan pembaca, dengan cara
tujuan altruistik dapat terapai.
c.
Persuasive purpose (tujuan persuasif)
Penulis bertujuan
mempengaruhi pembaca, agar para pembaca yakin akan kebenaran ide atau gagasan
yang dituangkan atau diutarakan oleh penulis. tulisan semacam ini banyak
dipergunakan oleh para penulis untuk menawarkan sebuah produksi barang
dagangan, atau dalam kegiatan politik.
d.
Informational purpose (tujuan informasional atau tujuan
penerangan
Penulis menuangkan ide
atau gagasan dengan tujuan memberi informasi atau keterangan kepada pembaca. Di
sini penulis berusaha menyampaikan informasi agar pembaca menjadi tahu mengenai
apa yang diinformasikan oleh penulis.
e. Self exprssive purpose (tujuan
pernyataan diri)
Penulis berusaha untuk
memperkenalkan atau menyatakan dirinya sendiri kepada para pembaca. Dengan
melalui tulisannya, pembaca dapat memahami “siapa” sebenarnya sang penulis itu.
f.
Creative purpose (tujuan kreatif)
Penulis bertujuan agar para pembaca dapat
memiliki nilai-nilai artistic atau nilai-nilai kesenian dengan membaca tulisan
si penulis. Di sini penulis bukan
hanya memberikan informasi,
melainkan lebih dari itu. Dalam
informasi yang disajikan oleh
penulis, para pembaca bukan hanya sekedar tahu apa yang disajikan oleh
penulis, tetapi juga merasa terharu membaca tulisan tersebut.
g. Problem Solving purpose (tujuan
pemecahan masalah)
Penulis berusaha
memecahkan suatu masalah yang dihadapi.
Dengan tulisannya, penulis berusaha memberi kejelasan kepada para pembaca
tentang bagaimana cara pemecahan suatu masalah.
Jadi, tujuan menulis yaitu
untuk memenuhi tugas, menyenangkan para
pembaca, mempengaruhi pembaca, memberi informasi atau keterangan, memperkenalkan diri pada pembaca, dapat
memiliki nilai-nilai artistik , dan berusaha memecahkan suatu masalah yang dihadapi.
2.3.4 Jenis-Jenis Menulis
Jenis menulis yang diajarkan di
sekolah menengah yang ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah
(1) menulis prosa, (2) menulis surat,
(3) menulis formulir, (4) menulis iklan, (5) menulis poster, (6) menulis
pengumuman, (7) menulis teks pidato, (8) menulis laporan, (9) menulis puisi,
(10) menulis kerangka karangan, (11) menulis karangan, dan sebagainya
(Depdikbud, 2006 : 12)
Dari
semua jenis tulisan di atas, bila diklasifikasikan ke dalam ciri-cirinya yang
sama, maka dapat dibagi atas empat
jenis, yaitu tulisan narasi, tulisan eksposisi, tulisan deskripsi, dan
tulisan argumentasi (Semi, 2007 : 53)
2.4 Tujuan dan Kedudukan Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP
2.4.1
Pengertian
Strategi Belajar Mengajar
Strategi berasal
dari kata Yunani strategia
yang berarti “ilmu
perang” atau panglima perang”.
strategi adalah suatu seni merancang operasi di dalam peperangan, seperti
cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang angkatan darat atau laut
(Hornby dalam Hidayat, 1994 : 1).
Strategi belajar
mengajar atau teknik penyajian pelajaran
adalah suatu pengetahuan tentang
cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur (Roestiyah, 2001
: 1). Strategi itu sebagai suatu teknik yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan (Anthony dalam Hidayat,
1994 : 1).
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki
strategi, agar siswa dapat belajar dengan
efektif dan efisien, mengena
pada pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah
untuk memiliki strategi itu
ialah harus menguasai
teknik-teknik penyajian, atau disebut metode mengajar.
Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang
dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di
dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat di tangkap, dipahami dan digunakan
oleh siswa dengan baik. Metode mengajar atau
teknik penyajian yang digunakan guru bertujuan
untuk menyampaikan informasi atau
pesan lisan kepada siswa untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan,
keterampalan serta sikap.
Subana dan Sunarti memberikan pengertian strategi pembelajaran
sebagai berikut.
1)
Pola
umum atau karakteristik abstra dari rentetan perbuatan pengajar dan peserta
didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar (KBM);
2)
Rencana
menyeluruh mengenai perbuatan pembelajaran yang serasi bagi pencapaian tujuan
pengajaran (strategies of instruction);
3)
Rancangan
atau pola yang digunakan untuk menentukan proses pembelajaran, merancang materi
pelajaran, dan memandu pengajaran di kelas (models
of teaching);
4)
Pola
umum kegiatan peserta didik yang menggambarkan proses penentuan atau penciptaan
situasi tertentu dalam perwujudan kegiatan pembelajaran sehingga terjadi
perubahan tingkah laku.
Sedangkan menurut Winataputra (2001) strategi
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan beerfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran dan
para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
mengajar pada hakikatnya adalah melakukan
kegiatan belajar sehingga
proses pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif dan efesien.
Ada empat strategi dasar dalam proses pembelajaran :
1)
Mengidentifikasi
serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perbahan tingkah laku dan
kepribadian anak didik sebagai mana yang diharapkan;
2)
Memilih
sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat;
3)
Memilih
dan menetapkan prosedur, metode dan teknik pembelajaran yang dianggap paling
tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh pengajar dalam
menunaikan tugas mengajarnya;
4)
Menetapkan
norma-norma dan batas minimal kebeerhasilan atau kriteria serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan umpan balik
untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
2.4.2
Proses Belajar Mengajar
Secara umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya
interaksi antara guru dan anak didik dengan bahan pelajaran sebagai
perantaranya. Guru yang mengajar dan
anak
didik yang belajar.
Maka guru yang
menciptakan lingkungan belajar
bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang
digiring ke dalam lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya
mengajar guru berusaha mempengaruhi gaya belajar anak didik. Tetepi di sini
gaya mengajar guru lebih dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik.
Gaya-gaya belajar menurut Muhammad Ali (1992 : 59 ), dapat dibedakan ke dalam
empat macam, yaitu gaya mengajar klasik, gaya mengajar teknologis, gaya
mengajar personalisasi, dan gaya mengajar instruksional.
Dalam kegiatan belajar
mengajar, pendekatan yang gunakan
guru ambil akan
menghasilkan kegiatan anak didik yang bermcam-macam. Guru
yang menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didik
sebagai makhluk individual dengan segala
persamaan dan perbedaan. Guru yang
menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai
makhluk sosial. Dari kedua pendekatan itu lahirlah kegiatan belajar mengajar
yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama
pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghasilkan hasil belajar
mengajar yang lebih baik.
Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan
kualitas hasil belajar mengajar. Hasil belajar yang dihasilkan dari penggunaan
metode ceramah tidak sama dari hasil pengajaran yang menggunakan metode tanya
jawab atau metode diskusi.
Begitu pula dengan hasil
pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode problem
solving berbeda dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan
metode resitasi.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan
menggunakan metode akan mempengaruhi keberhasilan dalam kegiatan belajar
mengajar. Penerapan metode yang cocok atau tepat hasil yang diharapkan dan
tujuan yang telah direncanakan dari proses pembelajaran akan berhasil dengan
baik sesuai yang diharapkan.
2.4.3
Perencanaan Pembelajaran
Kegiatan seorang pengajar atau pendidik sebelum
melaksanakan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu harus direncakan
pembelajaran tersebut. Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
dicapai sesuai dengan yang telah direncanakan. Dalam menentukan
materi pokok/pembelajaran harus dipertimbangkan:
a.
relevansi
materi pokok dengan Standar Kompetnsi dan Kompetensi Dasar;
b. tingkat
perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta
didik;
c. kebermanfaatan
bagi peserta didik;
d. struktur
keilmuan;
e. kedalaman
dan keluasaan materi;
f.
relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan lingkungan; dan
g. alokasi
waktu.
