Thursday, April 23, 2015

DIABETES MELITUS



DIABETES MELITUS (DM)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi vaskular jangka panjang, baik mikroangipati maupun makroangiopati.
Indonesia kini telah menduduki peringkat keempat jumlah penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. WHO memrediksikan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun mendatang yaitu di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilakukan di Indonesia, kekerapan DM di Indonesia berkisar antara 1,4% dengan 1,6% kecuali di dua tempat yaitu di pekajangan (suatu desa dekat Semarang) 2,3% dan di Menado 6%di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan didaerah itu banyak perkawinan antara kerabat, sedangkan di Manado yang secara geografis dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi di Manado tinggi karena di Filipina juga tinggi yaitu 8,4%-12%. Penelitian di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di kelurahan Kayu Putih adalah 5,96% di Jawa Barat tahun 1995 angka itu hanya 1,1%. Penelitian terakhir antara 2001 dan 2005 didaerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, di Makasar tahun 2005 mencapai 12,5%. Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes melitus secara global tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan kemakmuran suatu populasi. Maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekadi yang kan datang kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Di Provinsi Lampung menurut Dinas Kesehatan tercatat bahwa pada tahun 2010 jumlah penderita DM mengalami peningkatan 12% dari periode sebelumnya yaitu sebanyak 6.256
Hipertensi merupakan komplikasi penyakit-penyakit pada penderita DM, khususnya pada penderita nefropati, neuropathy, dan ulkus diabetika. Ditemukan bahwa progresivitas penyakit nefropati, neuropati dan ulkus diabetika meningkat sehubung dengan peningkatan tekanan darah penderita DM. Pengawasan tekanan darah yang baik pada penderita DM akan mengurangi progresivitas, nefropati, neuropati, retinopati dan kerusakan mikrovaskular maupun makrovaskular yang berkomplikasi pada penyakit ulkus diabetika yang selanjutnya akan menurunkan morbilitas dan mortilitas penyakit jantung dan pembuluh darah.
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan  dan  menunjukkan,  di  daerah  pedesaan  masih  banyak  penderita  yang  belum terjangkau  oleh  pelayanan  kesehatan.  Baik  dari  segi  case-finding  maupun pelaksanaan  pengobatan  jangkauanya  masih  sangat  terbatas  dan  sebagian  besar  penderita  hipertensi  tidak  mempunyai  keluhan.  Prevalensi  terbanyak  berkisar antara  6% sampai  dengan  15 %  tetapi  angka-angka  ekstrim  rendah  seperti  di Ungaran, jawa tengah 1,8% , Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0, 6 %  ;  dan  Talang  Sumatera  Barat  17,8%.  Oleh  sebab  itu  perlu  diteliti  lebih lanjut, demikian  juga angka  yang relatif  sangat rendah.  Oleh  karena  itu, negara indonesia  yang  membangun  di  segala  bidang  perlu  memperhatikan  tindakan mendidik untuk mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskular, penyakit  degeneratif  dan  lain-lain,  sehingga  potensi  bangsa  dapat  lebih dimanfaatkan  untuk  proses  pembangunan.  Tujuan  program  penanggulangan  penyakit  kardiovaskuler  adalah  mencegah  peningkatan  jumlah  penderita  risiko penyakit kardiovaskuler dalam  masyarakat dengan  menghindari  faktor penyebab seperti  hipertensi,  diabetes, hiperlipidemia,  merokok,  stres  dan  lain-lain.
Penderita  DM  berisiko  29  kali  terjadi  komplikasi  ulkus  diabetika.  Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati  sehingga  terjadi  insusifiensi   vaskuler  dan  neuropati.  Ulkus diabetika  mudah  berkembang  menjadi  infeksi  karena  masuknya  kuman  atau bakteri  dan  adanya  gula  darah  yang  tinggi  menjadi  tempat  yang  strategis  untuk pertumbuhan kuman. Ulkus diabetika tanpa diberikan pengobatan dan perawatan, akan   mudah terkena  infeksi  yang  meluas. 
 Penelitian  case control  oleh Pract bahwa  faktor risiko  yang dapat diubah berhubungan dengan terjadinya ulkus diabetika meliputi tidak terkontrolnya kadar glukosa darah, kolesterol total, HDL, dan trigliserida. Penelitian  case control  oleh Toton Suryatono mengatakan bahwa neuropati merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetika. Penelitian  case  control  oleh  tri  hastuti  bahwa  faktor  risiko  yang  tidak dapat diubah dan dapat diubah terhadap kejadian ulkus diabetika pada penderita Diabetes  melitus  meliputi  faktor risiko tidak dapat diubah umur  ≥ 60 tahun dan lama menderita DM  ≥ 10 tahun, sedangkan faktor risiko dapat diubah: neuropati, obesitas, hipertensi, tidak terkontrol kadar glikolisasi hemoglobin (HbA1c), kadar glukosa  darah,  kadar  kolesterol  total,  kadar  HDL,  kadar  trigliserida,  kebiasaan merokok,  ketidakpatuhan  diet  DM,  kurangnya  aktivitas  fisik,  pengobatan  tidak teratur,  perawatan  kaki  diabetisi  tidak  teratur,  dan  penggunaan  alas  kaki  yang tidak tepat. Penelitian terdahulu di luar negeri dan Indonesia terhadap pasien DM yang menderita ulkus diabetika telah banyak dilakukan.
Berdasarkan data diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap  perbedaan kejadian ulkus diabetika pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi
1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang akan menjadi permasalahan untuk diteliti adalah “ Apakah terdapat perbedaan kejadian ulkus diabetika pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi .


