Wednesday, November 19, 2014

UJI COBA KETERAMPILAN MENULIS PUISI MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL



UJI COBA KETERAMPILAN MENULIS PUISI MELALUI
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOMPONEN PEMODELAN
 PADA SISWA KELAS VIII SMP
BAB   1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Sastra  merupakan  salah  satu  mata  pelajaran yang  selalu  tidak terpisahkan dengan pelajaran bahasa Indonesia. Jarang kita menemukan pelajaran sastra yang berdiri sendiri. Pada pelaksanaannya guru Bahasa Indonesia dituntut mampu mengajarkan bahasa dan sastra. Padahal antara pelajaran bahasa dan sastra memiliki karakteristik yang berbeda.
Sastra merupakan hasil karya manusia yang mempergunakan bahasa lisan maupun tulisan sebagai media pencurahannya. Dalam karya sastra terkandung pengalaman  manusia  yang  indah dan nilai-nilai yang  dapat  dinikmati  oleh  pembaca. Pengalaman di sini  ialah jawaban  yang  utuh  dari  jiwa  manusia  ketika  kesadarannya
bersentuhan dengan   kenyataan. Sumardjo  (1994 : 10)   mengemukakan   pengalaman tersebut yaitu pengalaman realitas dan pengalaman khayali
Adapun nilai-nilai itu meliputi : nilai material, nilai moral, dan nilai spiritual. Untuk dapat menikmati karya sastra, khususnya puisi diperlukan proses konsentrasi dan proses intensifikasi. Hal ini dipertegas oleh Mursal Esten ( 1997 : 6 ) sebagai berikut. Oleh karena itu puisi dibangun melalu proses konsentrasi maka seorang yang ingin memahami puisi juga harus melakukan proses konsentrasi. Ia harus memperhitungkan  setiap  unsur  puisi untuk menangkap sentral  permasalahan.  
Oleh.  karena  itu  puisi dibangun melalui proses intensifikasi, maka seorang yang ingin memahami puisi juga harus melakukan proses itu pula. Ia harus mampu menemukan makna yang terdalam dari setiap kata, frasa, larik, bait, ataupun imaji-imaji yang ada di dalam puisi itu.
                Dengan demikian, dalam proses konsentarasi segenap unsur puisi dipusatkan pada satu permasalahan atau kesan tertentu. Dalam proses intensifikasi unsur-unsur puisi itu berusaha menjangkau permasaahan atau hal yang lebih mendalam atau mendasar.
Dengan  demikian   pembelajaran  sastra,   khususnya  pembelajaran  puisi  tidak hanya mempunyai aspek-aspek latihan  teori dan praktik,  tetapi mempunyai nilai pembentukan watak  dan  sikap. Untuk  mencapai  tujuan ini salah satu teori  yang  penting  diterapkan ialah  pengajar harus   terlebih  dahulu  menjadi apresiator yang  baik,   sehingga  dengan memiliki seperangkat pengetahuan tentang teori, sejarah, kritik sastra, ia dapat meningkatkan kemampuan anak didiknya.
                Dalam  mengajarkan  sastra diperlukan pemilihan metode, teknik dan pendekatan yang tepat agar dapat memberikan hasil baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Teknik  mengajarkan  puisi banyak sekali macamnya  antara  lain;  teknik diskusi,  teknik penalaran, teknik komperatif,  teknik impresif, dan teknik pembinaan kreativitas (M. Atar Semi, 1998 : 198).
                Tetapi tidak semua teknik dapat dipergunakan dalam pembelajaran puisi, karena harus mempertimbangkan waktu dan media yang dipergunakan serta ketepatan teknik dengan materi pembelajaran. Tanpa metode dan teknik yang tepat kemungkinan hasilnya tidak akan memuaskan.
                Selain ketepatan  pemilihan metode dan  teknik, peranan guru tidak kalah penting dalam mencapai keberhasilan pembelajaran. Dalam mengajarkan puisi hendaknya guru dapat menciptakan variasi, untuk menghilangkan kejenuhan. Suatu saat siswa dapat diajak berdeklamasi, karena deklamasi akan menimbulkan rangsangan bagi siswa terhadap apresiasi puisi. Hal ini dipertegas oleh B.P. Situmorang (1993 : 33) dengan bacaan yang baik dan merdulah puisi menjadi salah satu alat yang menimbulkan rangsangan terhadap apresiasi puisi bagi anak didik. Dengan demikian, maka peranan deklamasi dalam pelaksanaan pembelajaran puisi merupakan salah satu faktor yang sangat penting.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam suatu proses pembelajaran apresiasi sastra (puisi)  banyak hal yang terkait baik dari segi isi materi, metode dan teknik, guru dan siswa, alat pelajaran dan sebagainya. Oleh karena itu perlu dimunculkan pertanyaan, terkait hal-hal tersebut di atas, sehingga dapat diketahui kadar apresiasi siswa terhadap puisi.
Pertanyaan mencakup hal-hal sebagai berikut :
1)      Apakah muatan bahan pembelajaran apresiasi sastra (puisi) yang ada dalam kurikulum sudah dapat diserap oleh siswa ?.
2)      Metode dan teknik apakah yang dapat dipergunakan oleh guru dalam membelajarkan siswa agar tepat sasaran, menarik dan berhasil ?.
3)      Bagaimanakah cara terbaik dan termudah membelajarkan siswa dalam mengapresiasi sastra (puisi)?.
4)      Bagaimanakah  langkah-langkah  yang  harus  dilakukan guru  agar  pembelajaran        menulis puisi dapat dilakukan secara efektif?.
5)      Apakah menulis puisi melalui pembelajaran kontekstual Komponen Pemodelan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran apresiasi sastra?
6)      Apakah menulis puisi melalui pembelajaran kontekstual Komponen Pemodelan efektif digunakan dalam pembelajaran apresiasi sastra?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Puisi
2.1.1          Pengertian Puisi
                    Perkataan puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan (Tarigan, 1996 : 4). Dalam bahasa Latin poiates. Mula-mula artinya membangun, pembentuk, pembuat. Asal katanya poieo atau poio  yang artinya pembangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair ( Slamet Mulyana dalam B.P. Situmorang, 1993 : 10 ). Tetapi arti yang semula ini lama kelamaan semakin dipersempit ruang lingkupnya menjadi ” hasil seni sastra, yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat yang tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata kiasan (Tarigan, 1996 : 4)
                    Jika kita pelajari, banyak ahli atau pengarang buku sastra yang yang memberikan pengertian tentang puisi. Oleh karena itu, penulis akan kutipkan beberapa pengertian puisi.
                    Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan latik dan bait ( Sudjiman, 1990 : 64 ).
                    Puisi adalah sintesis dari  pelbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan pelbagai  proses jiwa  yang mencari hakikat  pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi dalam salah satu bentuk  (Slamet Mulyana dalam M. Atar Semi, 1998 : 93 ).
                    Libertus Tengsoe Tjahyono dalam buku Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi ( 1997 : 49-50 ) mengutip beberapa pendapat ahli tentang pengertian puisi.
a)      HB Jassin : Puisi adalah pengucapan dengan perasaan sedangkan prosa pengucapan dengan pikiran
b)      Matthew Arnold : Puisi merupakan bentuk organisasi tertinggi dari kegiatan intelektual manusia.
c)       Bradley : Puisi adalah semangat. Dia bukan pembantu kita, tetapi pemimpin kita
d)      William Henry Hudson : Sastra (juga puisi) merupakan ekspresi dari kehidupan yang memakai bahasa sebagai mediumnya.
e)      Ralph Waldo Emerson : Puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sedikit mungkin.
f)       John Dryden : Puisi adalah musik yang tersusun rapi.