2.4.4
Program Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Program
pembelajaran merupakan satu rangkaian yang saling berhubungan dan saling
menunjang antara keseluruhan
komponen di dalam pengajaran seperti
tujuan, bahan, pengajaran, kegiatan belajar mengajar,
metode/media/sumber dan evaluasi (Sudirman, 2002 : 42).
2.4.5
Tujuan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
1)
Siswa mampu memahami wacana lisan berbentuk laporan
2)
Siswa mampu megungkap berbagai informasi melalui wawancara dan
presentasi laporan
3)
Siswa mampu memahami ragam wacana tulis dengan
membaca memindai, membaca cepat
4)
Siswa mampu mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan,
surat dinas, dan petunjuk
5)
Siswa mampu mengapresiasi pementasan drama
6)
Siswa mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bermain
peran
7)
Siswa mampu memahami teks drama dan
novel remaja
8)
Siswa mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui
kegiatan menulis kreatif naskah drama
9)
Siswa mampu memahami isi berita radio/televisi
10)
Siswa mampu mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi
melalui kegiatan diskusi dan protokoler
11)
Siswa mampu memahami ragam wacana tulis dengan membaca
ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring
12)
Siswa mampu mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman,
teks berita, slogan/poster
13)
Siswa mampu memahami unsur intrinsik novel remaja (asli atau
terjemahan) yang dibacakan
14)
Siswa mampu mengapresiasi kutipan novel remaja (asli atau
terjemahan) melalui kegiatan diskusi
15)
Siswa mampu memahami novel remaja (asli atau
terjemahan) dan antologi puisi
16)
Siswa mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi
bebas
2.5 Cakupan Bahan Pembelajaran Bahasa Sastra
Indonesia
2.5.1
Bahan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas
VIII Semester 1
o
Menganalisis
laporan
o
Menanggapi
isi laporan
o
Berwawancara
dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan perhatikan etika berwawancara
o
Menyampaikan
laporan secara lisan dengan bahasa yang baik dan benar
o
Menemukan
informasi secara cepat dan tepat dari ensiklopedi/Buku
telepon dengan membaca memindai
o
Mendeskripsikan tempat atau arah dalam konteks yang sebenarnya sesuai
dengan yang tertera dalam denah
o
Menyimpulkan
isi suatu teks dengan membaca cepat 250 kata per menit
o
Menulis
laporan dengan bahasa yang baik dan benar
o
Menulis
surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat
dan bahasa baku
o
Menulis
petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat dan menggunakan bahasa
yang efektif
o
Menanggapi
unsur pementasan naskah drama
o
Mengevaluasi
pemeran tokoh dalam pementasan drama
o
Bermain
peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa
o
Bermain
peran dengan cara improvisasi sesuai dengan kerangka naskah yang ditulis
o
Mengidentifikasi
unsur intrinsik teks drama
o
Membuat
sinopsis novel remaja Indonesia
o
Menulis
kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan keaslian ide
o
Menulis
kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan
naskah drama
2.5.2
Bahan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas
VIII Semester 2
o
Menemukan
pokok-pokok berita (apa, siapa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaimana) yang
didengar atau ditonton melalui radio/televisi
o
Mengemukakan
kembali berita yang didengar/ditonton melalui radio/ televisi
o
Menyampaikan
persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan
bukti atau alasan
o
Membawakan
acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun
o
Menemukan
masalah utama dari berbagai berita yang bertopik sama melalui membaca ekstensif
o
Menemukan
informasi untuk bahan diskusi melalui membaca intensif
o
Membacakan
teks berita dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara
yang jelas
o
Menulis
rangkuman buku ilmu pengetahuan populer
o
Menulis