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Diabetes Melitus
2.1.1    Definisi diabetes melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.1.2    Epidemiologi diabetes melitus
Diabetes melitus dapat ditemukan pada hampir semua lapisan masyarakat di seluruh dunia, namun insiden dan prevalensi diabetes (angka kejadian diabetes) serta distribusi relatif diabetes ini menunjukan perbedaan-perbedaan pokok antar negara dan kelompok etnik yang berbeda di dalam suatu negara.
Menurut WHO, dunia kini didiami oleh 171 juta penderita DM (2000) dan akan meningkat 2 kali, 366 juta pada tahun 2030. Prevalensi DM di Indonesia mencapai 8.426.000 (tahun 2000) yang diproyeksikan 21.257.000 pada tahun 2030. Artinya terjadi kenaikan tiga kali lipat dalam waktu 30 tahun. Indonesia menempati urutan ke lima dari data prevalensi diabetes di region Asia Tenggara.

2.1.3    Klasifikasi diabetes melitus
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009
a)         Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe ini disebabkan oleh karena adanya proses imunologik/idiopatik yang menyebabkan destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin obstruksi.
b)         Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 ini bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
c)         Diabetes melitus tipe lainnya
1.         Defek genetik fungsi sel beta
2.         Defek genetik kerja insulin
3.         Penyakit eksokrin pankreas
4.         Endokrinopati
5.         Karena obat/zat kimia
6.         Infeksi
7.         Imunologi
8.         Sindrom genetik lain
d)         Diabetes gestasional (diabetes kehamilan).

