Thursday, April 23, 2015

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN



MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I
HAKIKAT MANUSIA

A.                Penciptaan Manusia
1.      Keberadaan manusia pertama kali di bumi ini tidak diketahui secara pasti.
2.      Diperkirakan  bumi mendahului keberadaan manusia sebagai penghuni di atasnya. 
3.      Mungkin saja  sebelum menghuni bumi ini, manusia telah berada di tempat lain kemudian mengadakan eksodus ke atas bumi.    
Teori evolusi mengatakan bahwa alam ini, termasuk manusia yang berada didalamnya berkembang secara evolusionis (berubah atau berkembang secara perlahan) dari makhluk yang sangat sederhana yang berkembang sedemikian rupa menjadi makhluk yang lebih kompleks. Golongan Realisme (orang yang beranggapan bahwa realitas ini bersifat bendawi), golongan Materialisme (orang yang beranggapan bahwa alam ini merupakan wujud gerak mekanistik) dan Atheis (orang yang tidak percaya kepada Tuhan) berpandangan demikian.
Dalam kitab suci al-Qur’an disebutkan, bahwa ketika Tuhan hendak menciptakan manusia (khalifah di atas bumi), Dia berdialog dengan malaikat. Malaikat mempunyai persepsi buruk tentang keberadaan makhluk baru itu. Akan tetapi Tuhan akan memberikan pengajaran atau pendidikan kepadanya. Anda bisa mempelajarinya lebih dalam lagi melalui tafsir QS:2 :31 (al-Qur’an Surat al-Baqarah, ayat 31). Tuhan telah menciptakan Adam di dalam surga dengan aturan tidak boleh mendekati dan memakan buah pohon khuldi. Tetapi ketika Adam mendapatkan pasangannya bernama Hawa, dia tergoda oleh bujuk rayu pasangannya itu untuk mendekati dan memakan buah larangan itu. Atas pelanggarannya tersebut Adam dan Hawa diturunkan dari surga ke atas bumi. Jadilah mereka penghuni bumi pertama yang datang dari tempat lain, kemudian dilanjutkan dengan anak keturunannya. Anak keturunannya diciptakan dari sel-sel sperma dan ovum sebagaimana akan diterangkan nanti.
Dalam pandangan filosofis, bahwa penciptaan oleh Tuhan berproses secara emanatif (pancaran). Tuhan sebagai Wujud al-Awwal (wujud pertama) keberadaan-Nya bersifat wajib/Wajib al-Wujud. Dalam wacana filsafat Prepatetik, Tuhan sebagai Wajib al-Wujud ( wajib adanya atau wujud-Nya sebagai suatu keharusan), yaitu wujud yang harus ada dan tidak boleh tidak, serta dzat dan wujudnya adalah identik. Wajib al-Wujud ini disebut pula dengan al-’Aql. Al-Aql ini adalah dzat yang berpikir. Dan yang dipikirkan adalah dirinya sendiri karena tiada yang lebih berhak untuk dipikirkan kecuali dirinya sendiri. Karena Dia berpikir, maka Dia disebut dengan al-A’qil (yang berpikir), dan karena yang dipikirkan dirinya sendiri, maka Dia pula disebut dengan al-Ma’qul (yang dipikirkan).

B. Dimensi Kepribadian Manusia

1.    Aspek Fisik Manusia

Pandangan satu pihak tentang manusia lebih menekankan pada realitas dan fungsi-fungsi jasmani. Anggapan demikian menunjukkan bahwa keberadan dan kehidupan manusia sangat ditentukan oleh fisiknya. Aspek jasmani yang terdiri atas benda (materi) tunduk kepada hukum-hukum materi atau hukum-hukum alam yang bekerja secara mekanik. Keberadaannya berasal dari alam dan bekerja menurut hukum alam.  Secara fisiologis (jasmani), keturunan manusia diciptakan dari sel-sel sperma yang bersatu dengan sel-sel telur (ovum) dalam rahim seorang ibu yang mengandungnya, sehingga kemudian menjadi segumpal darah, darah kemudian menjadi daging, dan daging membentuk tulang-belulang sampai hari kelahirannya mencapai kelengkapan fisiologis yang diperlukan untuk hidup.

2.    Aspek Psikis Manusia

Pandangan lain lebih menekankan pada realitas dan fungsi-fungsi ruhani. Aktivitas dan perbuatan manusia secara lahir sangat ditentukan oleh aspek ruhaninya, karena aspek jasnami hanya merupakan bayangan atau pengejawantahan dari realitas ruhani. Aspek ini dianggap telah ada sebelum manusia lahir ke dunia ini; dan akan melanjutkan kehidupannya di akhirat nanti ketika jasadnya sudah meninggal dunia. Kehidupan ruhani yang telah mengalami kehidupannya sebelum hidup di dunia ini dan terus akan hidup secara ruhani walaupun jasadnya sudah mati adalah lebih penting. Oleh karena itu, aspek manusia tidak bersifat fisik semata sebagaimana dideskripsikan di atas. Pengamatan terhadap aspek fisik semata tidak dapat menjelaskan manusia secara utuh, bahkan tidak mencukupi untuk memperjelas konsep manusia, karena manusia tidak diwakili oleh aspek fisiknya belaka.