                Jenis-Jenis Puisi
                    W.H. Hudson (dalam Waluyo, 1991 : 135) menyatakan adanya puisi subyektif dan puisi obyektif. Cleanth Brook (dalam Waluyo, 1991 : 135) menyebut adanya puisi naratif dan puisi deskriptif. David daiches ( dalam Waluyo, 1991 : 135 ) menyebut adanya puisi fisik, puisi platonik, puisi metafisik. X.J. Kennedy (dalam Waluyo, 1991 : 135) menyebut adanya puisi konkret dan balada.
1)      Puisi Subyektif dan Puisi Obyektif
                   Puisi subyektif juga disebut puisi personal, yakni puisi yang mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyairnya sendiri ( Waluyo, 1991 : 138 ).
                Puisi obyektif disebut juga puisi impersonal, puisi obyektif berarti puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar dirinya sendiri. Jadi pada dasarnya puisi subyektif dan  puisi  obyektif  adalah  puisi  yang  diungkapkan  penyair  secara berbeda. Puisi subyektif   mengungkapkan   keadaan   penyairnya  sendiri  sedangkan   puisi   obyektif mengungkapkan keadaan di luar diri penyair.
2)      Puisi Naratif dan Puisi Deskriptif
        Puisi naratif  adalah  puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair.
Puisi-puisi naratif, misalnya : balada dan romansa ( Waluyo, 1991 : 135 ).
a)      Balada
                Balada adalah puisi yang berisi cerita tentang orang-orang perkasa, tokoh pujaan, atau orang-orang yang menjadi pusat perhatian
b)      Romansa
                Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantik yang berisi percintaan kisah yang berhubungan dengan kesatriaan, dengan diselingi perkelahian dan petualangan yang menambah percintaan mereka lebih mempesonakan.
                Puisi deskriptif adalah puisi yang mengungkapkan keadaan atau peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatian penyair (Waluyo, 1991 : 137). Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan  dalam puisi deskriptif, misalnya : puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik.
                Satire adalah puisi yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu keadaan, namun dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya. Kritik sosial adalah puisi yang juga menyatakan ketidaksenangan penyair terhadap keadaan atau diri seseorang, namun dengan cara membeberkan kepincangan atau ketidakberesan keadaan atau orang tersebut. Impresionistik adalah puisi yang mengungkapkan kesan ( impresi ) penyair terhadap suatu hal.
3)      Puisi Fisik, Platonik, dan Puisi Metafisik
                Puisi  fisik  adalah  puisi yang  menggambarkan kenyataan apa adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan bukan gagasan ( Waluyo, 1991 : 138 )
                Puisi  metafisika  adalah  puisi  yang  bersifat  filosofis dan  mengajak  pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan ( Waluyo, 1991 : 138 ).
4)      Puisi Konkret dan Balada
       Puisi konkret adalah puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk dari sudut penglihatan ( Waluyo, 1991 : 138 ).
                Puisi balada adalah puisi kisahan romantis atau sentimental, terdiri dari bait-bait pendek, berlarik empat yang berpola rima a-b-c-d ( Sudjiman, 1995 : 11 )
                Selain jenis puisi yang disebutkan  di atas Herman J. Waluyo dalam buku Teori dan Apresiasi Puisi ( 1991 : 157 ) adanya puisi kamar dan puisi auditorium.
A)     Puisi Kamar
                Puisi kamar adalah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar di dalam kamar.
B)      Puisi Auditorium
                Puisi auditorium adalah puisi yang cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah pendengarnya dapat ratusan orang.
                Ditinjau dari segi priodisasi kelahiran puisi kita mengenal adanya istilah puisi lama dan puisi baru atau sering pula dibedakan atas puisi tradisional dan puisi modern. Dalam puisi tradisional kita jumpai pula berbagai bentuk syair, pantun, gurindam, pribahasa, soneta dan lain-lain. Dalam pengertian puisi baru atau modern kita jumpai istilah puisi bebas ( Atar Semi, 1998 : 101 )
                Ditinjau dari gaya penulisan, kita dapat membagi puisi atas dua jenis. Pertama, puisi diaphaan (polos) ; dan kedua, puisi prismatis  ( membias ).
1.       Puisi   diaphaan  adalah   puisi  yang   menyatakan  suatu   maksud   dengan  sedikit sekali  menggunakan  lambang – lambang   atau  simbol - simbol.  Kata-kata  yang digunakan adalah kata-kata yang bermakna denotatif
2.       Puisi Prismatis adalah puisi yang menyatakan sesuatu maksud atau pengertian dengan menggunakan lambang - lambang, dengan kiasan-kiasan, dan dengan kalimat  yang tidak  langsung  menyatakan  maksud.  Kata-kata  yang  dipakai  pada
umumnya adalah kata-kata yang konotatif.
                Demikianlah gambaran umum mengenai penjenisan puisi. Tetapi yang penulis tekankan di sini adalah hasil penulisan puisi melalui pembelajaran kontekstual komponen pemodelan.
2.1.2          Pengertian Apresiasi Puisi
                    Kata apresiasi sering digunakan orang dalam hal seni, seni yang dimaksud adalah seni sastra. Untuk dapat memahami, menghargai, dan menilai suatu karya sastra dapat dilakukan dengan mengapresiasi. Berkait dengan hal pengertian apresiasi puisi tersebut, tidak ada penjelasan khusus tentang apresiasi puisi, tetapi dalam memberikan pengertian tentang apresiasi, penulis mempergunakan pengertian secara umum tentang pengertian apresiasi karya sastra.
                    Untuk memperjelas pengertian tentang apresiasi, penulis cuplikkan pendapat para ahli.
                    Apresiasi adalah penapsiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis (Tarigan, 1996 : 45).  Apresiasi adalah penghargaan dan pemahaman  atas suatu hasil seni atau budaya (Natawijaya, 1992 : 1). Apresiasi sastra penghargaan (terhadap karya sastra) yang didasarkan pada pemahaman (Sudjiman, 1995 : 9)
                    Sependapat dengan itu Suprapto  (1991 : 13) mengemukakan bahwa apresiasi sastra  adalah  suatu  kegiatan  memahami,  menghayati ,  dan  menikmati  karya  sastra dengan  sungguh- sungguh   sehingga  timbul  pengertian, penghargaan,  dan  kepekaan  pikiran  kritis  terhadap  karya  sastra  tersebut.   
           Dari beberapa batasan tentang apresiasi sastra di atas, penulis menyimpulkan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan pemahaman, penghargaan dan penilaian terhadap
suatu karya sastra dengan sungguh-sungguh, sehingga menimbulkan sikap yang positif terhadapnya.
2.1.3          Hakikat Puisi
                    Puisi adalah karya sastra yang tidak mudah dipahami oleh pembaca. Agar dapat menilai, memahami, dan menikmat sebuah puisi kita terlebih dahulu harus tahu hakikat puisi.