teks berita secara singkat, padat, dan jelas
o
Menulis
slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat yang
bervariasi, serta persuasif
o
Mengidentifikasi karakter tokoh novel
remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
o
Menjelaskan
tema dan latar novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
o
Mendeskripsikan
alur novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
o
Mengomentari kutipan novel remaja (asli
atau terjemahan)
o
Menanggapi
hal yang menarik dari kutipan novel
remaja (asli atau terjemahan)
o
Menjelaskan alur cerita, pelaku, dan
latar novel (asli atau terjemahan)
o
Mengenali
ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi
o
Menulis
puisi bebas dengan mengguna-kan pilihan kata yang sesuai
o
Menulis
puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan
2.6 Cakupan Bahan Pembelajaran Sastra Indonesia
2.6.1 Bahan Pembelajaran Sastra Indonesia Kelas VIII
Semester 1
1)
Menanggapi
unsur pementasan naskah drama
2)
Mengevaluasi
pemeran tokoh dalam pementasan drama
3)
Bermain
peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa
4)
Bermain
peran dengan cara improvisasi sesuai dengan kerangka naskah yang ditulis
oleh siswa
5)
Mengidentifikasi
unsur intrinsik teks drama
6)
Membuat
sinopsis novel remaja Indonesia
7)
Menulis
kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan keaslian ide
8)
Menulis
kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan
naskah drama
2.6.2 Bahan Pembelajaran Sastra Indonesia Kelas
VIII Semester 2
1)
Mengidentifikasi karakter tokoh novel
remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
2)
Menjelaskan
tema dan latar novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
3)
Mendeskripsikan
alur novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
4)
Mengomentari kutipan novel remaja (asli
atau terjemahan)
5)
Menanggapi
hal yang menarik dari kutipan novel
remaja (asli atau terjemahan)
6)
Menjelaskan alur cerita, pelaku, dan
latar novel (asli atau terjemahan)
7)
Mengenali
ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi
8)
Menulis
puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai
9)
Menulis
puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan
Pembelajaran
sastra pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengapresiasi karya sastra. Kegiatan
mengapresiasi karya sastra berkait erat dengan latihan mempertajam perasaan,
penalaran dan daya hayal, serta kepekaan
terhadap masyarakat, budaya,
dan lingkungan hidup. Untuk
memahami dan menghayati karya sastra siswa diharapkan langsung membaca
karya sastra bukan membaca ringkasannya.
Penjabaran
menfaat mengenai pembelajaran sastra sangat baik untuk menambah pengetahuan,
pemahaman, dan penghargaan terhadap karya sastra. Dengan mempelajari
dan mengajarkan karya sastra tentu membawa
manfaat banyak sekali bahkan Semi (1998 : 194) mengatakan bahwa manfaat
mempelajari sastra itu diantaranya :
1)
Untuk menunjang keterampilan berbahasa;
2)
Meningkatkan pengetahuan sosial budaya;
3)
Mengembangkan rasa karsa, dan
4)
Pembentukan watak dan kepribadian.
Dengan demikian, manfaat mempelajari karya
sastra akan menunjang dan menumbuhkan sikap positif terhadap karya sastra yang
ditandai oleh kehendak untuk terus menerus menggali pengalaman dan pengetahuan dari karya sastra. Dengan sikap
yang demikian itu akan menumbuhkan keyakinan
bahwa, melalui karya sastra akan menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupannya.
2.7
Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontektual merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupannya sebagai
anggota keluarga dan masyarakat (Siregar, 2010 : 117). Dengan demikian, siswa akan memperoleh pengetahuan dan
keterampilan dalam konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses
mengkontruksi sendiri, sebagai bekal dalam memecahkan masalah kehidupannya di
lingkungan masyarakat.