Aspek kejiwaan atau aspek spiritual adalah sesuatu yang lain dari tubuh dan bentuk-bentuknya berbeda dengan bentuk tubuh.  Secara etimologis spiritual berarti jiwa, sesuatu yang immaterial, supramaterial. Makna etimologis semacam ini meliputi atau mengandung term al-ru h ( الروح/spirit, soul), al-nafs ( النفس/mind,  soul, psyche, spirit), al-qalb ( القلب/mind, soul, spirit)  dan al-‘aql  العقل)/reason, insight, mind, intelect, intelegence). Al-‘aql masuk dalam makna spirit atas padanan kata dari istilah al-nafs yang diberikan oleh para filosof.
KEBUTUHAN DAN PENGEMBANGAN
DIMENSI KEPRIBADIAN MANUSIA
A.    Kebutuhan Manusia

1.     Kebutuhan Hidup yang Bersifat Fisik
Anda memerlukan berbagai macam ragam kebutuhan untuk hidup. Untuk mempertahankan kehidupan Anda diperlukan pemenuhan kebutuhan hidup primer. Kebutuhan primer adalah kebutuhan hidup yang tidak boleh tidak, harus ada dan tersedia.
Dalam nutrisi yang Anda konsumsi terdapat banyak bahan yang dapat
menunjang keberlangsungan hidup Anda, misalnya:
(1) karbohidrat untuk pembakaran di dalam tubuh Anda,
(2) protein sebagai bahan pembangun sel-sel tubuh yang sudah rusak,
(3) vitamin sebagai benteng pertahanan dari serangan berbagai bakteri maupun virus penyakit,
(4) oksigen sebagai komponen lain dalam pembakaran dalam tubuh.
Asupan sebagaimana tersebut di atas harus proporsional dengan kebutuhan tubuh, supaya dapat meningkatkan daya tahan, vitalitas, perkembangan tubuh. Tubuh yang mendapatkan asupan yang cukup dan proporsional akan meningkatkan kesehatan.
Secara spesifik ada kebutuhan khusus yang berbeda antara laki-laki danperempuan  terkait dengan perbedaan biologik yang bersifat kodrati yaitu perbedaan organ-organ reproduksi yang harus menjadi perhatian utama. Misalnya laki-laki membuahi dan perempuan mengalami haid, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Tentu saja laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda yang disebut dengan kebutuhan gender praktis.

2.      Kebutuhan Hidup yang Bersifat Psikis
Anda barangkali pernah mengalami, atau paling tidak pernah menyaksikan orang yang murung ketika ia menghadapi malapetaka yang mengancam jiwanya, atau paling tidak orang yang gagal dalam suatu usaha, seperti tidak lulus dalam suatu ujian sekolah, atau sebaliknya. Anda barangkali pernah mengalami atau menyaksikan orang yang bersorak sorai sebagai tanda kegembiraannya ketika seseorang sukses dalam suatu usaha, misalnya lulus dalam suatu ujian sekolah. Orang demikian menunjukkan kebebasan dirinya dari beban yang menekan. Beban yang menekan dirinya akan menyebabkan ia menjadi stres atau depresi.
Secara psikis seseorang memenuhi pembinaan guna pengembangan aspek psikisnya. Seperti pengembanagn berpikir, mengingat, berfantasi, menanggap, mengamati, memperhatikan dan lain sebagainya. Kebutuhan itu seharusnya dapat dipenuhi sedemikian rupa agar ia dapat menikmati hidup dan dalam rangka menciptakan kondisi manusia yang sehat jasmani dan ruhani. Kebutuhan psikis dapat disebutkan sebagai berikut.
a.       Rasa Aman
b.      Penghargaan
c.       Aktualisasi Diri
d.      Kebutuhan Terhadap Agama