                    Kritikus terkemuka di dunia .A. Ridhards (dalam Wilson Nadeak, 1995 : 32) menyebutkan hakikat puisi ada empat bagian : tema, rasa, nada, dan amanat.
a.       Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subjek- matter yang dikemukakan oleh penyair (Waluyo, 1991 : 106). Dalam  setiap  karangan  karya  sastra  khususnya  puisi  harus  mengandung tema, sekalipun dalam beberapa puisi tema itu agak samar, terlebih pula kalau penyair begitu mahir mempergunakan  Piguratif Languange” dalam karyanya (Tarigan, 1996 : 10).
                    Jadi pada dasarnya tema adalah pokok persoalan atau permasalahan yang terdapat dalam sebuah karya sastra yang disampaikan kepada pembaca.
b.      Rasa
                    Rasa adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya ( Tarigan, 1996 : 11 ).
                    Setiap  manusia   mempunyai  sikap,   pandangan,  dan  watak  tertentu  dalam menghadapi  suatu   persoalan  atau  masalah,   begitu  juga  sikap  para   penyair  dalam
memberikan penilaian terhadap objek yang dijadikan tema dalam sebuah puisi.
                    Dengan demikian, rasa adalah sikap atau pandangan para penyair terhadap  persoalan yang terdapat pada sebuah puisi
c.       Nada
                    Gaya atau cara menulis atau berbicara yang khas. Kadang-kadang nada tulisan mengungkapkan keadaan jiwa atau suasana hati pengarangnya (Sudjiman, 1995 : 54).
                    Pada dasarnya nada adalah sikap penyair dalam mengungkapkan keadaan dirinya atau sikap penyair terhadap pembaca,
d.      Amanat
                    Amanat adalah gagasan yang mendasari karya satra, pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar (Sudjiman, 1995 : 5). Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra dan sekaligus pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar (Suprapto, 1991 : 11).
                    Setiap penyair mempunyai tujuan dengan sajak-sajaknya, baik disadari maupun tidak.  Tujuan ini diungkapkan oleh penyair berdasarkan pandangan hidupnya.
                    Dengan demikian, amanat merupakan landasan dalam setiap karya sastra dan mengandung pesan yang hendak disampaikan penyair kepada pembaca atau pendengar melalui karyanya.
                    Pada dasarnya dari keempat unsur yang disebutkan di atas, tidaklah berdiri sendiri-sendiri melainkan suatu unsur yang saling mengisi antara unsur yang satu dengan unsur lainnya. Keempat-empatnya saling berkaitan dan saling mengkukuhkan dalam keseluruhan sebuah puisi yang sudah jadi dan berhasil. Karena salah satu unsur tersebut tidak ada, maka puisi itu kurang bermakna.
2.2   Gaya Bahasa
2.2.1          Pengertian Gaya Bahasa
                Pengertian gaya bahasa menurut Suparapto (1991 : 32) adalah pemakaian kata-kata  kiasan  dan   perbandingan  yang  tepat  untuk  melukiskan  sesuatu  maksud  guna
membentuk plastis bahasa.
                Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa agar daya ungkap atau daya tarik atau sekaligus kedua-duanya bertambah (Sumardjo, 1994 : 127). Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis / pemakai bahasa ( Keraf, 1991 : 113).
                Sedangkan pengertian gaya bahasa menurut Tarigan (1995 : 5) adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan secara memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
                Dari pendapat tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa dengan menggunakan kata-kata perbandingan, persamaan, dan pertentangan.
                Gaya bahasa yang dipergunakan dalam puisi memiliki bermacam-macam fungsi menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak tawa atau untuk hiasan ( Keraf, 1991 : 129 ).
2.2.2          Macam-macam Gaya Bahasa
Gaya  bahasa  dapat  ditinjau  dari  bermacam-macam  sudut pandangan. Oleh  sebab itu,  sulit  diperoleh kata  sepakat mengenai suatu pembagian  yang  bersifat menyeluruh  dan  dapat  diterima  oleh semua  pihak. Pandangan-pandangan  atau  pendapat - pendapat   tentang   gaya   bahasa   sejauh   ini  sekurang  - kurangnya  dapat
dibedakan, pertama, dilihat dari  segi nonbahasa, dan kedua  dilihat  dari  segi bahasanya sendiri.  Untuk melihat  gaya  secara  luas,  maka pembagian  berdasarkan masalah  nonbahasa  tetap  diperlukan.  Tetapi  untuk  memberi kemampuan  dan  ketrampilan, maka  uraian mengenai gaya dilihat dari aspek kebahasaan akan  lebih  diperlukan (Keraf, 1996 : 115).
a.  Segi  Nonbahasa
Pengikut  Aristoteles menerima  style  sebagai  hasil  dari  bermacam-macam  unsur.  Pada  dasarnya  style dapat  dibagi  atas  tujuh  pokok sebagai berikut:
1)  Berdasarkan  pengarang:  gaya  yang  disebut  sesuai dengan  nama pengarang  dikenal  berdasarkan  ciri  pengenal  yang  digunakan pengarang atau penulis dalam karangannya. Pengarang  yang kuat dapat  mempengaruhi  orang-orang  sejamannya,  atau  pengikut-pengikutnya,  sehingga  dapat  membentuk  sebuah  aliran.  Kita mengenal  gaya Chairil,  gaya Takdir,  dan  sebagainya.
(2) Berdasarkan  Masa: gaya bahasa  yang didasarkan pada masa  dikenal karena  ciri-ciri  tertentu  yang  berlangsung  dalam  suatu  kurun waktu  tertentu. Misalnya  ada gaya lama,  gaya  klasik, gaya sastra modern, dan  sebagainya.
(3) Berdasarkan  Medium:  yang dimaksud dengan medium.adalah  bahasa dalam  arti  alat  komunikasi.  Tiap  bahasa, karena  struktur  dan situasi sosial  pemakainya,  dapat mcmiliki  corak tersendiri. Sebuah karya yang ditulis  dalam bahasa Jerman  akan memiliki  gaya yang berlainan,  bila  ditulis  dalam  bahasa  Indoncsia,  Prancis, atau Jepang. Dengan  demikian  kita  mengenal  gaya  Jerman, Inggris, Prancis, Indonesia, dan  sebagainya.
(4) Berdasarkan  Subyek:  subyek  yang  menjadi  pokok  pembicaraan dalam  sebuah karangan  dapat   mempengaruhi  pula  gaya  bahasa  sebuah  karangan. Berdasarkan
hal ini kita mengenal gaya:  filsafat, ilmiah  (hukum,  teknik,  sastra,  dsb),  populer,  didaktik,  dan sebagainya.
 (5) Berdasarkan Tempat:  gaya  ini  mendapat  namanya, dari lokasi geografis, karena  cici-ciri  kedaerahan mempengaruhi  ungkapan itu, seperti  bahasanya.  Ada gaya Jakarta, gaya.Yogya,  ada gaya Medan,  Ujung  Pandang, dan  scbagainya.
(6) Berdasarkan  Hadirin :   seperti  halnya   dengan  subyek,   maka  hadirin   atau  jenis
      pembaca  juga  mempengaruhi  gaya yang dipergunakan seorang pengarang. Ada  gaya populer  atau  gaya demagog  yang cocok untuk rakyat banyak.  Ada  gaya  sopan  yang  cocok  untuk lingkungan  istana (terhormat). Ada pula gaya intim {familiar)  yang cocok untuk  lingkungan  keluarga atau untuk orang  yang  akrab.