Konteks dalam pengertian
pembelajaran kontekstual mempunyai makna lebih dari sekedar keterkaitan
lingkungan fisik tertentu pada waktu tertentu. Konteks dalam pengertian
pembelajaran kontektual, mencakup juga konteks mental dan emosional tiap
individu, konteks sosial dan konteks kultural. Dengan demikian, pengertian
kontektual mempunyai makna yang lebih luas dibandingkan dengan pembelajaran
yang aplikatif. Pembelajaran yang aplikatif mengandung pengertian bahwa sesuatu
yang dipelajari siswa di sekolah dapat diaplikasikan pada situasi yang berbeda,
misalnya pada konsep yang berbeda, mata pelajaran yang berbeda, atau juga dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang kontekstual mengandung makna bahwa
kegiatan belajar mempertimbangkan semua unsur terkait yang mempengaruhi proses
belajar anak. Pembelajaran kontekstual bukan hanya memperhatikan aplikasi
tetapi juga pemanfaatan segala sumber daya yang ada dalam konteks untuk
mendukung belajar.
BAB
III
3.1 Metode dan Teknik Penelitian
Metode penelitian yang dipakai penulis adalah metode
eksperimen, yaitu kegiatan percobaan untuk melihat sesuatu hasil. Eksperimen
ini digunakan untuk mengetahui keefektifan penulisan puisi melalui pembelajaran
kontekstual komponen pemodelan yang pada akhirnya akan diketahui ada atau
tidaknya pengaruh teknik ini dalam pembelajaran puisi.
Teknik
penelitian yang digunakan yaitu:
1) Uji
coba pembelajaran. Teknik ini diberikan untuk mengetahui keberhasilan
pembelajaran puisi dengan menggunakan teknik menulis puisi pembelajaran kontekstual kompenen pemodelan.
2)
Tes
tertulis berupa tes tulis. Tujuannya yaitu untuk mengukur pemahaman siswa
terhadap materi yang diberikan.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah
keselurahan subjek penelitian (Arikunto, 1993 : 102 ) Sedangkan
menurut pendapat Ali (1993
: 102) bahwa populasi
adalah subjek atau kelompok subjek yang dipilih untuk
mewakili seluruh anggota kelompok (dalam ukuran yang lebih besar) yang menjadi
sasaran generalisasi dari simpulan yang diperoleh.
Dalam suatu penelitian diperlukan usaha-usaha untuk
mengumpulkan data yang dapat mendukung
pemecahan masalah. Oleh karena
itu, dalam suatu penyelidikan akan
dihadapkan pada masalah
populasi, sebab dalam
pengkajian masalah senatiasa berhubungan dengan kelompok
subjek, baik manusia, gejala nilai tes,
ataupun peristiwa.
Sampel
Sampel merupakan sebagian yang diambil dari sebuah
populasi, bagian tersebut mewakili segala sifat populasi. Sampel adalah
sebagian dari kelompok yang mewakili kelompok besar (Ali, 1993 : 45). maka dari
jumlah populasi 112 orang, maka sampel penelitian diambil 36 % dari populasi
atau 36/100 x 112 = 40 orang, kelas VIII
A.
3.3 Persiapan Pembelajaran
Merencanakan kegiatan belajar mengajar adalah merupakan
langkah penting yang harus ditempuh oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas. Persiapan pembelajaran ini tentunya akan dapat dirasakan
keuntungannya baik oleh guru maupun
siswa. Rencana persiapan pembelajaran ini pun merupakan suatu tugas
atau pekerjaan yang sistematis yang menuju pada
keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu, bagi setiap guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran adalah suatu hal yang sangat penting. Begitu
pula halnya dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran menulis puisi dari sebuah lagu ”Matahariku” karya Agnes
Monica.
Perumusan Tujuan
Merumuskan
tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam mempersiapkan proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, terlebih dahulu merumuskan tujuan pembelajaran
puisi untuk dijadikan tolok ukur pencapaian hasil belajar.
