Friday, June 13, 2014

Al Quran di Masa Rasulullah



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat kami rampungkan tepat pada waktunya.
Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Agama Islam. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai Al Quran di Masa Rasulullah.
Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada guru pengajar kami yang telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.
Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.

Penyusun

BAB  I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Kitab Suci Al-Qur’an membawa berkat dalam hati manusia yang menjadikannya menganut suatu agama yang benar serta menjadikan dirinya sebagai pewaris dari rahmat Ilahi.
Pada masa permulaan Al-Qur’an masih diturunkan, Nabi Muhammad SAW melarang menulis hadits karena dikhawatirkan akan bercampur dengan penulisan Al-Qu’ran. Pada masa itu, di samping menyuruh menulis Al-Qur’an, Nabi Muhammuad SAW juga menyuruh menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an.
            Jumhur Ulama  berpendapat bahwa hadits Nabi Muhamma SAW yang melarang penulisan hadits tersebut sudah dinaskh dengan hadits-hadits lain yang mengizinkannya.
            Walaupun beberapa sahabat sudah ada yang menulis hadits, namun hadits masih belum dibukukan sebagaimana Al-Qur’an. Keadaan demikian ini berlangsung sampai akhir Abad I H. Umat Islam terdorong untuk membukukan hadits setelah agama Islam tersiar di daerah-daerah yang berjauhan bahkan banyak di antara mereka yang wafat.
            Menurut pendapat yang populer di kalangan ulama hadits, yang pertama-tama menghimpun hadits serta membukukannya adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, kemudian diikuti oleh ulama-ulama di kota-kota besar yang lain.
            Penulisan dan pembukuan hadits Nabi SAW ini dilanjutkan dan disempurnakan oleh ulama-ulama hadits pada abad berikutnya, sehingga menghasilkan kitab-kitab yang besar seperti kitab al-Muwaththa’, Kutubus Sittah dan lain sebagainya.
2.         Rumusan Masalah
I.          Al Quran
2.         Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah. S.A.W
3.         Ayat-ayat yang Mula-mula Diturunkan
4.         Hari Penghabisan Turun Al Quran dan Tempatnya
5.         Ayat yang Terakhir Diturunkan
6.         Bukti-bukti Kesejarahan
7.         Upaya Pemeliharaan Otentisitas Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah
8.         Pengumpulan Al-Qur’an dalam dada berupa penghafalan oleh para    sahabat




BAB  II
PEMBAHASAN

I.             Al Quran
Al-Qur’an Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukzizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad s.a.w. untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah s.a.w. menyampaikan Al-Qur’an itu kepada para sahabatnya  – orang-orang Arab asli – sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka. Apabila mereka mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka menyakan kepada Rasulullah s.a.w.
Rasulullah s.a.w. tidak mengizinkan para sahabat menuliskan sesuatu dari dia selain Al-Qur’an, karena ia khawatir Al-Qur’an akan tercampur dengan yang lainnya.
Sekalipun sesudah itu Rasulullah s.a.w. mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadis, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah s.a.w., di masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.
Al-Qur’an Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. Sebagaimana Firman Allah ta’la yang berbunyi :
 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”[1](QS 15:9)
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Qur’an, jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Qur’an tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah s.a.w., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi s.a.w.
Jadi, yang menjadi pertanyaan di sini adalah bagaimana sebenarnya keadaan al-Qur’an itu sendiri pada masa Rasulullah s.a.w., dalam upayanya untuk menyelamatkan kemurnian (keotentikan) kitab suci tersebut?
2.         Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah. S.A.W
Setiap kali ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah saw., beliau segera menyampaikannya kepada para sahabatnya seperti yang telah beliau terima dari malaikat Jibril, tanpa perubahan, pengurangan dan penambahan sedikit pun. Disamping itu, Rasulullah saw juga menganjurkan kepada para sahabat yang telah menerimanya untuk menyampaikannya lagi kepada para sahabat lain yang belum mendengarnya secara langsung dari beliau, terutama kepada para anggota keluarga mereka, para tetangga dan handai tolan yang telah memeluk Islam, sesuia sabda beliau:
بَلِغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَة
“sampaikanlah apa saja yang telah kalian peroleh dari aku, walaupun satu ayat.”
Melalui cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw itu, maka semua ayat al-Qur’an dan seluruh ajaran yang terkandung di dalamnya dapat diketahui dan diamalkan oleh para sahabat secara merata meskipun  tidak semua mereka pernah mendengarnya secara langsung dari beliau. Bahkan setelah semua ayat al-Qur’an diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari atau tepatnya menjelang beliau wafat semua ajaran al-Qur’an itu telah diimani dan diamalkan oleh semua orang yang hidup di jazirah Arab. Semua struktur, tatanan dan konstalasi kehidupan mereka mengalami perubahan, sesuai dengan yang diajarkan oleh al-Qur’an, baik yang berkenaan dengan kepercayaan maupun sikap, kekeluargaan, pergaulan, kemasyarakatan, dan sebagainya. Sebelum wafat beliau telah berpesan kepada kaum Muslim.
تَرَكَت فِيْكُمْ شيئين لَنْ تَضَلُّوا بعد هما كتاب الله وسنتى
“Aku telah meninggalkan pada kalian dua macam (selama kalian berpegang teguh pada keduanya, maka) kalian tidak akan pernah tersesat (selama-lamanya, yaitu) kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnahku.”

