KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin
dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat kami rampungkan tepat pada
waktunya.
Penulisan
dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Agama
Islam. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai Al Quran di
Masa Rasulullah.
Dalam
penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan
terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada guru
pengajar kami yang telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.
Kami
menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami sudah
berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan
disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik membangun
agar lebih maju di masa yang akan datang.
Harap
kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami
dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna
bagi orang lain yang membacanya.
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kitab
Suci Al-Qur’an membawa berkat dalam hati manusia yang menjadikannya menganut
suatu agama yang benar serta menjadikan dirinya sebagai pewaris dari rahmat
Ilahi.
Pada
masa permulaan Al-Qur’an masih diturunkan, Nabi Muhammad SAW melarang menulis
hadits karena dikhawatirkan akan bercampur dengan penulisan Al-Qu’ran. Pada
masa itu, di samping menyuruh menulis Al-Qur’an, Nabi Muhammuad SAW juga
menyuruh menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Jumhur Ulama berpendapat bahwa hadits Nabi Muhamma SAW
yang melarang penulisan hadits tersebut sudah dinaskh dengan hadits-hadits lain
yang mengizinkannya.
Walaupun beberapa sahabat sudah ada
yang menulis hadits, namun hadits masih belum dibukukan sebagaimana Al-Qur’an.
Keadaan demikian ini berlangsung sampai akhir Abad I H. Umat Islam terdorong
untuk membukukan hadits setelah agama Islam tersiar di daerah-daerah yang
berjauhan bahkan banyak di antara mereka yang wafat.
Menurut pendapat yang populer di
kalangan ulama hadits, yang pertama-tama menghimpun hadits serta membukukannya
adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, kemudian diikuti oleh ulama-ulama di kota-kota
besar yang lain.
Penulisan dan pembukuan hadits Nabi
SAW ini dilanjutkan dan disempurnakan oleh ulama-ulama hadits pada abad berikutnya,
sehingga menghasilkan kitab-kitab yang besar seperti kitab al-Muwaththa’,
Kutubus Sittah dan lain sebagainya.
2. Rumusan
Masalah
I. Al
Quran
2. Al-Qur’an
Pada Masa Rasulullah. S.A.W
3. Ayat-ayat yang Mula-mula Diturunkan
4.
Hari
Penghabisan Turun Al Quran dan Tempatnya
5. Ayat
yang Terakhir Diturunkan
6. Bukti-bukti
Kesejarahan
7. Upaya Pemeliharaan Otentisitas
Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah
8. Pengumpulan
Al-Qur’an dalam dada berupa penghafalan oleh para sahabat
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Al Quran
Al-Qur’an
Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukzizatnya selalu diperkuat oleh
kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad
s.a.w. untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang,
serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah s.a.w. menyampaikan
Al-Qur’an itu kepada para sahabatnya –
orang-orang Arab asli – sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri
mereka. Apabila mereka mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat,
mereka menyakan kepada Rasulullah s.a.w.
Rasulullah
s.a.w. tidak mengizinkan para sahabat menuliskan sesuatu dari dia selain
Al-Qur’an, karena ia khawatir Al-Qur’an akan tercampur dengan yang lainnya.
Sekalipun
sesudah itu Rasulullah s.a.w. mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis
hadis, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an tetap didasarkan pada riwayat
yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah s.a.w., di masa kekhalifahan Abu
Bakar dan Umar r.a.
Al-Qur’an
Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di
antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh
Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. Sebagaimana Firman Allah
ta’la yang berbunyi :
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”[1](QS 15:9)
Demikianlah
Allah menjamin keotentikan Al-Qur’an, jaminan yang diberikan atas dasar
Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan
oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas,
setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Qur’an
tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah s.a.w.,
dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi s.a.w.
Jadi,
yang menjadi pertanyaan di sini adalah bagaimana sebenarnya keadaan al-Qur’an
itu sendiri pada masa Rasulullah s.a.w., dalam upayanya untuk menyelamatkan
kemurnian (keotentikan) kitab suci tersebut?