(7)  Berdasarkan Tujuan:  gaya  berdasarkan  tujuan  memperoleh namanya dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, di mana pengarang ingin mencurahkan gejolak emotifnya.  Ada  gaya sentimental,  ada gaya  sarkastik, gaya diplomatis,  gaya agung atau luhur,  gaya  teknis  atau  informasional, dan  ada  gaya  humor.
b.  Segi  Bahasa
                Dalam hal ini penulis membatasi pada segi bahasa. Menurut Gorys Keraf (1991 : 117)  unsur bahasa yang dipergunakan yaitu :
1)      Gaya bahasa berdasarkan pemilihan kata;
2)      Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana;
3)      Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat;
4)      Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
            Dari keempat unsur gaya bahasa di atas tidak akan penulis ungkapkan secara keseluruhan,  tetapi  penulis  akan  mengungkapkan  gaya  bahasa  berdasarkan  struktur
kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
                Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna  merupakan gaya bahasa yang sering  dipergunakan  dalam  karya  sastra oleh penyair. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dan gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, gaya bahasa yang mempersoalkan ketepatan mempergunakan dalam situasi resmi. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa standar. Kedua gaya bahasa ini jarang dipergunakan dalam karya sastra.
1)      Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Struktur  sebuah kalimat  dapat dijadikan  landasan untuk  menciptakan  gaya  bahasa. Yang  dimaksud  dengan  struktur  kalimat  di  sini adalah kalimat  bagaimana  tempat  sebuah  unsur  kalimat  yang  dipentingkan  dalam  kalimat  tersebut. Ada  kalimat  yang bersifat  periodik, bila bagian yang  terpenting  atau gagasan  yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir  kalimat,  Ada kalimat yang bersifat  kendur,  yaitu bila bagian kalimat  yang mendapat penekanan  ditempatkan pada awal kalimat. Bagian-bagian yang kurang  penting  atau  semakin  kurang  penting dideretkan  sesudah bagian  yang  dipentingkan  tadi.  Dan  jenis yang ketiga adalah kalimat berimbang,  yaitu  kalimat  yang mengandung dua bagian  kalimat  atau  lebih  yang  kedudukannya  sama  tinggi  atau sederajat.
                Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat banyak jenisnya, penulis hanya mengungkapkan gaya bahasa epistrofa. Adapun yang dimaksud dengan gaya bahasa epistrofa menurut Gorys Keraf (1991 : 128) adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan.
                Dijelaskan oleh Panuti Sudjiman (1995 : 29) gaya bahasa epistrofa adalah gaya bahasa ulangan kata pada akhir atau suku kalimat yang berurutan untuk mencapai efek tertentu.
                Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa gaya bahasa epistrofa adalah  gaya bahasa perulangan kata atau  kalimat pada akhir baris secara beurutan untuk mencapai sesuatu.
2)      Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya  bahasa berdasarkan makna  diukur  dari  langsung  tidaknya makna,  yaitu  apakah  acuan  yang  dipakai  masih  mempertahankan  makna  denotatifnya  atau sudah
ada penyimpangan. Bila  acuan yang digunakan  itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa  itu masih  bersifat polos. Tetapi  bila  sudah ada perubahan makna, entah berupa  makna  konotatif  atau  sudah menyimpang  jauh  dari  makna denotatifnya,  maka  acuan itu  dianggap sudah memiliki  gaya sebagai yang  dimaksudkan  di  sini.
                Gaya  bahasa berdasarkan  ketidaklangsungan makna  ini  biasanya disebut sebagai  trope  atau figure of  speech. Istilah  trope  sebenarnya  berarti "pembalikan"  atau  "penyimpangan". Kata  trope  lebih  dulu  populer sampai dengan abad XVIII.  Karena  ekses  yang  terjadi  sebelumnya, trope  dianggap  sebagai penggunaan  bahasa yang indah  dan menyesatkan.  Sebab  itu,  pada abad XVIII  istilah  itu  mulai  diganti  dengan figure  of speech.
                Gaya bahasa yang termasuk ke dalam gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna adalah gaya bahasa aliterasi dan gaya bahasa asonansi.
a)      Gaya Bahasa Aliterasi
                Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama, biasa untuk hiasan atau untuk penekanan ( Keraf, 1991 : 130 ). Aliterasi adalah jenis gaya bahasa yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya  ( Tarigan, 1995 : 181 ).
b)      Gaya Bahasa Asonansi
                    Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama (Keraf, 1991 : 130).
                    Asonansi adalah jenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama, untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan (Tarigan, 1995 : 182).
                    Dijelaskan pula oleh Panuti Sudjiman (1990 : 10) asonansi adalah gaya bahasa ulangan bunyi vokal pada kata yang berurutan tanpa disertai ulangan bunyi konsonan. Pada dasarnya gaya bahasa aliterasi dan gaya bahasa asonansi adalah gaya bahasa perulangan fonem secara berurutan.
2.3      Menulis
        2.3.1  Hakikat Menulis 
                Pemahaman terhadap hakikat menulis akan mempermudah pemahaman terhadap materi materi menulis yang akan kita ajarkan kepada siswa. Seorang pendidik harus mempelajari mengenai hakikat menulis. Untuk dapat mengajarkan menulis, terlebih dahulu harus memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan menulis.  
                Dengan memahami hakikat menulis, kita akan mendapat gambaran yang konkret mengenai langkah-langkah yang dapat kita lakukan dalam pembelajaran menulis. Jadi, dengan memahami hakikat menulis, kita akan lebih lancar dalam melaksanakan tugas mengajar menulis khususnya, dan mengajar bahasa Indonesia pada umumnya.
        2.3.2   Pengertian Menulis
                Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang  menggambarkan suatu  bahasa yang dipahami seseorang, sehingga
orang   lain  yang   dapat  membaca   lambang-lambang  grafik   tersebut   kalau  mereka
memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan, 1996 : 21)
                Pendapat di atas menunjukkan, bahwa dengan tulisan, dapat terjadi komunikasi antara penulis dan pembaca. Hal ini dapat terjadi apabila penulis dan pembaca memahami lambang-lambang grafik yang dipergunakan untuk menulis tersebut. Misalnya seseorang dapat dikatakan sedang menulis huruf Latin, kalau dia memahami lambang  grafik  dari  huruf Latin.  Demikian pula,  seseorang  dapat  dikatakan  sedang
menulis huruf Arab, kalau dia memahami lambang grafik dari huruf Arab, dan lain sebagainya. Tetapi tidak dapat dikatakan seseorang sedang menulis huruf Latin dan huruf Arab, kalau dia tidak memahami lambang grafik dari kedua huruf tersebut. Dalam hal ini dia hanya sedang melukis huruf Latin dan melukis huruf Arab.
                Dengan demikian, jelaslah bahwa antara menulis dan melukis lambang grafik sangat berbeda. Orang yang menulis, bukan hanya dapat melukiskan lambang-lambang grafik bahasa tertentu, tetapi dia harus memahami makna dari lukisan dari lambang-ambang grafik tersebut. Sedangkan orang yang melukis lambang-lambang grafik tidak dituntut harus memahami arti dari lambang-lambang grafik yang dilukiskannya, karena lukisan bukan untuk dibaca oleh orang lain, melainkan untuk dinikmati keindahannya.