2.      Hari pertama turun Al Quran
Al Quran mulai diturunkan kepada nabi Muhammad SAW ketika nabi sedang berkhulawat di gua Hira pada malam Senin yang bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran nabi Muhammad SAW = 6 Agustus 610 M.
Sesuai dengan kemuliaan dan kebesaran al Quran, Allah jadikan malam permulaam turun Al Quran itu malam “Al Qadar”, yaitu malam suatu yang tinggi kadarnya. Hal ini diakui oleh Al Quran sendiri.

Tak ada perselisihan antara para ulama dalam menetapkan bahwa malam mulai Al-Quran diturunkan adalah dibulan Ramadhan. Ketetapan ini ditegasakan juga oleh Al-Quran sendiri. Semua ulama mufakat menetapkan yang demikian, hanya mereka berlainan faham tentang ketentuan tanggal.

3.      Ayat-ayat yang Mula-mula Diturunkan
1.      Hai orang yang berkemul (berselimut),
2.      Bangunlah, lalu berilah peringatan!
3.      Dan Tuhanmu agungkanlah!
4.      Dan pakaianmu bersihkanlah,
5.      Dan perbuatan dosa tinggalkanlah (QS. Al Muddatstsir: 1-5)
Wahyu itu pun berhenti, tidak turun lagi. Menurut pendapat Ibn Ishaq, 3 tahun dan ada pula yang mengatakan 3,5 tahun, ada yang mengatakan selama 40 hari dan ada juga yang mengatakan 15 hari, sebagaimana ada yang mengatakan 3 hari saja. Setelah Nabi merasa sangat kecewa atas ketiadaan turun wahyu yang telah sangat dirindukannya, turunlah Surah Adl Dluha :
Sesudah itu barulah terus beriringan Al Quran diturunkan menurut kejadian-kejadian yang memerlukannya dan tidak pernah lagi wahyu terputus.

4.         Hari Penghabisan Turun Al Quran dan Tempatnya
Kebanyakan ulama menetapkan bahwa hari penghabisan turunya Al Quran ialah Hari Jum’at 9 Dzulhijjah tahun 10 H, atau tahun 63 kelahiran Nabi = Maret 632 M.
Pada saat itu Nabi sedang berwuquf di padang “arofah dalam menyelenggarakan Hajji Wada’ (Imam Ibnu Jarir). Kebanyakan ulama menafsirkan bahwa sesudah hari itu tidak ada lagi Al Quran diturunkan untuk menerangkan hukum dan Nabi pun hidup sesudahnya selama 81 malam saja. Ahli Tarikh menerapkan bahwa Nabi hidup sesudahnya selama 3 bulan lebih kurang. Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijrah, hari Senin = 7 Juni 632 M.