2.1.4    Kriteria diagnosis diabetes melitus
1.         Gejala klasik DM + glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2.         Atau gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3.         Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan ke dalam air.
2.2       Diabetes Melitus tipe 2
2.2.1    Definisi diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 adalah intoleransi karbohidrat yang ditandai dengan resistensi insulin, defisiensi relatif (bukan absolut) insulin, kelebihan produksi glukosa hepar dan hiperglikemia.
2.2.2    Epidemiologi diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 lebih sering dijumpai dari tipe 1, dan ditemukan sekitar 90% dari seluruh kasus diabetes melitus. Pada kebanyakan kasus, onset diabetes melitus tipe 2 terjadi diatas umur 30 tahun, paling sering antara usia 50-60 tahun dan penyakit ini timbul secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, sindrom ini sering disebut sebagai diabetes-onset dewasa. Akan tetapi, akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus yang terjadi pada individu yang berusia lebih muda, sebagian berusia kurang dari 20 tahun dengan dengan diabetes melitus tipe 2. Tren tersebut agaknya berkaitan terutama dengan peningkatan pervalensi obesitas.
Prevalensi di Amerika serikat 6% sampai 7% pada orang berusia 45 sampai 65 tahun dan  10% sampai 12% pada orang berusia lebih dari 65 tahun, sekitar 16 juta orang di Amerika Serikat terdiagnosa diabetes, 90% diantara mereka menderita diabetes melitus tipe 2. Terdapat peningkatan epidemi diabetes tipe 2 pada anak muda sesuai dengan peningkatan obesitas dan gaya hidup nyaman (kurang gerak) pada kelompok usia ini.
Diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilakukan, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4% dengan 1, 6%, kecuali di dua tempat yaitu Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3 % dan di Menado 6%.
2.2.3    Etiologi diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 dapat disebabkan oleh faktor genetik, resistensi insulin, dan faktor lingkungan. Selain itu ada faktor-faktor yang mencetuskan diabetes diantaranya obesitas, kurang gerak/olahraga, makanan berlebihan dan penyakit hormonal yang kerjanya berlawanan dengan insulin.
2.2.4    Faktor risiko diabetes melitus tipe 2
2.2.4.1 Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
1.         Ras dan etnik
2.         Riwayat keluarga dengan diabetes
3.         Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatya usia. Usia ≥45 tahun harus dilakukakan pemerikasaan DM.
4.         Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM Gestasional.
5.         Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi lahir dengan BB rendah mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lahir BB normal.

2.2.4.2 Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
1.         Berat badan lebih (IMT>23 kg/m2)
2.         Kurangnya aktivitas fisik
3.         Hipertensi (≥140/90 mmHg)
4.         Dislipidemia ( ≤35 mg/dl dan atau trigliserida ≥259 mg/dl)
5.         Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet tinggi gula rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe 2
2.2.4.3 Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes
1.         Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
2.         Penderita sindrom metabolik
Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya dan memiliki riwayat penyakit kardiovaskular seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral Arterial Disease).
2.2.5    Patofisiologi diabetes melitus tipe 2
Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau dalam peta, sehingga disebut pulau-pulau Langerhans pankreas. Pulau-pulau langerhans ini berisi sel alfa yang menghasilkan hormon glukagon dan sel beta yang menghasilkan insulin. Kedua hormon ini bekerja berlawanan, glukagon meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin menurunkan kadar glukosa darah.
Insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dapat diibiratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolismekan menjadi tenaga. Jika insulin tidak ada atau jumlahnya sedikit, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga kadarnya di dalam darah meningkat (hiperglikemia).
Pada diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas, kurang aktifitas fisik dan penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel beta langerhans seperti DM tipe 1. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolute.
Pada awalnya perkembangan DM tipe 2, sel-sel beta menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel beta pankreas. Kerusakan sel-sel beta pankreas yang terjadi secara progresif sering kali akan mengakibatkan defisensi insulin, sehigga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderrita DM tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi dan defisiensi insulin.

2.2.6    Manifestasi klinis 
Gejala klinis dari diabetes melitus terdiri dari :
1.         Gejala khas
a.         Poliuri ( meningkatnya pengeluaran urine)
b.         Polidipsi ( rasa haus)
c.         Polifagia (rasa lapar yang semakin besar)
d.         Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
2.         Gejala tidak khas
a.         Lemas
b.         Kesemutan
c.         Luka yang sulit sembuh
d.         Gatal
e.         Mata kabur
f.          Disfungsi ereksi pada pria
g.         Pruritus vulva pada wanita.