2.3.3   Peranan Menulis
              Fungsi utama menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Penulis dan pembicara dapat berkomunikasi melalui tulisan. Oleh karena itu,  pada prinsipnya hasil menulis (tulisan) yang paling utama ialah dapat menyampaikan pesan penulis kepada pembaca, sehingga pembaca memahami maksud penulis yang dituangkan dalam tulisannya.
                Mengingat proses komunikasi ini dilakukan secara tidak langsung, tidak melalui tatap  muka  antara  penulis  dan  pembaca,  dan  agar tulisan itu  berfungsi sebagaimana
yang diharapkan oleh penulis, maka isi tulisan, serta lambang grafik yang dipergunakan harus benar-benar dipahami baik oleh penulis ataupun pembacanya. Apabila tidak demikian, tidaklah mungkin tulisan itu berfungsi sebagai alat komunikasi, melainkan hanya sebagai lukisan saja.
                Hal tersebut di atas, sangat berkaitan erat dengan tujuan menulis. Hugo Hartig (dalam Muchlisoh, 1992 :255) mengemukakan tujuan menulis sebagai berikut :
a.       Assigment purpose (tujuan penugasan)
Penulis tidak mempunyai tujuan, untuk apa dia menulis. Penulis hanya menulis, tanpa mengetahui tujuannya. Ia menulis karena mendapat tugas, bukan atas kemauan sendiri. Misalnya siswa ditugaskan merangkum sebuah buku atau seorang guru disuruh membuat laporan oleh kepala sekolahnya.
b.      Altruistic purpose(tujuan altruistik)
Penulis bertujuan menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Penulis harus berkeyakinan, bahwa pembaca adalah ”teman” hidupnya. Sehingga penulis benar-benar dapat mengkomunikasikan suatu ide atau gagasan bagi kepentingan pembaca, dengan cara tujuan altruistik dapat terapai.
c.       Persuasive purpose (tujuan persuasif)
Penulis bertujuan mempengaruhi pembaca, agar para pembaca yakin akan kebenaran ide atau gagasan yang dituangkan atau diutarakan oleh penulis. tulisan semacam ini banyak dipergunakan oleh para penulis untuk menawarkan sebuah produksi barang dagangan, atau dalam kegiatan politik.
d.      Informational purpose (tujuan informasional atau tujuan penerangan
Penulis menuangkan ide atau gagasan dengan tujuan memberi informasi atau keterangan kepada pembaca. Di sini penulis berusaha menyampaikan informasi agar pembaca menjadi tahu mengenai apa yang diinformasikan oleh penulis.
e.      Self exprssive purpose (tujuan pernyataan diri)
Penulis berusaha untuk memperkenalkan atau menyatakan dirinya sendiri kepada para   pembaca.  Dengan  melalui  tulisannya,   pembaca  dapat   memahami  “siapa” sebenarnya sang penulis itu.
f.        Creative  purpose (tujuan kreatif)
Penulis bertujuan agar para pembaca dapat memiliki nilai-nilai artistic atau nilai-nilai kesenian dengan membaca tulisan si penulis. Di sini penulis bukan hanya memberikan informasi,  melainkan  lebih dari itu.  Dalam  informasi yang  disajikan  oleh  penulis, para pembaca bukan hanya sekedar tahu apa yang disajikan oleh penulis, tetapi juga merasa terharu membaca tulisan tersebut.
g.       Problem Solving purpose (tujuan pemecahan masalah)
Penulis berusaha memecahkan suatu  masalah yang dihadapi. Dengan tulisannya, penulis berusaha memberi kejelasan kepada para pembaca tentang bagaimana cara pemecahan suatu masalah.
Jadi, tujuan menulis yaitu untuk memenuhi tugas, menyenangkan para pembaca, mempengaruhi pembaca, memberi informasi atau keterangan, memperkenalkan diri pada pembaca, dapat memiliki nilai-nilai artistik , dan berusaha memecahkan suatu  masalah yang dihadapi.
2.3.4   Jenis-Jenis Menulis
                Jenis menulis yang diajarkan di sekolah menengah yang ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah (1) menulis prosa, (2) menulis surat, (3) menulis formulir, (4) menulis iklan, (5) menulis poster, (6) menulis pengumuman, (7) menulis teks pidato, (8) menulis laporan, (9) menulis puisi, (10) menulis kerangka karangan, (11) menulis karangan, dan sebagainya (Depdikbud, 2006 : 12)
                Dari semua jenis tulisan di atas, bila diklasifikasikan ke dalam ciri-cirinya yang sama,  maka dapat dibagi atas empat jenis, yaitu tulisan narasi, tulisan eksposisi, tulisan deskripsi, dan tulisan argumentasi (Semi, 2007 : 53)
2.4      Tujuan dan Kedudukan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam  Kurikulum  Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP
2.4.1          Pengertian Strategi Belajar Mengajar
                    Strategi  berasal  dari  kata Yunani  strategia  yang  berarti  “ilmu  perang”  atau panglima perang”. strategi adalah suatu seni merancang operasi di dalam peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang angkatan darat atau laut (Hornby dalam Hidayat, 1994 : 1).
Strategi  belajar mengajar atau teknik  penyajian  pelajaran  adalah  suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur (Roestiyah, 2001 : 1). Strategi itu sebagai suatu teknik yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan (Anthony  dalam  Hidayat,  1994 : 1). 
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar dengan  efektif dan efisien,  mengena pada  pada tujuan yang  diharapkan. Salah  satu langkah  untuk memiliki  strategi  itu  ialah  harus  menguasai  teknik-teknik penyajian, atau disebut metode mengajar.
Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat di tangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik. Metode mengajar atau  teknik penyajian  yang  digunakan guru  bertujuan  untuk  menyampaikan informasi atau pesan lisan kepada siswa untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampalan serta sikap.
Subana dan Sunarti memberikan pengertian strategi pembelajaran sebagai berikut.
1)      Pola umum atau karakteristik abstra dari rentetan perbuatan pengajar dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar (KBM);
2)      Rencana menyeluruh mengenai perbuatan pembelajaran yang serasi bagi pencapaian tujuan pengajaran (strategies of instruction);
3)      Rancangan atau pola yang digunakan untuk menentukan proses pembelajaran, merancang materi pelajaran, dan memandu pengajaran di kelas (models of teaching);
4)      Pola umum kegiatan peserta didik yang menggambarkan proses penentuan atau penciptaan situasi tertentu dalam perwujudan kegiatan pembelajaran sehingga terjadi perubahan tingkah laku.
Sedangkan menurut Winataputra (2001) strategi pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan beerfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar pada hakikatnya  adalah  melakukan  kegiatan  belajar  sehingga  proses  pembelajaran  dapat
berlangsung secara efektif dan efesien.
Ada empat strategi dasar dalam proses pembelajaran :
1)      Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perbahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagai mana yang diharapkan;
2)      Memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan  pandangan hidup masyarakat;
3)      Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh pengajar dalam menunaikan tugas mengajarnya;
4)      Menetapkan  norma-norma  dan  batas   minimal  kebeerhasilan  atau   kriteria  serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
2.4.2          Proses Belajar Mengajar
Secara umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dan anak didik dengan bahan pelajaran sebagai perantaranya.  Guru yang mengajar dan anak
didik yang belajar.  Maka  guru  yang  menciptakan  lingkungan  belajar  bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring ke dalam lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berusaha mempengaruhi gaya belajar anak didik. Tetepi di sini gaya mengajar guru lebih dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik. Gaya-gaya belajar menurut Muhammad Ali (1992 : 59 ), dapat dibedakan ke dalam empat macam, yaitu gaya mengajar klasik, gaya mengajar teknologis, gaya mengajar personalisasi, dan gaya mengajar instruksional.