B. Pengembangan Kepribadian Manusia
Aspek fisik mempunyai peran yang sangat penting dalam mengantarkan seseorang mencapai tujuan yang diinginkannya. Dalam hubungannya dengan alam yang memang dipersiapkan untuk kehidupannya di dunia ini, seseorang tidak harus bersifat fatalis dalam menghadapinya. Mengembangkan aspek fisik dan material sudah tersurat maupun tersirat dalam pandangan hidup manusia, dan sebagai pemenuhan kewajiban legal formal dan kewajiban moral bagi seseorang yang meniti karier kehidupanya di dunia ini. Kehidupan masa kini umpamanya, ditandai dengan semakin canggihnya teknologi dan semakin lengkapnya pemenuhan kebutuhan material, namun belum cukup memberikan makna terhadap kebutuhan ruhani sepanjang seseorang belum menemukan makna kehidupan dari berbagai dimensinya dalam dirinya sendiri secara ruhani. Seseorang perlu menyelami kedalaman aspek ruhaninya supaya ia tidak mengabaikan kebutuhannya yang paling dasar dalam mendapatkan ketentraman batin dan keseimbangan dalam dirinya. Pikiran seseorang pada suatu ketika memerlukan pembebasan dari kesadaran yang terbatas menuju pada kesadaran yang tidak terbatas. Bilamana aktualisasi dan kebutuhan aspek ruhaninya tidak terpenuhi sebagai kebutuhan dasar, maka sulit diharapkan terwujudnya ketentraman dan kedamaian dalam hidup, yang berarti pula tidak ada keseimbangan antara kondisi fisik dan psikis. Berat sebelah pengembangan antara dua aspek ini menyebabkan disharmoni antara berbagai aspek kepribadiannya yang mengakibatkan terjadinya dehumanisasi, dan banyaknya penyimpangan Ketika seseorang lebih banyak memerhatikan aspek materialnya, maka aspek lainnya terbengkalai. Betapa keringnya kehidupan jika tidak disertai nuansa ruhani. Hilangnya cita rasa itu berarti lenyapnya kebahagiaan, barangkali merusakkan kecerdasan intuitif, dan lebih-lebih lagi sangat berbahaya bagi pembinaan moralitas, karena hal itu melemahkan emosi dan cita rasa batin. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan aspek ruhani tidak harus dikesampingkan, lebih-lebih hakikat seseorang pada dasarnya terletak pada aspek ruhaniahnya yang bersifat permanen, immortal dan eksistensinya sebagai bagian dari perjalanannya yang teramat panjang.

BAB III
HAKIKAT PENDIDIKAN

1.      Pengertian Pendidikan
Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Dalam bahasa romawi pendidikan diistilahkan sebagai Educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educat  yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Muhajir, 2000 : 20).
a.      Pendidikan dalam arti sempit
Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak sekolah agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
b.      Pendidikan dalam arti luas
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung disekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik untuk dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang.

2.      Ilmu Pendidikan
a.       Ilmu Normatif
·         Norma Agama
·         Filsafat/Pandangan Hidup
·         Norma Masyarakat/Negara
b.      Ilmu Teortis
·         Teori Pend. Islam
·         Teori Natifisme
·         Teori Empirisme
·         Teori Kompergensi
·         Teori Konstruktifisme
c.       Ilmu Praktis
Pendidikan tidak sekedar mencari pengetahuan tetapi harus diujudkan dalam bentuk praktik (fungsional).

3.      Perbedaan antara pendidikan dan ilmu pendidikan
·         Pendidikan ialah tindakan manusia dalam membimbing manusia lain.
·         Ilmu pendidikan adalah sebagai pengetahuan tentang bagaimana melakukan tindakan membimbing tersebut.
BAB IV
KOMPONEN, FUNGSI, DAN TUJUAN PENDIDIKAN

A.    Komponen Pendidikan
  1. Tujuan
Tujuan merupakan komponen penting dan sangat menentukan bahkan merupakan esensi dari pendidikan.
  1. Peserta didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat laki-laki dan perempuan yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
  1. Pendidik
Pendidik adalah orang laki-laki dan perempuan yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi.
  1. Alat
Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi juga sebagai langkah atau situasi yang membantu pencapaian tujuan pendidikan.
  1. Lingkungan
Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

B.     Fungsi Pendidikan
Fungsi utama pendidikan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian serta peradaban yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan. Sedangkan tujuan pendidikan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang seperti yang dikemukakan oleh Hasbullah (2005:10-16).
C.    Tujuan pendidikan
  1. Tujuan umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai di akhir proses pendidikan, yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani anak didik.
  1. Tujuan khusus
Tujuan khusus adalah tujuan tertentu yang hendak dicapai berdasar usia, jenis kelamin, sifat, bakat, inteligensi, lingkungan sosial-budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan syarat pekerjaan, dan sebagainya.
  1. Tujuan tidak lengkap
Tujuan tidak lengkap adalah tujuan yang me-nyangkut sebagian aspek manusia, misalnya tujuan khusus pembentukan kecerdasan saja, tanpa memperhatikan yang lainnya.
  1. Tujuan sementara
Tingkatan demi tingkatan diupayakan untuk mencaai tujuan akhir
  1. Tujuan intermedier
Tujuan intermedier adalah tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok.
  1. Tujuan incidental
Tujuan insidental adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, yang sifatnya seketika dan spontan.
Adapun tuuan pendidikan menurut Bloom Field : Kognitif, Afektif,  Psikomotor.