5.         Ayat yang Terakhir Diturunkan
Menurut riwayat Muslim dari Ibnu ‘Abbas, akhir surat yang diturunkan ialah: Surah An Nashr. Demikianlah pendapat yanga masyhur dalam kalangan ulama. Dan di samping ini ada lagi beberapa riwayat lain yang diriwayatkan oleh beberapa shahaby. Yang masyhur dari padanya ialah yang telah kami sebutkan di atas. Riwayat-riwayat ini telah diterangkan As Sayuthy dalam Al Itqan.
Kata Al Imam As Sayuthy dalam Itqan: dalam menetapkan akhir ayat diturunkan, ada perselisihana ulama. Di dalam kitab itu beliau sebut beberapa riwayat. Dan yang paling rajih dalam riwayat itu ialah riwayat An Nasa’I dari jalan ‘Ikramah dari Ibnu “Abbas, dan Ibnu Abi Hatim dari Sa’is Ibnu Jubair, ujarnya: “penghabisan ayat yang diturunkan dari Al Quran, ialah:
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al Baqarah:281).
Dan Rasul masih hidup sesudah turun ayat ini sembilan malam, kemudian beliau wafat pda malam Senin 12 Rabi’ul Awal.
Oleh karena demikian setengah ulama mengatakan bahwa akhir ayat diturunkan mengenai hukum ialah pada hari ‘Arofah. Ayat-ayat yang turun sesudahnya tidak lagi mengenai hukum.
6.         Bukti-bukti Kesejarahan
Al-Qur’an Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya, menurut sementara ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan, dua puluh dua hari.
Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu harus dikemukakan dalam hal ini, yang merupakan faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas al-Qur’an, Yakni :
(1)        Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya al-Qur’an adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab bahkan sampai kini dikenal sangat kuat.
(2)        Masyarakat Arab, khususnya pada masa turunnya al-Qur’an dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
(3)        Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
(4)        Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslim, disamping mengagumi keindahan bahasa al-Qur’an, juga mengagumi kandungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat al-Qur’an adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
(5)     Al-Qur’an, demikian pula Rasul SAW., menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari al-Qur’an dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat.
(6)      Ayat-ayat al-Qur’an turun berdialoq dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Disamping itu, ayat-ayat al-Qur’an turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan proses penghafalannya.
(7)        Dalam al-Qur’an, demikian pula hadits-hadits Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita – lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya.
Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat al-Qur’an. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi saw yang menghafalkan al-Qur’an. Bahkan dalam peperangan Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasulullah saw., telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang penghafal al-Qur’an.[6]

7.       Upaya Pemeliharaan Otentisitas Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah
Pada masa Rasulullah upaya pemeliharaan otentisitas Al-Qur’an begitu sangat hati-hati sekali, hal ini dikarenakan karena Rasulullah saw. begitu sangat takutnya apabila al-Qur’an yang telah Allah wahyukan itu tercampur dengan perkatan selain al-Qur’an.
Ada beberapa upaya yang telah dilakukan pada masa Rasulullah saw untuk menyelamatkan kemurnian kitab suci itu. Yakni, melalui pengumpulan Al-Qur’an itu sendiri.
Istilah pengumpulan kadang-kadang dimaksudkan dengan penghafalan dalam hati, dan kadang-kadang pula dimaksudkan dengan penulisan dan pencatatan dalam lembaran-lembaran.  Pengumpulan Al-Qur’an di masa Nabi ada tiga kategori:
(1)   Pengumpulan dalam dada berupa penghafalan oleh para sahabat, dan
(2)   Pengumpulan dalam bentuk tulisan oleh para sahabat.
(3)   Penyusunan semua ayat dan surat al-Qur’an seperti sekarang
Langkah-langkah semacam ini tidak terjadi pada kitab-kitab samawy lainnya sebagaimana halnya perhatian terhadap Al-Qur’an, sebagai kitab yang maha agung dan mu’jizat Nabi Muhammad yang abadi.

8.         Pengumpulan Al-Qur’an dalam dada berupa penghafalan oleh para sahabat
Al-Qur’anul Karim turun kepada Nabi yang ummy (tidak bisa baca-tulis). Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur’an persis sebagaimana halnya Al-Qur’an yang diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafal dan memantapkannya. Yang jelas adalah bahwa Nabi seorang yang ummy dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummy pula, Allah berfirman:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah”. (Al-Jumu’ah: 2).[7]

