DIABETES MELITUS (DM)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. World Health Organization (WHO)
sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor dimana didapat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar
glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi
komplikasi vaskular jangka panjang, baik mikroangipati maupun makroangiopati.
Indonesia kini telah menduduki
peringkat keempat jumlah penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China
dan India. WHO memrediksikan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang
cukup besar pada tahun mendatang yaitu di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Menurut penelitian epidemiologi
yang sampai saat ini dilakukan di Indonesia, kekerapan DM di Indonesia berkisar
antara 1,4% dengan 1,6% kecuali di dua tempat yaitu di pekajangan (suatu desa
dekat Semarang) 2,3% dan di Menado 6%di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi
disebabkan didaerah itu banyak perkawinan antara kerabat, sedangkan di Manado
yang secara geografis dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan
prevalensi di Manado tinggi karena di Filipina juga tinggi yaitu 8,4%-12%.
Penelitian di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di kelurahan Kayu Putih adalah
5,96% di Jawa Barat tahun 1995 angka itu hanya 1,1%. Penelitian terakhir antara
2001 dan 2005 didaerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, di
Makasar tahun 2005 mencapai 12,5%. Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes
melitus secara global tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan kemakmuran
suatu populasi. Maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau
lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekadi yang kan datang kekerapan DM
tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Di Provinsi Lampung menurut
Dinas Kesehatan tercatat bahwa pada tahun 2010 jumlah penderita DM mengalami
peningkatan 12% dari periode sebelumnya yaitu sebanyak 6.256
Hipertensi merupakan komplikasi
penyakit-penyakit pada penderita DM, khususnya pada penderita nefropati,
neuropathy, dan ulkus diabetika. Ditemukan bahwa progresivitas penyakit
nefropati, neuropati dan ulkus diabetika meningkat sehubung dengan peningkatan
tekanan darah penderita DM. Pengawasan tekanan darah yang baik pada penderita
DM akan mengurangi progresivitas, nefropati, neuropati, retinopati dan
kerusakan mikrovaskular maupun makrovaskular yang berkomplikasi pada penyakit
ulkus diabetika yang selanjutnya akan menurunkan morbilitas dan mortilitas
penyakit jantung dan pembuluh darah.
Angka-angka
prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan
menunjukkan, di daerah
pedesaan masih banyak
penderita yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan. Baik
dari segi case-finding
maupun pelaksanaan pengobatan jangkauanya
masih sangat terbatas
dan sebagian besar
penderita hipertensi tidak
mempunyai keluhan. Prevalensi
terbanyak berkisar antara 6% sampai
dengan 15 % tetapi
angka-angka ekstrim rendah
seperti di Ungaran, jawa tengah
1,8% , Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0, 6 % ;
dan Talang Sumatera
Barat 17,8%. Oleh
sebab itu perlu
diteliti lebih lanjut,
demikian juga angka yang relatif
sangat rendah. Oleh karena
itu, negara indonesia yang membangun
di segala bidang
perlu memperhatikan tindakan mendidik untuk mencegah timbulnya
penyakit seperti hipertensi, kardiovaskular, penyakit degeneratif
dan lain-lain, sehingga
potensi bangsa dapat
lebih dimanfaatkan untuk proses
pembangunan. Tujuan program
penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah
mencegah peningkatan jumlah
penderita risiko penyakit
kardiovaskuler dalam masyarakat
dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi,
diabetes, hiperlipidemia,
merokok, stres dan
lain-lain.
Penderita DM
berisiko 29 kali
terjadi komplikasi ulkus
diabetika. Ulkus diabetika
merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya
makroangiopati sehingga terjadi
insusifiensi vaskuler dan
neuropati. Ulkus diabetika mudah
berkembang menjadi infeksi
karena masuknya kuman
atau bakteri dan adanya
gula darah yang
tinggi menjadi tempat
yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Ulkus diabetika
tanpa diberikan pengobatan dan perawatan, akan
mudah terkena infeksi yang
meluas.