BAB V
LANDASAN-LANDASAN PENDIDIKAN

1.      Landasan Agama (religius)
Landasan agama merupakan landasan yang paling mendasari dari landasan-landasan pendidikan, sebab landasan agama merupakan landasan yang diciptakan oleh  Allah SWT,  yakni  Tuhan yang Maha Kuasa
       Al  Qur’an
Al Qur”an Surat Al Mujadalah  ayat 11, artinya  :
Allah  mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat”.
       Al Hadits
Hadits Nabi Muhammad SAW, artinya;
Barang siapa menginginkan kebahagiaan dunia, maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan kebahagiaan akherat, maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya (kebahagiaan dunia dan akherat), maka dengan ilmu”.

2.      Ladasan Filosofis
Filsafat Pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai akar-akarnya memengenai pendidikan (Pidarta, 2001).
      Apakah Pendidikan itu
      Apa yang hendak dicapai oleh pendidikan
      Bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan

3.      Landasan Hukum ( Yuridis)
Landasan adalah adalah titik tolak yang menjadi pedoman dalam proses pendidikan.
Bentuk landasan hukum dalam pendidikan  
      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
      Peraturan Pemerintah Nomor  19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
      Permen (peraturan menteri)

4.      Landasan Psikologis
Psikologi merupakan ilmu jiwa yakni ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manausia, yang selalu berada dan melekat pada manusia itu sendiri.
Pendidikan harus sesuai dengan
       Pertumbuhan peserta didik
       Perkembangan peserta didik

5.      Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep‑konsep tertentu. Sejarah mencakup kejadian dalam alam ini, termasuk hal‑hal yang dikembangkan oleh budi daya manusia.
6.      Landasan Sosial Budaya
Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan masyarakat. Unsur sosial merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Materi yang dipelajari anak‑anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan‑kegiatan mereka dan bentuk‑bentuk yang dikedakan juga budaya. Dengan demikian budaya tidak pernah lepas dari proses pendidikan itu sendiri.
7.      Landasan sosiologi
Pidarta (2001) Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok‑kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi pendidikan saling terkait dengan bagaimana bagian‑bagian sosiologi memberi bantuan kepada pendidikan dalam wujud sosiologi pendidikan.
·         Konsep proses sosial,
·         Proses sosial 

8.      Landasan Ekonomi
Perkembangan ekonomi makro berpengaruh pula dalam bidang pendidikan. Karena masala pendidikan akan mendukung terhadap kelanjutan pendidikan, Misalnya pemberian bantuan pendidikan gerakan orang taua asuh bagai anak yang tidak mampu.
9.      Landasan Ilmiah dan Teknologi
Tirtarahardja (2005) Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki kaitan yang sangat erat.
      IPTEK menjadi bagian utama dalam isi pembelajaran.
      IPTEK merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.








BAB VI
ASAS-ASAS PENDIDIKAN

1.      Pengertian Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Pandangan tentang hakikat manusia merupakan tumpuan berpikir utama yang sangat penting dalam pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Asas-asas pendidikan meliputi :
a.      Asas Tut Wuri Handayani
Asas tut wuri handayani merupakan konseptualisasi konsep tujuh Azas Perguruan Nasional Taman Siswa yang lahir pada tanggal 3 Juli 1922 yang merupakan Azas perjuangan untuk menghadapi Pemerintah Kolonial Belanda.
·         Ing ngarsa sung tulada ( Jika di depan, menjadi contoh).
·          Ing madya mangun karsa (Jika di tengah‑tengah, membangkitkan Kehendak, hasrat atau motivasi).
·         Tut wuri handayani (Jika di belakang, mengikuti dengan awas).

b.      Asas Belajar Sepanjang Hayat
UNESCO menetapkan definisi kerja pendidikan seumur hidup sebagai konsep bahwa pendidikan harus menetapkan beberapa hal sebagai berikut :
·         Meliputi seluruh hidup setiap individu.
·         Mengarah kepada pembentukan, pembaruan, pening-katan, dan penyempurnaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi bidupnya.
·         Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu.
·         Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.
·         Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang formal, non‑formal dan informal.

c.       Asas Kemandirian dalam Belajar
      Asas ini menempatkan guru, dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator disamping peran‑peran lain seperti Informator, organisator, dan sebagainya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sehingga memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan sumber‑sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar. Seyogianya dimulai dalam kegiatan intrakurikuler selanjutnya dalam kegiatan kurikuler dan ekstra‑kurikuler dalam bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri.
BAB VII
ALIRAN –ALIRAN PENDIDIKAN