                Dalam kegiatan  belajar  mengajar,  pendekatan  yang gunakan  guru  ambil akan
menghasilkan kegiatan anak didik yang bermcam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual   dengan   segala   persamaan   dan   perbedaan. Guru  yang  menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua pendekatan itu lahirlah kegiatan belajar mengajar yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar mengajar. Hasil belajar yang dihasilkan dari penggunaan metode ceramah tidak sama dari  hasil  pengajaran  yang  menggunakan  metode  tanya  jawab  atau metode  diskusi.
Begitu pula dengan hasil  pengajaran  yang  dihasilkan dari penggunaan  metode problem solving berbeda dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode resitasi.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan metode akan mempengaruhi keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar. Penerapan metode yang cocok atau tepat hasil yang diharapkan dan tujuan yang telah direncanakan dari proses pembelajaran akan berhasil dengan baik sesuai yang diharapkan.
2.4.3          Perencanaan Pembelajaran
Kegiatan seorang pengajar atau pendidik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu harus direncakan pembelajaran tersebut. Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajaran itu dapat dicapai sesuai dengan yang telah direncanakan. Dalam menentukan materi pokok/pembelajaran harus dipertimbangkan:
a.       relevansi materi pokok dengan Standar Kompetnsi dan Kompetensi Dasar;
b.      tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik;
c.       kebermanfaatan bagi peserta didik;
d.      struktur keilmuan;
e.      kedalaman dan keluasaan materi;
f.        relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
g.       alokasi waktu.
2.4.4          Program Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
                    Program pembelajaran merupakan satu rangkaian yang saling berhubungan dan saling menunjang  antara  keseluruhan  komponen di dalam  pengajaran  seperti  tujuan, bahan, pengajaran, kegiatan belajar mengajar, metode/media/sumber dan evaluasi (Sudirman, 2002 : 42).
2.4.5          Tujuan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
1)      Siswa mampu memahami wacana  lisan berbentuk laporan
2)      Siswa mampu megungkap berbagai informasi melalui wawancara dan presentasi laporan
3)      Siswa mampu memahami ragam wacana tulis dengan membaca memindai, membaca cepat
4)      Siswa mampu mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas, dan petunjuk
5)      Siswa mampu mengapresiasi pementasan drama
6)      Siswa mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bermain peran
7)      Siswa mampu memahami teks drama dan novel remaja
8)      Siswa mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan menulis kreatif naskah drama
9)      Siswa mampu memahami isi berita radio/televisi
10)   Siswa mampu mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler
11)   Siswa mampu memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring
12)   Siswa mampu mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster
13)   Siswa mampu memahami unsur intrinsik novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
14)   Siswa mampu mengapresiasi kutipan novel remaja (asli atau terjemahan) melalui kegiatan diskusi
15)   Siswa mampu memahami novel remaja (asli atau terjemahan) dan antologi puisi
16)   Siswa mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas
2.5     Cakupan Bahan Pembelajaran Bahasa Sastra Indonesia
2.5.1          Bahan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas VIII Semester 1
o   Meng­­­ana­lisis laporan
o   Me­nang­gapi isi laporan
o   Ber­wa­wan­­cara de­ngan nara­sumber dari berbagai kalangan dengan perhatikan etika ber­wawancara
o   Menya­mpaikan laporan se­cara lisan dengan ba­hasa yang baik dan benar
o   Mene­mu­kan infor­masi seca­ra cepat dan tepat dari ensik­lopedi/Bu­­­ku tele­pon de­ngan mem­baca me­mindai
o   Mendeskripsikan tem­pat atau arah dalam kon­teks yang se­benarnya se­suai de­ngan yang tertera dalam denah
o   Menyim­pul­kan isi suatu teks dengan membaca ce­pat 250 kata per menit
o   Menulis laporan de­ngan baha­sa yang ba­ik dan benar
o   Menulis surat dinas berkenaan de­ngan kegi­atan sekolah dengan sis­te­matika yang tepat dan bahasa baku
o   Menulis petunjuk me­lakukan sesu­atu dengan urutan yang tepat dan meng­guna­kan bahasa yang efektif
o   Menang­­gapi unsur pementasan naskah dra­ma
o   Menge­valu­asi pemeran tokoh dalam pementasan drama
o   Bermain peran sesuai dengan nas­kah yang di­tulis siswa
o   Bermain pe­ran dengan cara impro­vi­sasi sesuai de­ngan  ke­rangka nas­kah yang di­tulis
o   Mengiden­tifikasi unsur intrinsik teks drama
o   Membuat sinopsis no­vel remaja Indonesia
o   Menulis kreatif nas­kah drama sa­tu babak dengan mem­perhatikan keaslian ide
o   Menulis kreatif nas­kah drama sa­tu babak de­ngan mem­perhatikan ka­idah penu­lisan naskah drama
2.5.2          Bahan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas VIII Semester 2
o   Mene­mu­kan pokok-pokok berita (apa, siapa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaima­na) yang di­dengar atau ditonton me­lalui radio/te­levisi
o   Mengemu­kakan kem­ba­li berita yang dide­ngar/ditonton melalui radio/ televisi
o   Menyam­paikan perse­tujuan, sang­gahan, dan penolakan pendapat da­lam diskusi disertai de­ngan bukti atau alasan
o   Membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun
o   Menemu­kan masalah utama dari berbagai beri­ta yang ber­topik sama melalui mem­baca eks­ten­sif
o   Menemu­kan informasi untuk bahan diskusi mela­lui membaca intensif
o   Membaca­kan teks beri­ta dengan in­tonasi yang tepat serta ar­tikulasi dan volume suara yang jelas
o   Menulis rangkuman buku ilmu pe­ngetahuan po­puler
o   Menulis teks berita secara sing­kat, padat, dan jelas
o   Menulis slogan/poster untuk berba­gai keperluan dengan pi­lih­an kata dan kalimat yang bervariasi, serta per­sua­sif
o   Mengiden­tifikasi karak­ter tokoh no­vel remaja (asli atau ter­jemahan) yang dibaca­kan
o   Menjelas­kan tema dan latar novel remaja (asli atau terje­mah­an) yang dibacakan
o   Mendes­kripsikan alur novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
o   Mengo­men­tari ku­tipan novel remaja (asli atau terje­mah­an)
o   Menang­gapi hal yang menarik dari  kutipan novel remaja (asli atau terje­mah­an)
o   Menjelas­kan alur ceri­ta, pelaku, dan latar no­vel (asli atau terjemahan)
o   Mengenali ciri-ciri umum puisi dari bu­ku antologi puisi
o   Menulis puisi bebas dengan mengguna-kan pilihan kata yang sesuai
o   Menulis puisi bebas dengan mem­perhatikan un­sur persa­jakan
2.6     Cakupan  Bahan Pembelajaran Sastra Indonesia
2.6.1      Bahan Pembelajaran Sastra Indonesia Kelas VIII Semester 1
1)        Menang­­gapi unsur pementasan naskah dra­ma
2)        Menge­valu­asi pemeran tokoh dalam pementasan drama
3)        Bermain peran sesuai dengan nas­kah yang di­tulis siswa
4)        Bermain pe­ran dengan cara impro­vi­sasi sesuai de­ngan ke­rangka nas­kah yang di­tulis oleh sis­wa
5)        Mengiden­tifikasi unsur intrinsik teks drama
6)        Membuat sinopsis no­vel remaja Indonesia
7)        Menulis kreatif nas­kah drama sa­tu babak dengan mem­perhatikan keaslian ide
8)        Menulis kreatif nas­kah drama sa­tu babak de­ngan mem­perhatikan ka­idah penu­lisan naskah drama
2.6.2      Bahan Pembelajaran Sastra Indonesia Kelas VIII Semester 2
1)        Mengiden­tifikasi karak­ter tokoh no­vel remaja (asli atau ter­jemahan) yang dibacakan
2)        Menjelas­kan tema dan latar novel remaja (asli atau terje­mah­an) yang dibacakan
3)        Mendes­kripsikan alur novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
4)        Mengo­men­tari ku­tipan novel remaja (asli atau terje­mah­an)
5)        Menang­gapi hal yang menarik dari  kutipan novel remaja (asli atau terje­mah­an)
6)        Menjelas­kan alur ceri­ta, pelaku, dan latar no­vel (asli atau terjemahan)
7)        Mengenali ciri-ciri umum puisi dari bu­ku antologi puisi
8)        Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai
9)        Menulis puisi bebas dengan mem­perhatikan un­sur persa­jakan
Pembelajaran sastra pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra berkait erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran dan daya hayal, serta kepekaan  terhadap  masyarakat,  budaya,  dan lingkungan hidup. Untuk  memahami dan menghayati karya sastra siswa diharapkan langsung membaca karya sastra bukan membaca ringkasannya.