2. Al-Qur’an
Pada Masa Rasulullah. S.A.W
Setiap
kali ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah saw., beliau segera
menyampaikannya kepada para sahabatnya seperti yang telah beliau terima dari
malaikat Jibril, tanpa perubahan, pengurangan dan penambahan sedikit pun.
Disamping itu, Rasulullah saw juga menganjurkan kepada para sahabat yang telah
menerimanya untuk menyampaikannya lagi kepada para sahabat lain yang belum
mendengarnya secara langsung dari beliau, terutama kepada para anggota keluarga
mereka, para tetangga dan handai tolan yang telah memeluk Islam, sesuia sabda
beliau:
بَلِغُوا
عَنِّى وَلَوْ آيَة
“sampaikanlah
apa saja yang telah kalian peroleh dari aku, walaupun satu ayat.”
Melalui
cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw itu, maka semua ayat al-Qur’an dan
seluruh ajaran yang terkandung di dalamnya dapat diketahui dan diamalkan oleh
para sahabat secara merata meskipun
tidak semua mereka pernah mendengarnya secara langsung dari beliau.
Bahkan setelah semua ayat al-Qur’an diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari
atau tepatnya menjelang beliau wafat semua ajaran al-Qur’an itu telah diimani
dan diamalkan oleh semua orang yang hidup di jazirah Arab. Semua struktur,
tatanan dan konstalasi kehidupan mereka mengalami perubahan, sesuai dengan yang
diajarkan oleh al-Qur’an, baik yang berkenaan dengan kepercayaan maupun sikap,
kekeluargaan, pergaulan, kemasyarakatan, dan sebagainya. Sebelum wafat beliau
telah berpesan kepada kaum Muslim.
تَرَكَت
فِيْكُمْ شيئين لَنْ تَضَلُّوا بعد هما كتاب الله وسنتى
“Aku telah meninggalkan pada kalian
dua macam (selama kalian berpegang teguh pada keduanya, maka) kalian tidak akan
pernah tersesat (selama-lamanya, yaitu) kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnahku.”
2.
Hari pertama turun Al Quran
Al
Quran mulai diturunkan kepada nabi Muhammad SAW ketika nabi sedang berkhulawat
di gua Hira pada malam Senin yang bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan tahun
41 dari kelahiran nabi Muhammad SAW = 6 Agustus 610 M.
Sesuai
dengan kemuliaan dan kebesaran al Quran, Allah jadikan malam permulaam turun Al
Quran itu malam “Al Qadar”, yaitu malam suatu yang tinggi kadarnya. Hal ini
diakui oleh Al Quran sendiri.
Tak
ada perselisihan antara para ulama dalam menetapkan bahwa malam mulai Al-Quran
diturunkan adalah dibulan Ramadhan. Ketetapan ini ditegasakan juga oleh
Al-Quran sendiri. Semua ulama mufakat menetapkan yang demikian, hanya mereka
berlainan faham tentang ketentuan tanggal.
3.
Ayat-ayat yang Mula-mula Diturunkan
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. Bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. Dan
Tuhanmu agungkanlah!
4. Dan
pakaianmu bersihkanlah,
5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah (QS. Al
Muddatstsir: 1-5)
Wahyu
itu pun berhenti, tidak turun lagi. Menurut pendapat Ibn Ishaq, 3 tahun dan ada
pula yang mengatakan 3,5 tahun, ada yang mengatakan selama 40 hari dan ada juga
yang mengatakan 15 hari, sebagaimana ada yang mengatakan 3 hari saja. Setelah
Nabi merasa sangat kecewa atas ketiadaan turun wahyu yang telah sangat
dirindukannya, turunlah Surah Adl Dluha :
Sesudah
itu barulah terus beriringan Al Quran diturunkan menurut kejadian-kejadian yang
memerlukannya dan tidak pernah lagi wahyu terputus.
4.