Penelitian
case control oleh Pract bahwa faktor risiko
yang dapat diubah berhubungan dengan terjadinya ulkus diabetika meliputi
tidak terkontrolnya kadar glukosa darah, kolesterol total, HDL, dan
trigliserida. Penelitian case control
oleh Toton Suryatono mengatakan bahwa neuropati merupakan faktor
risiko terjadinya ulkus diabetika. Penelitian
case control
oleh tri hastuti
bahwa faktor risiko
yang tidak dapat diubah dan dapat
diubah terhadap kejadian ulkus diabetika pada penderita Diabetes melitus
meliputi faktor risiko tidak
dapat diubah umur ≥ 60 tahun dan lama
menderita DM ≥ 10 tahun, sedangkan
faktor risiko dapat diubah: neuropati, obesitas, hipertensi, tidak terkontrol
kadar glikolisasi hemoglobin (HbA1c), kadar glukosa darah,
kadar kolesterol total,
kadar HDL, kadar
trigliserida, kebiasaan
merokok, ketidakpatuhan diet
DM, kurangnya aktivitas
fisik, pengobatan tidak teratur, perawatan
kaki diabetisi tidak
teratur, dan penggunaan
alas kaki yang tidak tepat. Penelitian terdahulu di
luar negeri dan Indonesia terhadap pasien DM yang menderita ulkus diabetika
telah banyak dilakukan.
Berdasarkan
data diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap perbedaan kejadian ulkus diabetika pada
penderita diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas maka yang akan menjadi permasalahan untuk diteliti adalah “ Apakah
terdapat perbedaan kejadian ulkus diabetika pada penderita diabetes melitus
tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi diabetes melitus
Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.1.2 Epidemiologi diabetes melitus
Diabetes
melitus dapat ditemukan pada hampir semua lapisan masyarakat di seluruh dunia,
namun insiden dan prevalensi diabetes (angka kejadian diabetes) serta
distribusi relatif diabetes ini menunjukan perbedaan-perbedaan pokok antar
negara dan kelompok etnik yang berbeda di dalam suatu negara.
Menurut
WHO, dunia kini didiami oleh 171 juta penderita DM (2000) dan akan meningkat 2
kali, 366 juta pada tahun 2030. Prevalensi DM di Indonesia mencapai 8.426.000
(tahun 2000) yang diproyeksikan 21.257.000 pada tahun 2030. Artinya terjadi
kenaikan tiga kali lipat dalam waktu 30 tahun. Indonesia menempati urutan ke
lima dari data prevalensi diabetes di region Asia Tenggara.
2.1.3 Klasifikasi diabetes melitus
Klasifikasi
diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009
a) Diabetes melitus tipe 1
Diabetes
melitus tipe ini disebabkan oleh karena adanya proses imunologik/idiopatik yang
menyebabkan destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
obstruksi.
b) Diabetes melitus tipe 2
Diabetes
melitus tipe 2 ini bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin.
c) Diabetes melitus tipe lainnya
1. Defek genetik fungsi sel beta
2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati
5. Karena obat/zat kimia
6. Infeksi
7. Imunologi
8. Sindrom genetik lain
d) Diabetes gestasional (diabetes
kehamilan).
2.1.4 Kriteria diagnosis diabetes melitus
1. Gejala klasik DM + glukosa sewaktu ≥
200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Atau gejala klasik DM + glukosa plasma
puasa ≥ 126mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori
tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥
200mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan ke dalam air.
2.2 Diabetes Melitus tipe 2
2.2.1 Definisi diabetes melitus tipe 2
Diabetes
melitus tipe 2 adalah intoleransi karbohidrat yang ditandai dengan resistensi
insulin, defisiensi relatif (bukan absolut) insulin, kelebihan produksi glukosa
hepar dan hiperglikemia.
2.2.2 Epidemiologi diabetes melitus tipe 2
Diabetes
melitus tipe 2 lebih sering dijumpai dari tipe 1, dan ditemukan sekitar 90%
dari seluruh kasus diabetes melitus. Pada kebanyakan kasus, onset diabetes
melitus tipe 2 terjadi diatas umur 30 tahun, paling sering antara usia 50-60
tahun dan penyakit ini timbul secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, sindrom
ini sering disebut sebagai diabetes-onset dewasa. Akan tetapi, akhir-akhir ini
dijumpai peningkatan kasus yang terjadi pada individu yang berusia lebih muda,
sebagian berusia kurang dari 20 tahun dengan dengan diabetes melitus tipe 2.