2.2.7    Komplikasi diabetes melitus tipe 2
Komplikasi penyakit DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu komplikais yang terjadi secara akut (komplikasi metabolik akut) dan komplikasi yang terjadi secara kronis (komplikasi vaskuler jangka panjang).
1.         Komplikasi akut
Komplikasi akut DM terjadi akibat perubahan yang relatif akut pada konsentrasi glukosa plasma, yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
a.         Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang. Hipoglikemia ditegakkan apabila kadar glukosa darah plasma ≤63 mg/dl (3,5 mmol/L).
Hipoglikemia terjadi akibat peningkatan kadar insulin baik sesudah penyuntikan subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilure.
b.         Hiperglikemia
Melalui anamnesis penyebab hiperglikemia dapat diketahui, diantaranya karena adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Pasien menderita hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisi dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma menyebabkan ketosis dengan tanda khas penurunan kesadaran disertai dehidrassi berat.
2.         Komplikasi kronis
Komplikasi jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan makroangiopati. Adanya pertumbuhan dan kematian sel merupakan dasar terjadinya komplikasi vaskuler terutama pada endotel pembuluh darah, serta otot polos pembuluh darah yang menyebabkan perubahan pada kesintesisan sel.
a.         Mikroangiopati
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal ( nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit.
b.         Makroangiopati
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa arteriosklerosis yang disebabkan karena penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler. Apabila mengenai artei perifer dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer disertai klaudikasio intermitten dan gangguan ekstremitas seperti luka yang sulit disembuhkan (gangren). Bila mengenai arteri koronia dan aorta menyebabkan angina dan infark miokard.
2.3       Ulkus Diabetika
2.3.1    Definisi
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes meliputi berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukanaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak di rasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
2.3.2    Klasifikasi
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes melitus menurut Wagner (1983) terdiri dari 6 tingkatan, yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus”.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
2.3.3    Patogenesis
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes melitu adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : iskemik, neuropati dan infeksi.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga parasetia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetesi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplica, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ukus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat memengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.
Proses angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perrfusi jaringan baigian distal daritungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika.
Pada penderita DM yang tidak terendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis arteri)pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan Hemoglobin yang terikat glukosa (HbA1C) yang menyebabkan deformibilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika.
Penderita DM biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasam tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan kan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya ateroslerosis.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi Highdensity-lipoprotein (HDL) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan tehadap aterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biaasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormaitas leukosit dehingga fungsi khermotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fingsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem patogenesis baktersid intraseluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50% akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfingens, Clostridium novy dan Clostridium septikum.
2.3.4    Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut di jelaskan sebagai berikut :
a.         Umur > 60
Umur, menurut penelitian di swiss di kutip oleh sewondo bahwa > 60 tahun cara fisologis menurun karna proses anging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian gloukosa darah yang tinggi kurang optimal.
b.         Lama DM > 10 tahun
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih , apabila kadar gloukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunya sirkulasi dan adanya robekan / luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak di rasakan.
c.         Neuropati diabetik
Adalah istilah deskriftif yang menunjukan adanya gangguan , baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabtes mellitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Penyebabnya sendiri ada 6, yaitu:
1.         Faktor metabolik
2.         Faktor neurovaskular
3.         Faktor autoimun
4.         Cidera mekanik pada syaraf
5.         Faktor hereditas atau keturunan
6.         Faktor gaya hidup
Patofisiologinya sendiri di awali dengan kejadian hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktifitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEeS ), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke syaraf menurun dan bersama rendahnya mioinsitol dalam sel terjadilah ND berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya DM. Perbedaanya dengan neoropati vaskular pada perjalanan penyakitnya dimana hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang di sebut reacktif oxsigen species (ROS). Radikal bebas ini membuat keruskan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalaui penebalan membran basalis, trombosis pada arteriol intrancurel, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah syaraf dan peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, pembengkakan dan dimielinisasi pada syaraf akibat iskemia akut.
d.         Obesitas
Pada obesitas dengan IMT > 23kg / m2 (wanita) dan IMT > 25kg/m2 (pria) atau BBR lebih dari 120% akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 Uu/ml, keadaan ini menunjukan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan arterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang atau besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus atau ganggren diabetika.
e.         Hipertensi
Hipertensi (TD) > 130/80mm Hg) pada penderita diabetes millitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunya aliran darah sehingga terjadi devisiensi vaskular, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan beropengaruh terhadap makroangipati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehungga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.
f.          Kolesterol total HDL, trigliserida tidak terkendali
Pada penderita diabetes millitus sering di jumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dann kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL.(hight density/lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (> 45mg/dl). Kadar trigliserida >150 mg/dl, kolesterol total >200 mg/dl dan HDL < 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cidera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya atersklerosis.