1.      Aliran Empirisme
Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperi kertas putih yang bersih yang belum  ditulis a sbeet of white paper avoin of all cbaracters. Teori ini secara jelas mengatakan  anak sejak lahir tidak mempunyai bakat dan kemampuan (Purwanto, 2006 : 16).
2.      Aliran Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor–faktor yang diawali sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap lingkungan  dan perkembangan anak.
3.      Aliran Naturalisme
Naturalime mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak  karena pengaruh lingkungan, sehingga naturalisme sering disebut negativisme.
4.      Aliran Konvergensi
Aliran ini disebut sebagai Aliran kompromi atau kombinasi. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan.
5.      Aliran Progresivisme
Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya.
6.      Aliran Konstruktivisme
Aliran ini berpendapat bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan (Paul suparno, 1997:24).
BAB VIII
TEORI DAN PILAR PENDIDIKAN
A. Teori-teori Pendidikan

1.    Teori Pendidikan Klasik (Classical Education)
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti perenialisme, essensialisme, dan eksistensialisme, yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.
2.    Teori Pendidikan Personal (Personalized Education)
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
3.    Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, yang lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.
4.    Teori Pendidikan Interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog.

B. Pilar-Pilar Pendidikan
Ada lima pilar pendidikan yang direkomendasikan UNESCO yang dapat digunakan sebagai prinsip pembelajaran yang bisa diterapkan di dunia pendidikan (dalam Suwarno, 2006).
·         Learning to know
Learning to know bukan sebatas proses belajar di mana pebelajar mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat, namun juga kemampuan untuk dapat memahami makna dibalik materi ajar yang telah diterimanya. Dengan learning to know, kemampuan menangkap peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya melalui logika empirisme semata, tetapi juga secara transcendental, yaitu kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.
·         Learning to do
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Kelemahan model pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan adalah mengajarkan “omong” (baca: teori), dan kurang menuntun orang untuk “berbuat” (praktik).


·         Learning to be
Learning to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.
·         Learning to live together
Learning to live together ini mengajarkan seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.
·         Learning how to learn
Learning how to learn akan membawa peserta didik pada kemampuan untuk dapat mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif, efektif dan efisien, dan penuh percaya diri, karena masyarakat adalah learning society atau knowledge society. Orang-orang yang mampu menduduki posisi sosial yang tinggi dan penting adalah mereka yang mampu belajar terus- menerus.
BAB IX
LINGKUNGAN PENDIDIKAN