Rumusan
tujuan yang penulis pilih adalah rumusan pada silabus SMP/ 2006 sesuai dengan
proses pembelajaran yang penulis laksanakan. Adapun rumusan tersebut
adalah ”Siswa mampu menulis,
mengungkapkan pikiran dan
perasaan dalam puisi”
Rumusan tujuan di atas merupakan perumusan tujuan yang
bersifat umum dan sebagai pedoman untuk menyusun tujuan pembelajaran secara
khusus. Adapun tujuan pembelajaran itu adalah ” Siswa dapat menulis sebuah
puisi melalui sebuah lagu”.
Demikianlah perumusan tujuan yang penulis terapkan dalam
pembelajaran menulis puisi dari sebuah lagu ”Matahariku” karya Agnes Monica.
Pemilihan Bahan
Pemilihan bahan yang bahan dijadikan materi
pembelajaran, penulis berpedoman
pada kriteria-kriteria pemilihan
bahan yang dikemukakan
oleh Hidayat
(1994 : 71) sebagai berikut.
1)
Bagian-bagian
yang sering digunakan;
2)
Bagian-bagian yang paling berguna;
3)
Bagian-bagian
yang paling mudah mengajarkannya.
Dikemukakan pula oleh Audrey dan Howard Nicholas (dalam
Hidayat, 1995 : 93), kriteria-kriteria
pemilihan bahan sebagai berikut.
1)
Isi
pelajaran hendaknya cukup valid, artinya
kebenaran materi tidak disangsikan lagi dan dipahami untuk mencapai tujuan;
2)
Bahan
yang diberikan haruslah cukup berarti atau bermanfaat. Hal ini berhubungan dengan keluasan dan kedalaman bahan;
3)
Bahan
hendaknya menarik;
4)
Bahan
hendaknya berada dalam batas-batas kemampuan anak untuk mempelajarinya.
Pelaksanaan
Pembelajaran Puisi
Tahap pelaksanaan pembelajaran merupakan lanjutan dari
tahap persiapan. Pelaksanaan pembelajaran juga merupakan suatu kegiatan
guru menyampaikan bahan pembelajaran
kepada siswa dalam situasi tertentu. Di dalam proses pembelajaran dituntut
adanya tiga komponen penting, yakni komponen guru, bahan pengajaran, dan siswa.
Dari ketiga komponen tersebut
harus mutlak ada
dalam pelaksanaan pembelajaran, atau dengan kata lain dalam proses belajar mengajar.
Bahan pembelajaran yang disampaikan kepada siswa adalah keterampilan
menulis puisi melalui pembelajaran kontekstual pemodelan. Adapun yang disajikan objek penelitiannya adalah siswa
kelas VIII SMP Rumusan tujuan yang
penulis pilih adalah rumusan pada silabus SMP 2006 sesuai dengan proses
pembelajaran yang penulis laksanakan. Adapun rumusan tersebut adalah ”Siswa
mampu menulis, mengungkapkan pikiran dan
perasaan dalam puisi”
Rumusan tujuan di atas merupakan perumusan tujuan yang
bersifat umum dan sebagai pedoman untuk menyusun tujuan pembelajaran secara
khusus. Adapun tujuan pembelajaran itu adalah ” Siswa dapat menuliskan sebuah
puisi melalui sebuah lagu”. Adapun untuk
mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan tersebut diadakan evaluasi, baik
evaluasi awal maupun evaluasi akhir.
Apersepsi
Dalam setiap melakukan pembelajaran idealnya didahului
dengan melakukan apersepsi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk pengenalan, yaitu
penyelarasan materi yang telah diberikan dengan materi yang akan diberikan atau
disampaikan sehingga pada diri
siswa ada persiapan untuk menerima materi yang baru.
Dengan demikian, guru akan dapat dengan mudah melaksanakan pemberian materi
pembelajaran kepada siswa.
Penyajian
Bahan
Setelah pelaksanaan tes awal, kegiatan selanjutnya adalah
menyajikan bahan pelajaran. Penyajian bahan ini penulis laksanakan dengan
menggunakan teknik menulis puisi melalui sebuah lagu. Penyajian bahan ini
berlangsung 50 menit dan pada waktu pelaksanaan penyajian bahan ini diikuti
oleh semua siswa yang ada di kelas VIII A.