g.         Kebiasaan merokok
Penelitian case control di California oleh Casanno di kutip oleh WHO pada penderita diabetes millitus yang merokok kurang lebih 12 batang per hari mempunyai resiko 3 kali untuk menjadi ulkus diabetika di bandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selnjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya arterosklerosis. Atrerosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
h.         Ketidakpatuhan diet DM
Kepatuhan diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar gloukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik. Seperti ulkus diabetika.
i.          Penggunaan alas kaki tidak tepat
Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang.
2.3.5    Tanda dan gejala ulkus diabetika
Tanda dan gejala ulkuus diabetikum, yaitu :
1.         Sering kesemutan
2.         Nyeri kaki saat istirahat
3.         Sensasi rasa berkurang
4.         Kerusakan jaringan
5.         Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
6.         Kaki menjadi atropi dingin dan kuku menebal
7.         Kulit kering
2.3.6    Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetika
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah :
           Memperbaiki kelainan vaskular
           Memperbaiki sirkulasi
           Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi )
           Edukasi perawatan kaki
           Pemberian obat yang tepat untuk infeksi dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan keluhan atau gejala dan penyulit DM.
           Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal
           Menghentikan kebiasaan merokok
           Merawat kaki secara teratur setiap hari

2.4       Hipertensi
2.4.1    Definisi
Tekanan darah manusia meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik. Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi ( saat jantung mengkerut ). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali ( pembuluh nadi mengempis kosong). Secara umum seseorang di katakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik per diastoliknya melebihi 140/90 mm hg (normalnya 120/80 mm hg). Tekanan darah normal (normotensi) sangat di butuhkan untuk mengalirkan darah keseluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Penggolongan tekanan darah adalah seperti pada

Gejala gejala hipertensi antara lain pusing. Muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung seacra tiba2, tengkuk terasa pegal, dan lain lain. Dampak yang dapat di timbulkan hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata). Pecahnya pembuluh darah di otak serta kelumpuhan.WHO  memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tekanan diastolik lebih penting dari pada tekanan sistolik dalam hal patofisiologi.
2.4.2    Patofisiologi hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin 2 dari angiotensin. Oleh angiotensin l-converting enzym (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinigen yang di produksi di hati.
Selanjutnya, oleh hormon renin (di produksi oleh ginjal) akan di ubah menjadi angiotensin 1. Oleh ACE yang terdapat di paru paru, angiotensin 1 di ubah jadi angiotensin 2. Angiotensin 2 inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikan tekanan darah melalui 2 aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH di produksi di hipotalamus (kelenjar pytuitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan voleme urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang di ekskresikan di luar tubuh (antidiuresis) sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkanya, volume cairan ekstraseluler akan di tingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intra seluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhrinya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron akan mengurangai ekskresi NaCl garam dengan cara mereabsorbsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan di encerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada giliranya meningkatkan volume dan tekanan darah.
2.4.3    Klasifikasi hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebab dapat di beadakan menjadi 2 (dua) golongan besar:
           Hipertensi essensial (primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
           Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit. Kebanyakan penderita hipertensi tidak ada sebab spesifik yang di kenal untuk peningkatan tekanan arteri. Pendertita dengan hipertensi sistemik yang penyebabnya tidak diketahui sebanyak 95% sebagian besar hipertensi tidak mempunyai etiologi spesifik yang dapat di kenali.