1.      Pengertian Pendidikan

Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan dan bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik.
2.       Fungsi Lingkungan Pendidikan
·         Membantu peserta didik dalam beriteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnyadan berbagai sumberdaya pendidikan yang tersedia
·         Mengajarkan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi serta mempersiapkan peranan-peranan tertentu dalam masyarakat.
3.      Macam-macam Lingkungan Pendidikan
a.      Keluarga
Kelompok primer yang terdiri dari sejumlah keluarga kecil karena hubungan sedarah. bisa berbentuk keluarga inti (nucleus family: ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain seperti kakek, nenek, ipar dan lain sebagainya. Tanggungjawab keluarga terhadap pendidikan:
v  Dorongan / motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak.
v  Dorongan / motivasi kewajiban moral, sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya.
v  Tanggungjawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan kemanusiaan.
Tujuan pendidikan dalam keluarga :
v  Memelihara dan membesarkan anak.
v  Melindungi dan menjamin keseimbangan, baik jasmaniah maupun rohaniah.
v  Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan.
b.      Masyarakat
Masyarakat adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu dan berorientasi langsung kepada hal-hal yang bertalian dengan kehidupan.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian (pengetahuan) sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Lembaga pendidikan kemasyarakatan dapat mengambil bentuk dalam berbagai wadah:
     Masjid, surau atau langgar, musholla,   
     Madrasah, pondok pesantren
     Pengajian atau majelis taklim
     Kursus-kursus
     Badan-badan pembinaan rohani (biro pernikahan, biro konsultasi keagamaan dan lain sebagainya)
c.       Sekolah
Sekolah adalah pendidikan yang mempunyai dasar, tujuan, isi, metode, alat-alatnya disusun secara eksplisit, sistematis dan distandarisasikan.
Penjabaran fungsi sekolah sebagai pendidikan formal terlihat pada tujuan institusional, yaitu tujuan kelembagaan pada masing-masing jenis dan tingkatan sekolah.
      Lembaga pendidikan formal ; prasekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Atas yang terdiri dari sekolah menengah umum dan kejuruan, dan perguruan tinggi dengan aneka ragam bidangnya.
      Tujuan institusional untuk masing-masing tingkat atau jenis pendidikan, pencapaiannya ditopang oleh tujuan-tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggungjawab yang meliputi :
  • Tanggungjawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku (undang-undang pendidikan).
  • Tanggungjawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan negara.
  • Tanggungjawab fungsional ialah tanggungjawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan (para guru dan pendidik) yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. Tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggungjawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah dari para guru.
BAB X
KETERKAITAN ANTARA LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1.      Hubungan antara sekolah dan masyarakat
Sekolah sebagai patner masyarakat dalam menjalankan fungsi pendidikan. Hubungan ini menempatkan sekolah dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang potensial untuk melakukan proses-proses pendidikan.
Sekolah adalah pelayan bagi kebutuhan pendidikan masyarakatnya. Sekolah sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat sekitarnya.
·         Ketepatan sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh sekolah akan ditentukan oleh kejelasan kontrak antara sekolah sebagai pelayan dan masyarakat sebagai pemesan.
·         Kualitas hubungan antara keduanya dipengaruhi oleh ikatan-ikatan obyektif berupa perhatian, penghargaan dan topangan lainnya seperti dukungan financial dan lain-lain.
2.      Hubungan antara keluarga dengan sekolah.
a.       Kunjungan pihak sekolah ke rumah anak didik.
·         Berdampak positif bagi anak karena merasa selalu diperhatikan.
·         Memotivasi orang tua untuk selalu mangadakan kerja sama dengan sekolah. Adanya kesempatan bagi untuk melakukan observasi secara langsung dan melakukan interview.
b.      Kunjungan orang tua ke sekolah
Acara yang diselenggarakan oleh sekolah yang memungkinkan untuk dihadiri orang tua, akan berdampak positif jika orangtua diundang untuk menghadiri acara tersebut. Kegiatan tersebut bisa berupa class meeting  yang berisi lomba-lomba, pameran hasil karya dsb.
c.       Case Conference
Case Conference Merupakan rapat atau konferensi tentang kasus tertentu yang berkaitan dengan proses yang ada di sekolah dan keluarga. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan dalam konteks bimbingan dan konseling.
d.      Badan Pembantu Sekolah
Organisasi atau lembaga orang tua murid dan guru untuk menjalin kerjasama secara terorganisir antara keduanya. Sampai sekarang ini organisasi telah mengalami berbagai perubahan nama karena disesuaikan dengan situasi pendidikan dan masyarakat.
e.       Daftar nilai atau raport.
Daftar nilai atau raport adalah media yang menghubungkan antara sekolah dan orangtua untuk saling mengkomunikasikan proses dan hasil belajar yang dilakukan oleh anak didik.
  1. Hubungan antara keluarga dan masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat, anak tumbuh dalam dua dunia sosial.
·         Dunia orang dewasa, misalnya orang tua, guru dan tetangganya.
·         Dunia peergroupnya atau teman yang seumurnya, misalnya kelompok permainan, kelompok sekolah dan lain sebaginya.

Perbedaan orang tua dan peergroup
ž  Perbedaan dasar; dalam dunia orang dewasa posisi anak selalu dalam posisi subordinat dengan kata lain posisi orang tua selalu diatas. Sedangkan dalam peergroup, anak mempunyai status yang sama dengan diantara yan lain (equal). Jadi peergroup selalu berada dibawah orang tua, sehingga anak membutuhkan kelompok sendiri karena ada kesamaan dalam segala bidang.
ž  Perbedaan pengaruh ; pengaruh peergroup semakin lama semakin penting bagi anak dibanding dengan pengaruh keluarga.

Fungsi-fungsi pendidikan peergroup dalam masyarakat
      Mengajarkan kebudayaan.
      Mengajarkan mobilitas social.
      Membantu peranan social baru.