Hari Penghabisan Turun Al Quran
dan Tempatnya
Kebanyakan
ulama menetapkan bahwa hari penghabisan turunya Al Quran ialah Hari Jum’at 9
Dzulhijjah tahun 10 H, atau tahun 63 kelahiran Nabi = Maret 632 M.
Pada
saat itu Nabi sedang berwuquf di padang “arofah dalam menyelenggarakan Hajji
Wada’ (Imam Ibnu Jarir). Kebanyakan ulama menafsirkan bahwa sesudah hari itu
tidak ada lagi Al Quran diturunkan untuk menerangkan hukum dan Nabi pun hidup
sesudahnya selama 81 malam saja. Ahli Tarikh menerapkan bahwa Nabi hidup
sesudahnya selama 3 bulan lebih kurang. Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah
wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijrah, hari Senin = 7 Juni 632 M.
5. Ayat
yang Terakhir Diturunkan
Menurut
riwayat Muslim dari Ibnu ‘Abbas, akhir surat yang diturunkan ialah: Surah An
Nashr. Demikianlah pendapat yanga masyhur dalam kalangan ulama. Dan di samping
ini ada lagi beberapa riwayat lain yang diriwayatkan oleh beberapa shahaby.
Yang masyhur dari padanya ialah yang telah kami sebutkan di atas.
Riwayat-riwayat ini telah diterangkan As Sayuthy dalam Al Itqan.
Kata
Al Imam As Sayuthy dalam Itqan: dalam menetapkan akhir ayat diturunkan, ada
perselisihana ulama. Di dalam kitab itu beliau sebut beberapa riwayat. Dan yang
paling rajih dalam riwayat itu ialah riwayat An Nasa’I dari jalan ‘Ikramah dari
Ibnu “Abbas, dan Ibnu Abi Hatim dari Sa’is Ibnu Jubair, ujarnya: “penghabisan
ayat yang diturunkan dari Al Quran, ialah:
“Dan
peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu
semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan
yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun
tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al Baqarah:281).
Dan
Rasul masih hidup sesudah turun ayat ini sembilan malam, kemudian beliau wafat
pda malam Senin 12 Rabi’ul Awal.
Oleh
karena demikian setengah ulama mengatakan bahwa akhir ayat diturunkan mengenai
hukum ialah pada hari ‘Arofah. Ayat-ayat yang turun sesudahnya tidak lagi
mengenai hukum.
6. Bukti-bukti
Kesejarahan
Al-Qur’an
Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya, menurut sementara
ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan, dua puluh dua hari.
Ada
beberapa faktor yang terlebih dahulu harus dikemukakan dalam hal ini, yang
merupakan faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas al-Qur’an, Yakni :
(1) Masyarakat Arab, yang hidup pada masa
turunnya al-Qur’an adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena
itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab
bahkan sampai kini dikenal sangat kuat.
(2) Masyarakat
Arab, khususnya pada masa turunnya al-Qur’an dikenal sebagai masyarakat
sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini, menjadikan mereka memiliki waktu
luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
(3) Masyarakat Arab sangat gandrung lagi
membanggakan kesusastraan; mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam
bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
(4) Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi
dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi
orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa
tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya
mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslim,
disamping mengagumi keindahan bahasa al-Qur’an, juga mengagumi kandungannya
serta meyakini bahwa ayat-ayat al-Qur’an adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan
akhirat.
(5) Al-Qur’an, demikian pula Rasul SAW.,
menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari
al-Qur’an dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat.
(6) Ayat-ayat al-Qur’an turun berdialoq
dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami,
bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Disamping itu, ayat-ayat
al-Qur’an turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya
dan proses penghafalannya.
(7) Dalam al-Qur’an, demikian pula
hadits-hadits Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya
untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita –
lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan firman-firman Allah atau sabda
Rasul-Nya.
Faktor-faktor
di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat al-Qur’an.
Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat
ratusan sahabat Nabi saw yang menghafalkan al-Qur’an. Bahkan dalam peperangan
Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasulullah saw., telah
gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang penghafal al-Qur’an.[6]
7. Upaya Pemeliharaan Otentisitas Al-Qur’an
Pada Masa Rasulullah
Pada
masa Rasulullah upaya pemeliharaan otentisitas Al-Qur’an begitu sangat
hati-hati sekali, hal ini dikarenakan karena Rasulullah saw. begitu sangat
takutnya apabila al-Qur’an yang telah Allah wahyukan itu tercampur dengan
perkatan selain al-Qur’an.
Ada
beberapa upaya yang telah dilakukan pada masa Rasulullah saw untuk
menyelamatkan kemurnian kitab suci itu. Yakni, melalui pengumpulan Al-Qur’an
itu sendiri.
Istilah
pengumpulan kadang-kadang dimaksudkan dengan penghafalan dalam hati, dan
kadang-kadang pula dimaksudkan dengan penulisan dan pencatatan dalam
lembaran-lembaran. Pengumpulan Al-Qur’an
di masa Nabi ada tiga kategori:
(1) Pengumpulan dalam dada berupa penghafalan
oleh para sahabat, dan
(2) Pengumpulan dalam bentuk tulisan oleh para
sahabat.
(3) Penyusunan semua ayat dan surat al-Qur’an
seperti sekarang
Langkah-langkah
semacam ini tidak terjadi pada kitab-kitab samawy lainnya sebagaimana halnya
perhatian terhadap Al-Qur’an, sebagai kitab yang maha agung dan mu’jizat Nabi
Muhammad yang abadi.
8. Pengumpulan
Al-Qur’an dalam dada berupa penghafalan oleh para sahabat
Al-Qur’anul
Karim turun kepada Nabi yang ummy (tidak bisa baca-tulis). Karena itu perhatian
Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia
dapat menguasai Al-Qur’an persis sebagaimana halnya Al-Qur’an yang diturunkan.
Setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar
merekapun dapat menghafal dan memantapkannya. Yang jelas adalah bahwa Nabi
seorang yang ummy dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummy pula, Allah
berfirman:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang
buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah”.
(Al-Jumu’ah: 2).[7]
Seperti
yang telah disinggung dimuka bahwa umumnya bangsa Arab, termasuk para sahabat
adalah orang-orang yang ummi (tidak bisa menulis dan membaca). Namun mereka
memiliki ingatan yang kuat dan menakjubkan sebagaimana yang lazim dijumpai di
kalangan masyarakat yang masih buta huruf.
Oleh
karena itu, meski orang-orang Arab tersebut pada umumnya tidak bisa menulis dan
membaca, mereka masih mampu membacakan ratusan bait syair dan silsilah
keturunan mereka yang panjang-panjang di luar kepala serta mampu mengingat
kembali berbagai macam peristiwa peperangan dan sejarah para pahlawan mereka
dalam waktu yang singkat dengan tepat.
Begitu
Al-Qur’an datang kepada mereka dengan jelas, tegas ketentuannya dan
kekuasaannya yang luhur, mereka merasa kagum, akal fikiran mereka tertimpa
dengan Al-Qur’an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al-Qur’an. Mereka
menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka tinggalkan syair-syair
karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur’an.
Ada
beberapa faktor yang mendorong minat mereka untuk menghafal kitab suci
Al-Qur’an itu dengan segera, yaitu :
Al-Qur’an
berisi berbagai ajaran dan petunjuk tentang kehidupan yang baik, beradab, dan
sejahtera, baik lahir maupun batin. Ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk
tersebut belum pernah mereka miliki sebelumnya. Untuk menjaga agar
ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk tersebut tidak hilang, mereka segera
menghafal ayat-ayat al-Qur’an yang telah mereka terima itu dengan
sebaik-baiknya.
Belajar
membaca dan mengajarkan al-Qur’an kepada orang lain merupakan kegiatan ibadah
yang paling utama dalam Islam.