2.4.4    Faktor resiko hipertensi          
2.4.4.1 Faktor resiko yang dapat di ubah antara lain:
a.         Kebiasaan merokok
Pada perokok resiko untuk terkena hipertensi lebih besar dari pada yang tidak merokok, hal ini di sebabkan karna merokok dapat merangsang sistem adrenergik yang dapat meningkatlkan tekanan darah, tetapi hal ini belum dapat di buktikan secara signifikan.
b.         Kegemukan
Menurut study framingham. Orang orang yang memiliki berat badan 20% di atas normal mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk mendapatkan tekanan darah tinggi dari pada orang yang mempunyai berat badan normal. Jika berat badan berlebihan atau terlalu banyak lemak dalam tubuh, maka jantung harus bekerja lebeih keras untuk mengatasi volume tambahan pembuluh darah.
c.         Diet tinggi garam
Hipertensi jarang di derita oleh orang dewasa yang mengkomsumsi rendah garam. Pembatasan komsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah dan pengeluaran natrium oleh obat diuretik untuk menurunkan tekanan darah.
d.         Diabetes Melitus
DM adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah. Kadar gula darah yang tinggi dan berkepanjangan dapat berakibat naiknya tekanan darah, kadang-kadang tanda pertama yang tampak pada penderita DM adalah hipertensi.
e.         Hiperkolesterolimia
Kolesterol adalah zat yang keras dan berlilin yag bila berlebihan ia tertumpuk didalam darah dan jaringan, maka akan membentuk satu sumbatan yang sulit disingkirkan sehingga terjadi pengendapan yang abnormal yang dapat meningkatkan tekanan darah.
f.          Stres
Stres adalah suatu keadaan dimana terjadi ketegangan fisik dan mental yang dipengaruhi emosi dan proses berfikir. ketegangan jiwa atau stres seperti rasa tertekan, rasa marah, rasa takutdan rasa bersalah, dapat merangsang anak ginjal melepas hormon adrenalindan memacu jantung untuk bekerj lebih cepat dan kuat. jika stres berlangsung lama tubuh akan melakukan kompensasi sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis dengan gejala yang menonjol yaitu hipertensi.
2.4.4.2 Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a.         Ras atau suku : orang kulit hitam lebih besar risiko ipertensi daripada kulit putih.
b.         Genetik : orang yang punya riwayat keluarga penderita hipertensi lebih besar risikonya untuk jadi penderita hipertensi essensial
c.         Usia : secara umum pervalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun  berkisar antara 15%-20%. Survei di pedesaan Bali (2004) menemukan prevalensi pria sebesar 46,2% dan 53,9% pada wanita. Prevalensi di Vietnam pada tahun 2004 mencapai 29,9%, philipina (1993) 22% dan Singapura (2004)24,9% . di Amerika prevalensi tahun 2005 adalah 21,7%.
d.         Jenis kelamin : wanita memilki risiko yang lenih besar untuk mendapatkan hipertensi daripada pria.
2.4.5    Gejala klinis
Gejala hipertensi berupa sakit kepala yang parah, terutama diabagian temporal, ingatan yang lemah, terdengar bunyi-bunyian dikepala, sesak nafas, insomnia, kadang-kadang terdapat darah dalam urine. Pembengkakan pergelangan kaki juga merupakan ciri umum adanya tekanan darah tinggi. Gejala macam itu hanya terjadi pada hipertensi yang berkepanjangan.
Penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah antara lain adalah keadaan dalam bahaya, gairah, amarah, dan stres, karena ini adalah mekanisme alamiah untuk menghasilkan penyediaan darah yang cukup bagi otak.
Peningkatan tekanan darah kadang merupakan satu-satu gejala hipertensi yang essensial. Namun, tidak jarang hipertensi berjalan tanpa disertai gejala hanya jika sudah terjadi komplikasi baru timbul gejala, seperti ginjal, jantung, mata dan otak.
2.4.6    Pengobatan
a.         Nonfarmakologi : terapi nonfarmakologi terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebihan, konsumsi alkohol berlebihan, asupan garam, dan asupan lemak. Meningkatkan aktifitas fisik, mengurangi asupan natrium, menurunkan konsumsi kafein dan alkohol.
b.         Farmakologi : Terapi farmakologi yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretik, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau ATI reseptor antagonist blocker (ARB).
2.4.7    Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus.
Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 60 tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular yang penting. Selain itu, dimulai dari tekanan darah 115/75mmHg, kenaikan setiap 20/10mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sebanyak  dua kali.

SUMBER DATA

id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_melitus
diabetesmelitus.org/
gejaladiabetes.com/
www.webmd.com/diabetes/types-of-diabetes-mell
penyakitdiabetesmelitus.net/
https:// diabetesmelitus.wordpress.com/
www.kalcare.co.id/‎

No comments:

Post a Comment