BAB XI
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

1.      Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas No. 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 2 adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2 dirumuskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Secara prinsip kedua undang-undang tersebut adalah sama. Bedanya, pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 terdapat pengembangan dua aspek; (1) adanya nilai-nilai agama, dan (2) keharusan mengikuti perkembangan jaman (kontekstual). Adanya tambahan konsep pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 didasarkan pada kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa beragama dan karena itu keberagamaan akan menjadi hal mendasar dalam setiap aspek kehidupan bangsa, di mana salah satunya adalah melalui dunia pendidikan. Pendidikan nasional juga harus tanggap terhadap dinamika perkembangan jaman, agar dunia pendidikan nasional tetap bisa eksis dan lebih jauh survive menghadapi tantangan dunia yang semakin global dan kompetitif. Dalam dataran filosofis, pendidikan nasional menjadi obyek perebutan berbagai pihak, sehingga muncul tiga kelompok; (1) kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai sistem; (2) kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai tujuan; dan (3) kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai proses.
2.      Pengertian Sisdiknas
Sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) sebagaimana tercantum di dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 3 adalah keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya pendidikan nasional. Sedangkan di dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 3 dirumuskan bahwa sisdiknas  adalah  keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Perbandingan antar Rumusan UU No. 2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003, kedua rumusan sisdiknas di atas nampaknya tidak ada perbedaan yang prinsip. Perbedaan hanya terjadi pada teknis narasi atau susunan  bahasa yang dipakai oleh keduanya. Pada rumusan UUSPN No. 20 Tahun 2003 keseluruhan yang terpadu disebutkan secara tegas dengan istilah komponen pendidikan. Sedangkan pada UUSPN No. 2 Tahun 1989 hanya disebut keseluruhan tanpa keterangan komponen pendidikan.
Sisdiknas memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warga Negara Perlakuan terhadap peserta didik tidak lagi didasarkan atas perbedaan jenis kelamin, agama, ras, suku, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi.
3.      Permasalahan Sisdiknas
a.      Konteks Sejarah
Penyusunan Sisdiknas melalui proses yang cukup panjang; (1) dipicu oleh keinginan memadukan berbagai model sistem pendidikan di Indonesia, yakni model penjajah, model pesantren, dan model sintesis Barat-Pribumi, hingga akhirnya pada tahun 1950 berhasil dirumuskan undang-undang pendidikan, sekalipun pendidikan Islam tidak masuk di dalam perundang-undangan tersebut; (2) di era Orde Baru Sisdiknas dijadikan alat untuk mempertahankan status quo pemerintah; (3)  pada masa reformasi, melalui kedok dekonstruksi Sisdiknas pemerintah kembali menjadikan alat Sisdiknas untuk memenuhi ambisi politik mereka.
b.      Permasalahan Penerapan Sisdiknas
Sisdiknas diterapkan secara sentralistik. Akibatnya terjadi penyeragaman dari pusat dan karena itu intervensi pemerintah dalam bidang pendidikan terlalu berlebihan. Pendidikan akhirnya menghasilkan para lulusan yang merupakan replikasi (cerminan) keinginan pemerintah, bukan lahir dari potensi diri yang mestinya bebas berkembang.
BAB XII
KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN NASIONAL

1.      Jenis dan Bentuk Kelembagaan Nasional
Pendidikan nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar (dalam bahasa UUSPN No 2 Tahun 1989) atau melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal (dalam bahasa UUSPN No 20 Tahun 2003).
2.      Jalur Pendidikan Nasional
·         Jalur formal (pendidikan sekolah) : pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan (pendidikan dasar, menengah, dan tinggi).
·         Jalur informal dan nonformal (pendidikan luar sekolah) : pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan.

3.      Jenjang Pendidikan
·         Jenjang pendidikan dasar: diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat, berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan dasar, disamping juga untuk mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
·         Jenjang pendidikan menengah: deselenggarakan sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, disamping juga untuk mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.
·         Jenjang pendidikan tinggi: diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/kesenian.

4.      Jenis dan Bentuk Pedidikan Nasional
·         Pendidikan Umum : pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik. Bentuk pendidikannya meliputi; SD, SMP, SMA, dan Universitas.
·         Pendidikan Kejuruan: pendidikan yang mempersiapkan peserta didik siap bekerja pada bidang pekerjaan tertentu. Bentuk pendidikannya, meliputi: STM, SMTK, SMIP, SMIK, SMEA.
·         Pendidikan Luar Biasa: pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Bentuk pendidikannya berupa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
·         Pendidikan Kedinasan: pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintahan atau nondepartemen. Bentuknya meliputi: SPK, APDN.
·         Pendidikan Keagamaan: pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik siap melaksanakan tugas keagamaan. Bentuknya meliputi: pendidikan dasar, misalnya Madrasah Ibtidaiyah (MI), pendidikan menengah, misalnya Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, PGA dan sebagainya; pendidikan tinggi, misalnya: IAIN, IHD (Institut Hindu Darma).

5.      Permasalahan  Pengelolaan SISDIKNAS
a.       Manajemen kelembagaan (institusi) pendidikan tidak sistemik, total, dan mendasar. Akibatnya: Lembaga pendidikan tidak memiliki visi yang jelas dan karena itu selalu menghasilkan lulusan yang “gamang” dalam menghadapi hidup dan kehidupan.
b.      Tidak ada budaya mutu (quality culture), akibatnya: mutu pendidikan tidak menjadi target dari penyelenggaraan pendidikan, sehingga karenanya lembaga pendidikan tidak menghasilkan makna apapun bagi peserta didiknya.
c.        Kurang adanya kesesuaian dan kesepadanan (relevansi). Akibatnya: lembaga pendidikan tidak bisa macthing dengan kebutuhan masyarakat.
d.       Minimnya akses informasi, akibatnya: lembaga pendidikan lambat dalam mengakses kondisi dunia yang terus berkembang secara cepat .