Orang
yang terbaik dalam membaca al-Qur’an dan terbanyak hafalannya akan mendapat
prioritas untuk ditunjuk menjadi imam shalat berjama’ah.
Rasulullah
saw sendiri telah memerintahkan kepada para sahabat agar selalu memelihara
al-Qur’an dengan sebaik-baiknya. Selain memerintahkan, Rasulullah saw juga
mengingatkan kepada para sahabat yang telah melupakan ayat-ayat al-Qur’an yang
telah dihafalnya.[9]
Dengan
adanya dorongan beberapa faktor itulah, dapat kita simpulkan bahwa sebelum
Rasulullah saw wafat, seluruh isi al-Qur’an telah terpelihara secara utuh dalam
hafalan sejumlah besar sahabat.
9. Pegumpulan
dalam bentuk tulisan oleh para sahabat
Di
samping telah menyuruh dan mendorong minat para sahabat untuk menghafal
al-Qur’an, Rasulullah saw juga telah menyuruh mereka menuliskan ayat-ayat dari
kitab suci itu ke atas benda apa saja yang bisa ditulisi, seperti pelepah
tamar, kepingan batu, potongan kayu, sobekan kain, keratin tulang, dan lembaran
kulit binatang yang sudah disamak. Praktik yang demikian itu telah dijelaskan
oleh ‘Utsman ibn ‘Affan ra., berikut ini:
Surat
yang banyak ayatnya sering diturunkan kepada Rasulullah saw. Karena itu,
apabila sesuatu dari surat itu diturunkan, beliau memanggil beberapa orang yang
dapat menulis, kemudian beliau memanggil beberapa orang yang dapat menulis
seraya berkata, “Letakkanlah ayat-ayat ini di surat yang di dalamnya disebutkan
begini-begini. Surat al-Anfal termasuk surat-surat yang pertama kali diturunkan
di Madinah dan surat al-Baraah termasuk surat yang terakhir diturunkan, padahal
surat itu sama ceritanya dengan surat al-Anfal. Karena itu, aku menganggapnya
merupakan bagian dari surat al-Anfal. Rasulullah saw wafat dan beliau tidak
pernah menjelaskan hal itu kepada kami.[10]
Rasulullah
SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur’an
beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya, untuk memperkuat catatan dan
dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah ‘Azza Wa Jalla,
sehingga penulisan tesebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.
Penulis-penulis
tersebut adalah sahabat pilihan yang dipilih oleh Rasul dari kalangan orang
yang terbaik dan indah tulisannya agar mereka dapat mengemban tugas yang mulia
ini.[11]
Jumlah
sahabat yang telah menuliskan al-Qur’an cukup banyak dan tidak kurang dari 43
orang. Yang terkenal, antara lain Abu Bakar, Umar ibn al-Khaththab, Usman ibn
Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abu Sufyan dan dua orang putranya, yaitu Mu’awiyah
dan Yazid, Zaid ibn Tsabit, Sa’id ibn al-‘Ash dan dua orang putranya, yaitu
Abban dan Khalid, Zubair ibn al-Awwam, Thalhah ibn ‘Ubaidillah, Sa’ad ibn Abi
Waqqash, Amir ibn Fuhairah, Abdullah ibn Rawahah, Abdullah ibn Sa’id ibn Sarah,
Ubai ibn Ka’ab, Tsabit ibn Qais, Hanzhalah ibn al-Rabi’, Syurahbil ibn Hasanah,
‘Ala ibn al-Hadlrami, Khalid ibn al-Walid, ‘Amr ibn ‘Ash, Mughirah ibn Syu’bah,
Mu’aiqib ibn Abi Fathimah, Huzaifah al-Yamani, dan Huwaithib ibn Abd al-‘Uzza
al-Amiri.