Tren tersebut agaknya berkaitan terutama dengan peningkatan pervalensi
obesitas.
Prevalensi
di Amerika serikat 6% sampai 7% pada orang berusia 45 sampai 65 tahun dan 10% sampai 12% pada orang berusia lebih dari
65 tahun, sekitar 16 juta orang di Amerika Serikat terdiagnosa diabetes, 90%
diantara mereka menderita diabetes melitus tipe 2. Terdapat peningkatan epidemi
diabetes tipe 2 pada anak muda sesuai dengan peningkatan obesitas dan gaya
hidup nyaman (kurang gerak) pada kelompok usia ini.
Diabetes
melitus tipe 2 di Indonesia, menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat
ini dilakukan, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4% dengan 1,
6%, kecuali di dua tempat yaitu Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3 % dan
di Menado 6%.
2.2.3 Etiologi diabetes melitus tipe 2
Diabetes
melitus tipe 2 dapat disebabkan oleh faktor genetik, resistensi insulin, dan
faktor lingkungan. Selain itu ada faktor-faktor yang mencetuskan diabetes
diantaranya obesitas, kurang gerak/olahraga, makanan berlebihan dan penyakit
hormonal yang kerjanya berlawanan dengan insulin.
2.2.4 Faktor risiko diabetes melitus tipe 2
2.2.4.1 Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
1. Ras dan etnik
2. Riwayat keluarga dengan diabetes
3. Umur. Risiko untuk menderita
intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatya usia. Usia ≥45 tahun
harus dilakukakan pemerikasaan DM.
4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir
bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM Gestasional.
5. Riwayat lahir dengan berat badan
rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi lahir dengan BB rendah mempunyai risiko lebih
tinggi dibandingkan dengan bayi lahir BB normal.
2.2.4.2 Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
1. Berat badan lebih (IMT>23 kg/m2)
2. Kurangnya aktivitas fisik
3. Hipertensi (≥140/90 mmHg)
4. Dislipidemia ( ≤35 mg/dl dan atau
trigliserida ≥259 mg/dl)
5. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet
tinggi gula rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM
tipe 2
2.2.4.3 Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes
1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome
(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
2. Penderita sindrom metabolik
Memiliki
riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebelumnya dan memiliki riwayat penyakit kardiovaskular seperti stroke,
PJK, PAD (Peripheral Arterial Disease).
2.2.5 Patofisiologi diabetes melitus tipe 2
Pankreas
adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang lambung. Didalamnya
terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau dalam peta, sehingga disebut
pulau-pulau Langerhans pankreas. Pulau-pulau langerhans ini berisi sel alfa
yang menghasilkan hormon glukagon dan sel beta yang menghasilkan insulin. Kedua
hormon ini bekerja berlawanan, glukagon meningkatkan glukosa darah sedangkan
insulin menurunkan kadar glukosa darah.
Insulin
yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dapat diibiratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel
glukosa tersebut dimetabolismekan menjadi tenaga. Jika insulin tidak ada atau
jumlahnya sedikit, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga
kadarnya di dalam darah meningkat (hiperglikemia).
Pada
diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi
insulin banyak terjadi akibat dari obesitas, kurang aktifitas fisik dan
penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik
yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel beta langerhans seperti
DM tipe 1. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat
relatif, tidak absolute.
Pada
awalnya perkembangan DM tipe 2, sel-sel beta menunjukkan gangguan pada sekresi
insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya
akan terjadi kerusakan sel-sel beta pankreas. Kerusakan sel-sel beta pankreas
yang terjadi secara progresif sering kali akan mengakibatkan defisensi insulin,
sehigga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderrita DM tipe
2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi dan defisiensi
insulin.
2.2.6 Manifestasi klinis
Gejala
klinis dari diabetes melitus terdiri dari :
1. Gejala khas
a. Poliuri ( meningkatnya pengeluaran
urine)
b. Polidipsi ( rasa haus)
c. Polifagia (rasa lapar yang semakin
besar)
d. Penurunan berat badan tanpa sebab yang
jelas
2. Gejala tidak khas
a. Lemas
b. Kesemutan
c. Luka yang sulit sembuh
d. Gatal
e. Mata kabur
f. Disfungsi ereksi pada pria
g. Pruritus vulva pada wanita.