                Penjabaran menfaat mengenai pembelajaran sastra sangat baik untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan penghargaan terhadap karya sastra. Dengan mempelajari
dan mengajarkan karya sastra tentu membawa manfaat banyak sekali bahkan Semi (1998 : 194) mengatakan bahwa manfaat mempelajari sastra itu diantaranya :
1)      Untuk menunjang keterampilan berbahasa;
2)      Meningkatkan pengetahuan sosial budaya;
3)      Mengembangkan rasa karsa, dan
4)      Pembentukan watak dan kepribadian.
Dengan demikian, manfaat mempelajari karya sastra akan menunjang dan menumbuhkan sikap positif terhadap karya sastra yang ditandai oleh kehendak untuk terus menerus  menggali pengalaman  dan pengetahuan  dari karya sastra.  Dengan sikap
yang demikian itu akan menumbuhkan keyakinan bahwa, melalui karya sastra akan menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupannya.
2.7   Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontektual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Siregar, 2010 : 117). Dengan demikian,  siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal dalam memecahkan masalah kehidupannya di lingkungan masyarakat.
Konteks dalam pengertian pembelajaran kontekstual mempunyai makna lebih dari sekedar keterkaitan lingkungan fisik tertentu pada waktu tertentu. Konteks dalam pengertian pembelajaran kontektual, mencakup juga konteks mental dan emosional tiap individu, konteks sosial dan konteks kultural. Dengan demikian, pengertian kontektual mempunyai makna yang lebih luas dibandingkan dengan pembelajaran yang aplikatif. Pembelajaran yang aplikatif mengandung pengertian bahwa sesuatu yang dipelajari siswa di sekolah dapat diaplikasikan pada situasi yang berbeda, misalnya pada konsep yang berbeda, mata pelajaran yang berbeda, atau juga dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang kontekstual mengandung makna bahwa kegiatan belajar mempertimbangkan semua unsur terkait yang mempengaruhi proses belajar anak. Pembelajaran kontekstual bukan hanya memperhatikan aplikasi tetapi juga pemanfaatan segala sumber daya yang ada dalam konteks untuk mendukung belajar.
BAB III
3.1          Metode dan Teknik Penelitian
Metode penelitian yang dipakai penulis adalah metode eksperimen, yaitu kegiatan percobaan untuk melihat sesuatu hasil. Eksperimen ini digunakan untuk mengetahui keefektifan penulisan puisi melalui pembelajaran kontekstual komponen pemodelan yang pada akhirnya akan diketahui ada atau tidaknya pengaruh teknik ini dalam pembelajaran puisi.
Teknik penelitian yang digunakan yaitu:
1)      Uji coba pembelajaran. Teknik ini diberikan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran puisi dengan menggunakan teknik menulis puisi pembelajaran kontekstual kompenen pemodelan.
2)      Tes tertulis berupa tes tulis. Tujuannya yaitu untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan.
3.2  Populasi dan Sampel
Populasi 
Populasi adalah  keselurahan  subjek  penelitian (Arikunto, 1993 : 102 )   Sedangkan   menurut   pendapat  Ali  (1993 : 102)   bahwa   populasi   adalah  subjek  atau kelompok subjek yang dipilih untuk mewakili seluruh anggota kelompok (dalam ukuran yang lebih besar) yang menjadi sasaran generalisasi dari simpulan yang diperoleh.
Dalam suatu penelitian diperlukan usaha-usaha untuk mengumpulkan data yang dapat mendukung  pemecahan  masalah. Oleh karena itu, dalam suatu penyelidikan  akan dihadapkan   pada   masalah   populasi,   sebab   dalam   pengkajian   masalah   senatiasa berhubungan dengan kelompok subjek, baik manusia, gejala nilai tes,  ataupun peristiwa.
Sampel 
Sampel merupakan sebagian yang diambil dari sebuah populasi, bagian tersebut mewakili segala sifat populasi. Sampel adalah sebagian dari kelompok yang mewakili kelompok besar (Ali, 1993 : 45). maka dari jumlah populasi 112 orang, maka sampel penelitian diambil 36 % dari populasi atau 36/100 x 112  = 40 orang, kelas VIII A.
3.3    Persiapan Pembelajaran 
Merencanakan kegiatan belajar mengajar adalah merupakan langkah penting yang harus ditempuh oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Persiapan pembelajaran ini tentunya akan dapat dirasakan keuntungannya baik oleh guru  maupun siswa.  Rencana  persiapan  pembelajaran ini pun merupakan suatu  tugas
atau pekerjaan yang sistematis yang menuju pada keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu,  bagi setiap guru menyusun  rencana pelaksanaan pembelajaran  adalah suatu hal yang sangat penting. Begitu pula halnya dengan  rencana  pelaksanaan  pembelajaran menulis puisi dari sebuah lagu ”Matahariku” karya Agnes Monica.
Perumusan Tujuan 
Merumuskan tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam mempersiapkan proses pembelajaran. Oleh sebab itu, terlebih dahulu merumuskan tujuan pembelajaran puisi untuk dijadikan tolok ukur pencapaian hasil belajar.
Rumusan tujuan yang penulis pilih adalah rumusan pada silabus SMP/ 2006 sesuai dengan proses pembelajaran yang penulis laksanakan. Adapun rumusan tersebut adalah  Siswa mampu menulis, mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi”
Rumusan tujuan di atas merupakan perumusan tujuan yang bersifat umum dan sebagai pedoman untuk menyusun tujuan pembelajaran secara khusus. Adapun tujuan pembelajaran itu adalah ” Siswa dapat menulis sebuah puisi  melalui sebuah lagu”.