Mereka
itu semuanya disebut katibu al-wahyi (para penulis wahyu). Meskipun demikian,
yang paling sering bersama Rasulullah saw dan paling banyak menuliskan
ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan di Madinah adalah Zaid ibn Tsabit. Hal ini
dikarenakan ia adalah sekretaris pribadi Rasulullah saw. Sesuai dengan
jabatannya itu, maka ia selalu menyertai Rasulullah saw ke mana dan di mana
saja beliau berada dan ia pula yang pertama kali diminta beliau untuk
menuliskan sesuatu yang diperlukan, termasuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an
yang baru diturunkan. Adapun para penulis wahyu yang lain baru diminta
Rasulullah saw untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an apabila Zaid ibn Tsabit
berhalangan. Itulah sebabnya, ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh
penulis-penulis wahyu itu tidak sebanyak ayat yang ditulis Zaid.[12]
Perhatian
Rasulullah saw terhadap penulisan ayat-ayat al-Qur’an tidak hanya setelah
beliau berada di Madinah, tetapi juga selagi beliau masih berada di Mekkah.
Meskipun pada waktu itu jumlah kaum Muslim masih sedikit dan sarana untuk
penulisan masih langka serta kesempatan untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an
masih terbatas, catatan-catatan atau naskah-naskah yang berisi ayat-ayat
al-Qur’an dapat saja beredar di antara mereka.[13]
Akhirnya,
dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa semua ayat al-Qur’an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw telah
ditulis oleh para penulis wahyu sebagaimana yang telah didiktekan beliau kepada
mereka, tanpa mengalami perubahan sedikit pun.
BAB
III
KESIMPULAN
Bahwasanya
al-Qur’an pada masa Rasulullah saw diturunkan secara bertahap sesuai kondisi
dan kebutuhan Nabi pada saat berdakwah kepada umatnya pada masa itu, selama 22
tahun 2 bulan 22 hari atau tepatnya menjelang beliau wafat semua ajaran
al-Qur’an itu telah diimani dan diamalkan oleh semua orang yang hidup di
jazirah Arab. Semua struktur, tatanan dan konstalasi kehidupan mereka mengalami
perubahan, sesuai dengan yang diajarkan oleh al-Qur’an, baik yang berkenaan
dengan kepercayaan maupun sikap, kekeluargaan, pergaulan, kemasyarakatan, dan
sebagainya
Seluruh Umat Islam di dunia sepakat
bahwa kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang
disebut al-Qur’an dan yang termuat dalam mushaf, adalah otentik (semuanya
adalah betul-betul dari Allah SWT), dan semua wahyu yang diterima Nabi Muhammad
SAW dari Allah melalui malaikat Jibril telah termuat dalam al-Qur’an.
Keotentikan al-Qur’an ini dapat dibuktikan dari kehati-hatian para sahabat Nabi
memelihara sebelum ia dibukukan dan dikumpulkan. Begitu pula kehati-hatian para
sahabat dalam membukukan dan memelihara penggandaannya. Sebagai salah satu
mukjizat Nabi Muhammad saw., al-Qur’an adalah merupakan kitab yang
keotentikannya dijamin oleh Allah, dan selalu dipelihara kemurniannya hingga
akhir zaman kelak.
Pada
masa Rasulullah upaya pemeliharaan otentisitas Al-Qur’an begitu sangat
hati-hati sekali, hal ini dikarenakan karena Rasulullah saw. begitu sangat
takutnya apabila al-Qur’an yang telah Allah wahyukan itu tercampur dengan
perkatan selain al-Qur’an. Demikian beberapa upaya yang telah dilakukan pada
masa Rasulullah saw untuk menyelamatkan kemurnian kitab suci itu. Yakni,
melalui pengumpulan Al-Qur’an itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://curahmalang-curahmalang.blogspot.com/2011/03/sejarah-pengumpulan-al-quran.html.,
vhocket.wordpress.com/.../upaya-pemeliharaan-otentis
id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur'an
jungpasir27.blogspot.com/.../makalah-ulumul-quran
blog.unikom.ac.id/.../IV.Sejarah-Pemeliharaan-Al-Quran
No comments:
Post a Comment