2.2.7 Komplikasi diabetes melitus tipe 2
Komplikasi
penyakit DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu komplikais yang terjadi
secara akut (komplikasi metabolik akut) dan komplikasi yang terjadi secara
kronis (komplikasi vaskuler jangka panjang).
1. Komplikasi akut
Komplikasi
akut DM terjadi akibat perubahan yang relatif akut pada konsentrasi glukosa
plasma, yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia
adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah.
Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai
kejang. Hipoglikemia ditegakkan apabila kadar glukosa darah plasma ≤63 mg/dl
(3,5 mmol/L).
Hipoglikemia
terjadi akibat peningkatan kadar insulin baik sesudah penyuntikan subkutan atau
karena obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilure.
b. Hiperglikemia
Melalui
anamnesis penyebab hiperglikemia dapat diketahui, diantaranya karena adanya
masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang
didahului oleh stress akut. Pasien menderita hiperglikemia dan glukosuria
berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisi dan peningkatan oksidasi
asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam
plasma menyebabkan ketosis dengan tanda khas penurunan kesadaran disertai
dehidrassi berat.
2. Komplikasi kronis
Komplikasi
jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan makroangiopati. Adanya
pertumbuhan dan kematian sel merupakan dasar terjadinya komplikasi vaskuler
terutama pada endotel pembuluh darah, serta otot polos pembuluh darah yang
menyebabkan perubahan pada kesintesisan sel.
a. Mikroangiopati
Mikroangiopati
merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan arteriol retina
(retinopati diabetik), glomerulus ginjal ( nefropati diabetik) dan saraf-saraf
perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit.
b. Makroangiopati
Makroangiopati
diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa arteriosklerosis yang
disebabkan karena penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler. Apabila mengenai
artei perifer dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer disertai
klaudikasio intermitten dan gangguan ekstremitas seperti luka yang sulit
disembuhkan (gangren). Bila mengenai arteri koronia dan aorta menyebabkan
angina dan infark miokard.
2.3 Ulkus Diabetika
2.3.1 Definisi
Ulkus
adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan
salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.
Ulkus
diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes meliputi berupa
luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukanaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak di
rasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob.
2.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi
Ulkus diabetika pada penderita Diabetes melitus menurut Wagner (1983) terdiri
dari 6 tingkatan, yaitu :
Derajat
0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus”.
Derajat
I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat
II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat
III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat
IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat
V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
2.3.3 Patogenesis
Salah
satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes melitu adalah ulkus
diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut
Trias yaitu : iskemik, neuropati dan infeksi.
Pada
penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi
komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena
adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga parasetia, menurunnya reflek
otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila
diabetesi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus
diabetika.
Iskemik
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam
jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya
proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun
yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis
pedis, tibialis dan poplica, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ukus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis
merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan
lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat memengaruhi
otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.
Proses
angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perrfusi
jaringan baigian distal daritungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus
diabetika.
Pada
penderita DM yang tidak terendali akan menyebabkan penebalan tunika intima
(hiperplasia membran basalis arteri)pada pembuluh darah besar dan pembuluh
darah kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga
mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang
mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit
pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan Hemoglobin yang
terikat glukosa (HbA1C) yang menyebabkan deformibilitas eritrosit dan pelepasan
oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian
jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika.
Penderita
DM biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasam tinggi. Buruknya
sirkulasi ke sebagian besar jaringan kan menyebabkan hipoksia dan cedera
jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya
ateroslerosis.
Perubahan/inflamasi
pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh
darah, konsentrasi Highdensity-lipoprotein (HDL) sebagai pembersih plak
biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan
kerentanan tehadap aterosklerosis.
Konsekuensi
adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biaasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Pada
penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan
abnormaitas leukosit dehingga fungsi khermotoksis di lokasi radang terganggu,
demikian pula fingsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada
infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem patogenesis
baktersid intraseluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50% akan mengalami
infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media
pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika
yaitu kuman Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu
Clostridium perfingens, Clostridium novy dan Clostridium septikum.