Pelaksanaan penyajian bahan ini, dimulai dengan
pengertian, hakikat puisi, dan bagaimana cara memahami sebuah puisi. Setelah
itu diadakan tanya jawab tentang puisi ”Matahariku” milik Agnes Monica dan
dilanjutkan dengan diskusi kelas. Sebagai kegiatan akhir guru memberikan
penguatan bahan yang telah didiskusikan siswa dan menguasaan siswa sesuai
dengan bahan yang telah disajikan.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari
uraian di muka, mengenai keterampilan menulis puisi melalui pembelajaran
komponen pemodelan terutama yang menyangkut analisis terhadap komponen kegiatan
pembelajaran dan angket yang disebarkan kepada siswa dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.
1) Proses
pembelajaran komponen pemodelan dalam keterampilan menulis puisi berlangsung
baik, hal ini dapat dilihat dalam pembelajaran puisi tersebut siswa mengikuti
dengan sungguh-sungguh, baik pada saat tes awal maupun pada saat tes akhir
berlangsung..
2) Penerapan
keterampilan menulis puisi melalui pembelajaran komponen pemodelan sangat
efektif dalam mengajarkan puisi, hal ini
dapat dijadikan pertimbangan untuk pembelajaran puisi pada masa yang akan
datang.
3) Siswa kelas VIII SMP dalam pembelajaran puisi sudah
mampu atau terampil menulis puisi melalui pembelajaran komponen pemodelan. Hal
ini dapat ditunjukkan melalui hasil tes
awal dan tes akhir.
5.1
Saran-saran
Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan
penelitian, dan untuk menanamkan kecermatan siswa dalam keterampilan menulis
puisi, berikut ini penulis mengajukan beberapa saran yang berhubungan dengan
pembelajaran menulis puisi melalui pembelajaran komponen pemodelan di SMP
.
1)
Dalam pembelajaran menulis puisi,
guru hendaknya berupaya membangkitkan daya apresiasi siswa dengan
memilih teknik yang tepat.
2)
Sebelum menugaskan siswa untuk menulis puisi, guru hendaknya terlebih
dahulu memberi contoh bagaimana cara menulis puisi yang baik.
3)
Guru yang mengajarkan puisi idealnya guru yang memiliki keahlian dalam
mengapresiasi puisi, atau
paling tidak memiliki
minat yang cukup baik terhadap karya sastra puisi.
4)
Guru harus dapat memotivasi siswa agar menyenangi terhadap karya sastra.
Karena dengan jalan menyenangi karya sastra, pada akhirnya siswa akan dapat
memahami, menghayati dan menikmati karya sastra itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Situmorang, B.P. 1993. Puisi dan
Metode Pengajarannya. Ende Flores : Nusa Indah.
Semi, Atar. 1998. Anatomi Sastra. Padang
: Angkasa Raya.
Sudjana,
Nana. 1995. Tuntunan Penyusunan Karya
Ilmiah. Bandung
: Sinar Baru
Argenisindo.
Sudjiman, Panuti.. 1995. Kamus Istilah Sastra. Jakarta :
Universitas Indonesia.
Sumardjo, Jakob dan K.M. Saini. 1994. Apresiasi
Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.
Ali, Mohamad. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung
: Angkasa
Esten, Mursal.
1997. Sepuluh Peetunjuk dalam Memahami
dan Membaca Puisi. Padang : Angkasa Raya.
Hidayat, Kosadi. 1994. Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam Pengajaran Bandung : Alfabeta.
Keraf, Gorys.. 1991. Diksi
dan Gaya Bahasa. Jakarta
: Gramedia..
Nadeak, Wilson.
1995. Pengajaran Apresiasi Puisi
untuk Sekolah Lanjutan
Atas.
Bandung
Tarigan, HG. 1996. Membaca
dalam Kehidupan. Bandung : Angkasa.
No comments:
Post a Comment