Seperti yang telah disinggung dimuka bahwa umumnya bangsa Arab, termasuk para sahabat adalah orang-orang yang ummi (tidak bisa menulis dan membaca). Namun mereka memiliki ingatan yang kuat dan menakjubkan sebagaimana yang lazim dijumpai di kalangan masyarakat yang masih buta huruf.
Oleh karena itu, meski orang-orang Arab tersebut pada umumnya tidak bisa menulis dan membaca, mereka masih mampu membacakan ratusan bait syair dan silsilah keturunan mereka yang panjang-panjang di luar kepala serta mampu mengingat kembali berbagai macam peristiwa peperangan dan sejarah para pahlawan mereka dalam waktu yang singkat dengan tepat.
Begitu Al-Qur’an datang kepada mereka dengan jelas, tegas ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur, mereka merasa kagum, akal fikiran mereka tertimpa dengan Al-Qur’an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al-Qur’an. Mereka menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka tinggalkan syair-syair karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur’an.
Ada beberapa faktor yang mendorong minat mereka untuk menghafal kitab suci Al-Qur’an itu dengan segera, yaitu :
            Al-Qur’an berisi berbagai ajaran dan petunjuk tentang kehidupan yang baik, beradab, dan sejahtera, baik lahir maupun batin. Ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk tersebut belum pernah mereka miliki sebelumnya. Untuk menjaga agar ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk tersebut tidak hilang, mereka segera menghafal ayat-ayat al-Qur’an yang telah mereka terima itu dengan sebaik-baiknya.
            Belajar membaca dan mengajarkan al-Qur’an kepada orang lain merupakan kegiatan ibadah yang paling utama dalam Islam.
            Orang yang terbaik dalam membaca al-Qur’an dan terbanyak hafalannya akan mendapat prioritas untuk ditunjuk menjadi imam shalat berjama’ah.
            Rasulullah saw sendiri telah memerintahkan kepada para sahabat agar selalu memelihara al-Qur’an dengan sebaik-baiknya. Selain memerintahkan, Rasulullah saw juga mengingatkan kepada para sahabat yang telah melupakan ayat-ayat al-Qur’an yang telah dihafalnya.[9]
Dengan adanya dorongan beberapa faktor itulah, dapat kita simpulkan bahwa sebelum Rasulullah saw wafat, seluruh isi al-Qur’an telah terpelihara secara utuh dalam hafalan sejumlah besar sahabat.
9.         Pegumpulan dalam bentuk tulisan oleh para sahabat
Di samping telah menyuruh dan mendorong minat para sahabat untuk menghafal al-Qur’an, Rasulullah saw juga telah menyuruh mereka menuliskan ayat-ayat dari kitab suci itu ke atas benda apa saja yang bisa ditulisi, seperti pelepah tamar, kepingan batu, potongan kayu, sobekan kain, keratin tulang, dan lembaran kulit binatang yang sudah disamak. Praktik yang demikian itu telah dijelaskan oleh ‘Utsman ibn ‘Affan ra., berikut ini:
Surat yang banyak ayatnya sering diturunkan kepada Rasulullah saw. Karena itu, apabila sesuatu dari surat itu diturunkan, beliau memanggil beberapa orang yang dapat menulis, kemudian beliau memanggil beberapa orang yang dapat menulis seraya berkata, “Letakkanlah ayat-ayat ini di surat yang di dalamnya disebutkan begini-begini. Surat al-Anfal termasuk surat-surat yang pertama kali diturunkan di Madinah dan surat al-Baraah termasuk surat yang terakhir diturunkan, padahal surat itu sama ceritanya dengan surat al-Anfal. Karena itu, aku menganggapnya merupakan bagian dari surat al-Anfal. Rasulullah saw wafat dan beliau tidak pernah menjelaskan hal itu kepada kami.[10]
Rasulullah SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur’an beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya, untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah ‘Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tesebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.
Penulis-penulis tersebut adalah sahabat pilihan yang dipilih oleh Rasul dari kalangan orang yang terbaik dan indah tulisannya agar mereka dapat mengemban tugas yang mulia ini.[11]
Jumlah sahabat yang telah menuliskan al-Qur’an cukup banyak dan tidak kurang dari 43 orang. Yang terkenal, antara lain Abu Bakar, Umar ibn al-Khaththab, Usman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abu Sufyan dan dua orang putranya, yaitu Mu’awiyah dan Yazid, Zaid ibn Tsabit, Sa’id ibn al-‘Ash dan dua orang putranya, yaitu Abban dan Khalid, Zubair ibn al-Awwam, Thalhah ibn ‘Ubaidillah, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Amir ibn Fuhairah, Abdullah ibn Rawahah, Abdullah ibn Sa’id ibn Sarah, Ubai ibn Ka’ab, Tsabit ibn Qais, Hanzhalah ibn al-Rabi’, Syurahbil ibn Hasanah, ‘Ala ibn al-Hadlrami, Khalid ibn al-Walid, ‘Amr ibn ‘Ash, Mughirah ibn Syu’bah, Mu’aiqib ibn Abi Fathimah, Huzaifah al-Yamani, dan Huwaithib ibn Abd al-‘Uzza al-Amiri.
Mereka itu semuanya disebut katibu al-wahyi (para penulis wahyu). Meskipun demikian, yang paling sering bersama Rasulullah saw dan paling banyak menuliskan ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan di Madinah adalah Zaid ibn Tsabit. Hal ini dikarenakan ia adalah sekretaris pribadi Rasulullah saw. Sesuai dengan jabatannya itu, maka ia selalu menyertai Rasulullah saw ke mana dan di mana saja beliau berada dan ia pula yang pertama kali diminta beliau untuk menuliskan sesuatu yang diperlukan, termasuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an yang baru diturunkan. Adapun para penulis wahyu yang lain baru diminta Rasulullah saw untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an apabila Zaid ibn Tsabit berhalangan. Itulah sebabnya, ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh penulis-penulis wahyu itu tidak sebanyak ayat yang ditulis Zaid.[12]
Perhatian Rasulullah saw terhadap penulisan ayat-ayat al-Qur’an tidak hanya setelah beliau berada di Madinah, tetapi juga selagi beliau masih berada di Mekkah. Meskipun pada waktu itu jumlah kaum Muslim masih sedikit dan sarana untuk penulisan masih langka serta kesempatan untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an masih terbatas, catatan-catatan atau naskah-naskah yang berisi ayat-ayat al-Qur’an dapat saja beredar di antara mereka.[13]
Akhirnya, dari uraian  di atas dapat disimpulkan bahwa semua ayat al-Qur’an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw telah ditulis oleh para penulis wahyu sebagaimana yang telah didiktekan beliau kepada mereka, tanpa mengalami perubahan sedikit pun.
BAB  III
KESIMPULAN