2.3.4 Faktor Risiko
Faktor-faktor
risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut di jelaskan sebagai berikut :
a. Umur > 60
Umur,
menurut penelitian di swiss di kutip oleh sewondo bahwa > 60 tahun cara
fisologis menurun karna proses anging terjadi penurunan sekresi atau resistensi
insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian gloukosa darah
yang tinggi kurang optimal.
b. Lama DM > 10 tahun
Ulkus
diabetika terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih , apabila kadar gloukosa darah tidak terkendali,
karena akan muncul komplikasi yang berhubungan vaskuler sehingga mengalami
makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunya sirkulasi dan adanya robekan / luka pada kaki penderita
diabetik yang sering tidak di rasakan.
c. Neuropati diabetik
Adalah
istilah deskriftif yang menunjukan adanya gangguan , baik klinis maupun
subklinis, yang terjadi pada diabtes mellitus tanpa penyebab neuropati perifer
yang lain. Penyebabnya sendiri ada 6, yaitu:
1. Faktor metabolik
2. Faktor neurovaskular
3. Faktor autoimun
4. Cidera mekanik pada syaraf
5. Faktor hereditas atau keturunan
6. Faktor gaya hidup
Patofisiologinya
sendiri di awali dengan kejadian hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktifitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation
end products (AGEeS ), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C
(PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi,
sehingga aliran darah ke syaraf menurun dan bersama rendahnya mioinsitol dalam
sel terjadilah ND berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya DM.
Perbedaanya dengan neoropati vaskular pada perjalanan penyakitnya dimana
hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang di
sebut reacktif oxsigen species (ROS). Radikal bebas ini membuat keruskan
endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi
mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalaui
penebalan membran basalis, trombosis pada arteriol intrancurel, peningkatan
agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya
aliran darah syaraf dan peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal,
pembengkakan dan dimielinisasi pada syaraf akibat iskemia akut.
d. Obesitas
Pada
obesitas dengan IMT > 23kg / m2 (wanita) dan IMT > 25kg/m2 (pria) atau
BBR lebih dari 120% akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar
insulin melebihi 10 Uu/ml, keadaan ini menunjukan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan arterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi darah sedang atau besar pada tungkai yang menyebabkan
tungkai akan mudah terjadi ulkus atau ganggren diabetika.
e. Hipertensi
Hipertensi
(TD) > 130/80mm Hg) pada penderita diabetes millitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunya aliran darah sehingga
terjadi devisiensi vaskular, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih
dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan
pada endotel akan beropengaruh terhadap makroangipati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehungga dapat terjadi
hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.
f. Kolesterol total HDL, trigliserida
tidak terkendali
Pada
penderita diabetes millitus sering di jumpai adanya peningkatan kadar
trigliserida dann kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL.(hight
density/lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (> 45mg/dl).
Kadar trigliserida >150 mg/dl, kolesterol total >200 mg/dl dan HDL <
45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan
menyebabkan hipoksia serta cidera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan
terjadinya atersklerosis.
g. Kebiasaan merokok
Penelitian
case control di California oleh Casanno di kutip oleh WHO pada penderita
diabetes millitus yang merokok kurang lebih 12 batang per hari mempunyai resiko
3 kali untuk menjadi ulkus diabetika di bandingkan dengan penderita DM yang
tidak merokok.akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi
trombosit yang selnjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan
memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya arterosklerosis.
Atrerosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri
dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
h. Ketidakpatuhan diet DM
Kepatuhan
diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar gloukosa
darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah
komplikasi kronik. Seperti ulkus diabetika.
i. Penggunaan alas kaki tidak tepat
Diabetisi
tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang
tepat memudahkan trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila
terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang.
2.3.5 Tanda dan gejala ulkus diabetika
Tanda
dan gejala ulkuus diabetikum, yaitu :
1. Sering kesemutan
2. Nyeri kaki saat istirahat
3. Sensasi rasa berkurang
4. Kerusakan jaringan
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis
pedis, tibialis dan poplitea.