6.      Permasalahan Pengelolaan Madrasah
a.      Kendala Sejarah
        Madrasah sejak awal diposisikan sebagai pendidikan nomor dua bagi bangsa dan negeri Indonesia. Terbukti madrasah tidak masuk dalam UU pendidikan tahun 1950. Ketika madrasah diakui sebagai subsistem pendidikan nasional ternyata dalam dataran praksis tetap menjadi pendidikan nomor dua dan diperparah oleh pensikapan Muslim sendiri dengan penyelenggaraan madrasah yang setengah-setengah.
b.      Kendala Eksternal
·         Tantangan Globalisasi.
·          Aspek ini telah membuat persaingan   antar bangsa di bidang ekonomi dan teknologi semakin ketat dimana madrasah dengan seluruh komponen yang ada belum siap mengikuti persaingan ini.
·          Pergeseran Masyarakat Indonesia dari agraris menuju masyarakat industri.
·         Pergeseran tersebut jelas akan mengakibatkan perubahan cara kerja, cara berpikir, dan nilai-nilai yang berlaku. Kondisi madrasah, sebagaimana diterangkan di atas, nampaknya juga belum siap untuk menerima perubahan ini.
c.       Kendala Internal
·         SDM madrasah berwawasan  sempit dan  tidak profesional;
·         Kesalahan menerjemahkan niat;
·         Pencitraan madrasah sebagai lembaga pendidikan kumuh dan pinggiran

BAB XIII
PERMASALAHAN PENDIDIDIKAN

Berdasar penelitian dari Human Development Index (HDI) Indonesia berada di urutan 142 dari 146 negara (di bawah Vietnam). Hasil survei tersebut berdasarkan pada indikator yang meliputi sistem pendidikan, sistem pendidikan, penduduk yang memiliki pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi, jumlah biaya untuk menjadi tenaga kerja produktif, kesediaan tenaga kerja yang produktif, ketersediaan, kemampuan Bahasa Inggris dan lain sebagainya.  
1.      Pemerataan
Pemerataan pendidikan adalah persoalan yang terkait dengan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah mutu pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar dalam sebuah negara. karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan antara lain lewat pendidikan yang berkualitas.
2.      Efisiensi
Efisiensi menggambarkan hubungan antara input dan output. Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi efisiensi internal dan efisiensi external.
3.      Relevansi
Relevansi dalam sistem pendidikan  bertujuan agar hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dalam arti dapat memberi dampak bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan kerja, kehidupan di masyarakat serta melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi peningkatan relevansi ini perlu disesuaikan dengan tujuan masing-masing jenjang, jenis dan jalur pendidikan
BAB XIV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERKEMBANGANYA MASALAH PENDIDIKAN

Ada dua faktor utama:
      Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented.
      Kedua, pengelolaan pendidikan lebih bersifat macro-oriented.

1.      Permasalahan Pendidikan di Indonesia
·         Pertama, masalah mendasar, yaitu kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran sistem pendidikan.
·         Kedua, masalah-masalah cabang, yaitu berbagai problem yang berkaitan aspek praktis/teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya sarana fisik, rendahnya kesejahteraaan guru, dan sebagainya.
a.       Permasalahan Makro
·         Standarisasi pendidikan
·         Persamaan, pemeratan, dan berkeadilan
·         Standart mutu
·         Kemampuan bersaing

b.      Permasalahan Mikro
·         Kualitas manajemen
·         Pemberdayaan satuan pendidikan
·         Profesionallisme dan ketenagakerjaan
·         Relevansi kebutuhan

2.      Upaya Pemecahan Masalah Pendidikan
·         mempertegas visi dan misi melalui analisis kebutuhan (need assessment).
·          menjaga institusi pendidikan yang managable dengan orientasi dan konsistensi visi dan misinya terhadap tujuan dan target.
·         perlindungan guru dan profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah.
·         pemberdayaan satuan pendidikan sesuai prinsip otonomi sekolah dengan melakukan desentralisasi, debirokratisasi, dan profesionalisasi.
·          otonomi pengelolaan anggaran oleh satuan pendidikan.

SUMBER DATA
www.slideshare.net/mellisaimell/asas-asas-pendidikan
www.academia.edu/6164274/ Pengantar_Pendidikan
file.upi.edu/Direktori/...PENDIDIKAN/.../pengantar_pendidikan.pdf
www.pustaka.ut.ac.id/.../index.php?...pengantar-pendidikan
www.artikelbagus.com › Pendidikan

No comments:

Post a Comment