Demikianlah perumusan tujuan yang penulis terapkan dalam pembelajaran menulis puisi dari sebuah lagu ”Matahariku” karya Agnes Monica.
Pemilihan Bahan 
 Pemilihan bahan yang bahan dijadikan materi pembelajaran, penulis berpedoman  pada  kriteria-kriteria  pemilihan  bahan  yang  dikemukakan  oleh Hidayat
 (1994 : 71) sebagai berikut.
1)      Bagian-bagian yang sering digunakan;
2)       Bagian-bagian yang paling berguna;
3)      Bagian-bagian yang paling mudah mengajarkannya.
Dikemukakan pula oleh Audrey dan Howard Nicholas (dalam Hidayat, 1995 : 93),  kriteria-kriteria pemilihan bahan sebagai berikut.
1)      Isi pelajaran hendaknya cukup valid,  artinya kebenaran materi tidak disangsikan lagi dan dipahami untuk mencapai tujuan;
2)      Bahan yang diberikan haruslah cukup berarti atau bermanfaat. Hal ini berhubungan dengan keluasan dan kedalaman bahan;
3)      Bahan hendaknya menarik;
4)      Bahan hendaknya berada dalam batas-batas kemampuan anak untuk mempelajarinya.
Pelaksanaan Pembelajaran Puisi 
Tahap pelaksanaan pembelajaran merupakan lanjutan dari tahap persiapan. Pelaksanaan pembelajaran juga merupakan suatu kegiatan guru  menyampaikan bahan pembelajaran kepada siswa dalam situasi tertentu. Di dalam proses pembelajaran dituntut adanya tiga komponen penting, yakni komponen guru, bahan pengajaran, dan siswa. Dari ketiga  komponen  tersebut  harus  mutlak  ada  dalam  pelaksanaan   pembelajaran,  atau dengan kata lain dalam proses belajar mengajar.
Bahan pembelajaran yang disampaikan kepada siswa adalah keterampilan menulis puisi melalui pembelajaran kontekstual pemodelan. Adapun yang disajikan objek penelitiannya adalah siswa kelas VIII  SMP Rumusan tujuan yang penulis pilih adalah rumusan pada silabus SMP 2006 sesuai dengan proses pembelajaran yang penulis laksanakan. Adapun rumusan tersebut adalah  Siswa mampu menulis, mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi”
Rumusan tujuan di atas merupakan perumusan tujuan yang bersifat umum dan sebagai pedoman untuk menyusun tujuan pembelajaran secara khusus. Adapun tujuan pembelajaran itu adalah ” Siswa dapat menuliskan sebuah puisi  melalui sebuah lagu”. Adapun untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan tersebut diadakan evaluasi, baik evaluasi awal maupun evaluasi akhir.
Apersepsi
Dalam setiap melakukan pembelajaran idealnya didahului dengan melakukan apersepsi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk pengenalan, yaitu penyelarasan materi yang telah diberikan dengan materi yang akan diberikan atau disampaikan  sehingga pada diri
siswa ada persiapan untuk menerima materi yang baru. Dengan demikian, guru akan dapat dengan mudah melaksanakan pemberian materi pembelajaran kepada siswa.
Penyajian Bahan
Setelah pelaksanaan tes awal, kegiatan selanjutnya adalah menyajikan bahan pelajaran. Penyajian bahan ini penulis laksanakan dengan menggunakan teknik menulis puisi melalui sebuah lagu. Penyajian bahan ini berlangsung 50 menit dan pada waktu pelaksanaan penyajian bahan ini diikuti oleh semua siswa yang ada di kelas VIII A.
Pelaksanaan penyajian bahan ini, dimulai dengan pengertian, hakikat puisi, dan bagaimana cara memahami sebuah puisi. Setelah itu diadakan tanya jawab tentang puisi ”Matahariku” milik Agnes Monica dan dilanjutkan dengan diskusi kelas. Sebagai kegiatan akhir guru memberikan penguatan bahan yang telah didiskusikan siswa dan menguasaan siswa sesuai dengan bahan yang telah disajikan.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari uraian di muka, mengenai keterampilan menulis puisi melalui pembelajaran komponen pemodelan terutama yang menyangkut analisis terhadap komponen kegiatan pembelajaran dan angket yang disebarkan kepada siswa dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1)       Proses pembelajaran komponen pemodelan dalam keterampilan menulis puisi berlangsung baik, hal ini dapat dilihat dalam pembelajaran puisi tersebut siswa mengikuti dengan sungguh-sungguh, baik pada saat tes awal maupun pada saat tes akhir berlangsung..
2)       Penerapan keterampilan menulis puisi melalui pembelajaran komponen pemodelan sangat efektif  dalam mengajarkan puisi, hal ini dapat dijadikan pertimbangan untuk pembelajaran puisi pada masa yang akan datang.
3)       Siswa  kelas VIII SMP dalam pembelajaran puisi sudah mampu atau terampil menulis puisi melalui pembelajaran komponen pemodelan. Hal ini dapat ditunjukkan melalui  hasil tes awal dan tes akhir. 
5.1         Saran-saran
Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian, dan untuk menanamkan kecermatan siswa dalam keterampilan menulis puisi, berikut ini penulis mengajukan beberapa saran yang berhubungan dengan pembelajaran menulis puisi melalui pembelajaran komponen pemodelan di SMP .
1)      Dalam pembelajaran menulis puisi,  guru hendaknya berupaya membangkitkan daya apresiasi siswa dengan memilih teknik yang tepat.
2)      Sebelum menugaskan siswa untuk menulis puisi, guru hendaknya terlebih dahulu memberi contoh bagaimana cara menulis puisi yang baik.
3)      Guru yang mengajarkan puisi idealnya guru yang memiliki keahlian dalam mengapresiasi  puisi,  atau  paling  tidak  memiliki  minat yang cukup baik terhadap karya sastra puisi.
4)      Guru harus dapat memotivasi siswa agar menyenangi terhadap karya sastra. Karena dengan jalan menyenangi karya sastra, pada akhirnya siswa akan dapat memahami, menghayati dan menikmati karya sastra itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Situmorang, B.P. 1993. Puisi dan Metode Pengajarannya. Ende Flores : Nusa Indah.
Semi, Atar. 1998. Anatomi Sastra. Padang : Angkasa Raya.
Sudjana,  Nana.  1995. Tuntunan  Penyusunan  Karya  Ilmiah.   Bandung   :  Sinar  Baru
                Argenisindo.
Sudjiman, Panuti.. 1995.  Kamus Istilah Sastra.  Jakarta  :  Universitas Indonesia.
Sumardjo, Jakob dan K.M. Saini. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.
Ali, Mohamad.  1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung : Angkasa
Esten, Mursal. 1997. Sepuluh Peetunjuk dalam Memahami dan Membaca Puisi. Padang : Angkasa Raya.
Hidayat,  Kosadi. 1994. Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam  Pengajaran Bandung  :  Alfabeta.
Keraf, Gorys.. 1991.  Diksi dan Gaya Bahasa.  Jakarta  : Gramedia..
Nadeak, Wilson.  1995.  Pengajaran   Apresiasi   Puisi  untuk   Sekolah  Lanjutan  Atas.
             Bandung
Tarigan, HG. 1996. Membaca dalam Kehidupan. Bandung : Angkasa.

No comments:

Post a Comment