6. Kaki menjadi atropi dingin dan kuku
menebal
7. Kulit kering
2.3.6 Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetika
Pencegahan
dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah :
• Memperbaiki kelainan vaskular
• Memperbaiki sirkulasi
• Pengelolaan pada masalah yang timbul
( infeksi )
• Edukasi perawatan kaki
• Pemberian obat yang tepat untuk
infeksi dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun
menghilangkan keluhan atau gejala dan penyulit DM.
• Olahraga teratur dan menjaga berat
badan ideal
• Menghentikan kebiasaan merokok
• Merawat kaki secara teratur setiap
hari
2.4 Hipertensi
2.4.1 Definisi
Tekanan
darah manusia meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik. Sistolik adalah
tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi ( saat
jantung mengkerut ). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung
mengembang dan menyedot darah kembali ( pembuluh nadi mengempis kosong). Secara
umum seseorang di katakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik per
diastoliknya melebihi 140/90 mm hg (normalnya 120/80 mm hg). Tekanan darah
normal (normotensi) sangat di butuhkan untuk mengalirkan darah keseluruh tubuh,
yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Penggolongan tekanan darah
adalah seperti pada
Gejala
gejala hipertensi antara lain pusing. Muka merah, sakit kepala, keluar darah
dari hidung seacra tiba2, tengkuk terasa pegal, dan lain lain. Dampak yang
dapat di timbulkan hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput
bening (retina mata). Pecahnya pembuluh darah di otak serta kelumpuhan.WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian
tekanan yang lebih tepat dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tekanan
diastolik lebih penting dari pada tekanan sistolik dalam hal patofisiologi.
2.4.2 Patofisiologi hipertensi
Mekanisme
terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin 2 dari
angiotensin. Oleh angiotensin l-converting enzym (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinigen yang di produksi di hati.
Selanjutnya,
oleh hormon renin (di produksi oleh ginjal) akan di ubah menjadi angiotensin 1.
Oleh ACE yang terdapat di paru paru, angiotensin 1 di ubah jadi angiotensin 2.
Angiotensin 2 inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikan tekanan darah
melalui 2 aksi utama.
Aksi
pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH di produksi di hipotalamus (kelenjar pytuitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan voleme urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang di ekskresikan di luar tubuh (antidiuresis) sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk
mengencerkanya, volume cairan ekstraseluler akan di tingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intra seluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhrinya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron akan mengurangai ekskresi NaCl
garam dengan cara mereabsorbsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan di encerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada giliranya meningkatkan volume dan tekanan darah.
2.4.3 Klasifikasi hipertensi
Hipertensi
berdasarkan penyebab dapat di beadakan menjadi 2 (dua) golongan besar:
• Hipertensi essensial (primer) yaitu
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
• Hipertensi sekunder yaitu hipertensi
yang di sebabkan oleh penyakit. Kebanyakan penderita hipertensi tidak ada sebab
spesifik yang di kenal untuk peningkatan tekanan arteri. Pendertita dengan
hipertensi sistemik yang penyebabnya tidak diketahui sebanyak 95% sebagian
besar hipertensi tidak mempunyai etiologi spesifik yang dapat di kenali.
2.4.4 Faktor resiko hipertensi
2.4.4.1 Faktor resiko yang dapat di ubah antara lain:
a. Kebiasaan merokok
Pada
perokok resiko untuk terkena hipertensi lebih besar dari pada yang tidak
merokok, hal ini di sebabkan karna merokok dapat merangsang sistem adrenergik
yang dapat meningkatlkan tekanan darah, tetapi hal ini belum dapat di buktikan
secara signifikan.
b. Kegemukan
Menurut
study framingham. Orang orang yang memiliki berat badan 20% di atas normal
mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk mendapatkan tekanan darah tinggi dari
pada orang yang mempunyai berat badan normal. Jika berat badan berlebihan atau
terlalu banyak lemak dalam tubuh, maka jantung harus bekerja lebeih keras untuk
mengatasi volume tambahan pembuluh darah.
c. Diet tinggi garam
Hipertensi
jarang di derita oleh orang dewasa yang mengkomsumsi rendah garam. Pembatasan
komsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah dan pengeluaran natrium oleh obat
diuretik untuk menurunkan tekanan darah.