            Bahwasanya al-Qur’an pada masa Rasulullah saw diturunkan secara bertahap sesuai kondisi dan kebutuhan Nabi pada saat berdakwah kepada umatnya pada masa itu, selama 22 tahun 2 bulan 22 hari atau tepatnya menjelang beliau wafat semua ajaran al-Qur’an itu telah diimani dan diamalkan oleh semua orang yang hidup di jazirah Arab. Semua struktur, tatanan dan konstalasi kehidupan mereka mengalami perubahan, sesuai dengan yang diajarkan oleh al-Qur’an, baik yang berkenaan dengan kepercayaan maupun sikap, kekeluargaan, pergaulan, kemasyarakatan, dan sebagainya
            Seluruh Umat Islam di dunia sepakat bahwa kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang disebut al-Qur’an dan yang termuat dalam mushaf, adalah otentik (semuanya adalah betul-betul dari Allah SWT), dan semua wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW dari Allah melalui malaikat Jibril telah termuat dalam al-Qur’an. Keotentikan al-Qur’an ini dapat dibuktikan dari kehati-hatian para sahabat Nabi memelihara sebelum ia dibukukan dan dikumpulkan. Begitu pula kehati-hatian para sahabat dalam membukukan dan memelihara penggandaannya. Sebagai salah satu mukjizat Nabi Muhammad saw., al-Qur’an adalah merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan selalu dipelihara kemurniannya hingga akhir zaman kelak.
            Pada masa Rasulullah upaya pemeliharaan otentisitas Al-Qur’an begitu sangat hati-hati sekali, hal ini dikarenakan karena Rasulullah saw. begitu sangat takutnya apabila al-Qur’an yang telah Allah wahyukan itu tercampur dengan perkatan selain al-Qur’an. Demikian beberapa upaya yang telah dilakukan pada masa Rasulullah saw untuk menyelamatkan kemurnian kitab suci itu. Yakni, melalui pengumpulan Al-Qur’an itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
http://curahmalang-curahmalang.blogspot.com/2011/03/sejarah-pengumpulan-al-quran.html., vhocket.wordpress.com/.../upaya-pemeliharaan-otentis
id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur'an
jungpasir27.blogspot.com/.../makalah-ulumul-quran
blog.unikom.ac.id/.../IV.Sejarah-Pemeliharaan-Al-Quran

No comments:

Post a Comment