d. Diabetes Melitus
DM
adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah. Kadar gula
darah yang tinggi dan berkepanjangan dapat berakibat naiknya tekanan darah,
kadang-kadang tanda pertama yang tampak pada penderita DM adalah hipertensi.
e. Hiperkolesterolimia
Kolesterol
adalah zat yang keras dan berlilin yag bila berlebihan ia tertumpuk didalam
darah dan jaringan, maka akan membentuk satu sumbatan yang sulit disingkirkan
sehingga terjadi pengendapan yang abnormal yang dapat meningkatkan tekanan
darah.
f. Stres
Stres
adalah suatu keadaan dimana terjadi ketegangan fisik dan mental yang
dipengaruhi emosi dan proses berfikir. ketegangan jiwa atau stres seperti rasa
tertekan, rasa marah, rasa takutdan rasa bersalah, dapat merangsang anak ginjal
melepas hormon adrenalindan memacu jantung untuk bekerj lebih cepat dan kuat.
jika stres berlangsung lama tubuh akan melakukan kompensasi sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis dengan gejala yang menonjol yaitu
hipertensi.
2.4.4.2 Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a. Ras atau suku : orang kulit hitam lebih
besar risiko ipertensi daripada kulit putih.
b. Genetik : orang yang punya riwayat
keluarga penderita hipertensi lebih besar risikonya untuk jadi penderita
hipertensi essensial
c. Usia : secara umum pervalensi
hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun
berkisar antara 15%-20%. Survei di pedesaan Bali (2004) menemukan
prevalensi pria sebesar 46,2% dan 53,9% pada wanita. Prevalensi di Vietnam pada
tahun 2004 mencapai 29,9%, philipina (1993) 22% dan Singapura (2004)24,9% . di
Amerika prevalensi tahun 2005 adalah 21,7%.
d. Jenis kelamin : wanita memilki risiko
yang lenih besar untuk mendapatkan hipertensi daripada pria.
2.4.5 Gejala klinis
Gejala
hipertensi berupa sakit kepala yang parah, terutama diabagian temporal, ingatan
yang lemah, terdengar bunyi-bunyian dikepala, sesak nafas, insomnia,
kadang-kadang terdapat darah dalam urine. Pembengkakan pergelangan kaki juga
merupakan ciri umum adanya tekanan darah tinggi. Gejala macam itu hanya terjadi
pada hipertensi yang berkepanjangan.
Penyebab
terjadinya peningkatan tekanan darah antara lain adalah keadaan dalam bahaya,
gairah, amarah, dan stres, karena ini adalah mekanisme alamiah untuk
menghasilkan penyediaan darah yang cukup bagi otak.
Peningkatan
tekanan darah kadang merupakan satu-satu gejala hipertensi yang essensial.
Namun, tidak jarang hipertensi berjalan tanpa disertai gejala hanya jika sudah
terjadi komplikasi baru timbul gejala, seperti ginjal, jantung, mata dan otak.
2.4.6 Pengobatan
a. Nonfarmakologi : terapi nonfarmakologi
terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebihan,
konsumsi alkohol berlebihan, asupan garam, dan asupan lemak. Meningkatkan
aktifitas fisik, mengurangi asupan natrium, menurunkan konsumsi kafein dan
alkohol.
b. Farmakologi : Terapi farmakologi yaitu
obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretik, terutama jenis
thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel
blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
(ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau ATI reseptor antagonist blocker (ARB).
2.4.7 Komplikasi
Komplikasi
yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung
dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang
dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang
lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko
penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya
tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta
faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus.
Tekanan
darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 60 tahun,
merupakan faktor risiko kardiovaskular yang penting. Selain itu, dimulai dari
tekanan darah 115/75mmHg, kenaikan setiap 20/10mmHg meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular sebanyak dua
kali.
SUMBER DATA
id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_melitus
diabetesmelitus.org/
gejaladiabetes.com/
www.webmd.com/diabetes/types-of-diabetes-mell
penyakitdiabetesmelitus.net/
https://
diabetesmelitus.wordpress.com/
www.kalcare.co.id/
No comments:
Post a Comment