MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I
HAKIKAT MANUSIA
A.
Penciptaan Manusia
1. Keberadaan manusia pertama kali
di bumi ini tidak diketahui secara pasti.
2. Diperkirakan bumi mendahului keberadaan manusia sebagai
penghuni di atasnya.
3.
Mungkin saja
sebelum menghuni bumi ini, manusia telah berada di tempat lain kemudian
mengadakan eksodus ke atas bumi.
Teori evolusi mengatakan bahwa alam ini, termasuk manusia yang
berada didalamnya berkembang secara evolusionis (berubah atau berkembang secara perlahan)
dari makhluk yang sangat sederhana yang berkembang sedemikian rupa
menjadi makhluk yang lebih kompleks. Golongan Realisme (orang yang beranggapan
bahwa realitas ini bersifat bendawi), golongan Materialisme (orang yang
beranggapan bahwa alam ini merupakan wujud gerak mekanistik) dan Atheis (orang
yang tidak percaya kepada Tuhan) berpandangan demikian.
Dalam kitab suci al-Qur’an disebutkan, bahwa ketika Tuhan hendak
menciptakan manusia (khalifah di atas bumi), Dia berdialog dengan malaikat.
Malaikat mempunyai persepsi buruk tentang keberadaan makhluk baru itu. Akan
tetapi Tuhan akan memberikan pengajaran atau pendidikan kepadanya. Anda bisa
mempelajarinya lebih dalam lagi melalui tafsir QS:2 :31 (al-Qur’an Surat
al-Baqarah, ayat 31). Tuhan telah menciptakan Adam di dalam surga dengan aturan
tidak boleh mendekati dan memakan buah pohon khuldi. Tetapi ketika Adam
mendapatkan pasangannya bernama Hawa, dia tergoda oleh bujuk rayu pasangannya
itu untuk mendekati dan memakan buah larangan itu. Atas pelanggarannya tersebut
Adam dan Hawa diturunkan dari surga ke atas bumi. Jadilah mereka penghuni bumi
pertama yang datang dari tempat lain, kemudian dilanjutkan dengan anak
keturunannya. Anak keturunannya diciptakan dari sel-sel sperma dan ovum sebagaimana
akan diterangkan nanti.
Dalam pandangan filosofis, bahwa penciptaan oleh Tuhan berproses
secara emanatif (pancaran). Tuhan sebagai Wujud al-Awwal (wujud pertama)
keberadaan-Nya bersifat wajib/Wajib al-Wujud. Dalam wacana filsafat Prepatetik,
Tuhan sebagai Wajib al-Wujud ( wajib adanya atau wujud-Nya sebagai suatu
keharusan), yaitu wujud yang harus ada dan tidak boleh tidak, serta dzat dan
wujudnya adalah identik. Wajib al-Wujud ini disebut pula dengan al-’Aql. Al-Aql
ini adalah dzat yang berpikir. Dan yang dipikirkan adalah dirinya sendiri
karena tiada yang lebih berhak untuk dipikirkan kecuali dirinya sendiri. Karena
Dia berpikir, maka Dia disebut dengan al-A’qil (yang berpikir), dan karena yang
dipikirkan dirinya sendiri, maka Dia pula disebut dengan al-Ma’qul (yang
dipikirkan).
B.
Dimensi Kepribadian Manusia
1.
Aspek Fisik Manusia
Pandangan
satu pihak tentang manusia lebih menekankan pada realitas dan fungsi-fungsi
jasmani. Anggapan demikian menunjukkan bahwa keberadan dan kehidupan manusia
sangat ditentukan oleh fisiknya. Aspek jasmani yang terdiri atas benda (materi)
tunduk kepada hukum-hukum materi atau hukum-hukum alam yang bekerja secara
mekanik. Keberadaannya berasal dari alam dan bekerja menurut hukum alam. Secara fisiologis (jasmani), keturunan
manusia diciptakan dari sel-sel sperma yang bersatu dengan sel-sel telur (ovum)
dalam rahim seorang ibu yang mengandungnya, sehingga kemudian menjadi segumpal
darah, darah kemudian menjadi daging, dan daging membentuk tulang-belulang
sampai hari kelahirannya mencapai kelengkapan fisiologis yang diperlukan untuk
hidup.
2.
Aspek Psikis Manusia
Pandangan lain lebih menekankan pada realitas dan fungsi-fungsi
ruhani. Aktivitas dan perbuatan manusia secara lahir sangat ditentukan oleh
aspek ruhaninya, karena aspek jasnami hanya merupakan bayangan atau
pengejawantahan dari realitas ruhani. Aspek ini dianggap telah ada sebelum
manusia lahir ke dunia ini; dan akan melanjutkan kehidupannya di akhirat nanti
ketika jasadnya sudah meninggal dunia. Kehidupan ruhani yang telah mengalami
kehidupannya sebelum hidup di dunia ini dan terus akan hidup secara ruhani
walaupun jasadnya sudah mati adalah lebih penting. Oleh karena itu, aspek
manusia tidak bersifat fisik semata sebagaimana dideskripsikan di atas.
Pengamatan terhadap aspek fisik semata tidak dapat menjelaskan manusia secara
utuh, bahkan tidak mencukupi untuk memperjelas konsep manusia, karena manusia
tidak diwakili oleh aspek fisiknya belaka.
Aspek kejiwaan atau aspek spiritual adalah
sesuatu yang lain dari tubuh dan bentuk-bentuknya berbeda dengan bentuk tubuh. Secara etimologis spiritual berarti jiwa, sesuatu yang
immaterial, supramaterial. Makna etimologis semacam ini meliputi atau
mengandung term al-ru h ( الروح/spirit,
soul), al-nafs ( النفس/mind,
soul, psyche, spirit), al-qalb (
القلب/mind, soul,
spirit) dan al-‘aql العقل)/reason, insight, mind, intelect,
intelegence). Al-‘aql masuk dalam makna spirit atas padanan kata
dari istilah al-nafs yang diberikan oleh para filosof.
KEBUTUHAN DAN PENGEMBANGAN
DIMENSI KEPRIBADIAN MANUSIA
A. Kebutuhan
Manusia
1.
Kebutuhan Hidup yang Bersifat Fisik
Anda
memerlukan berbagai macam ragam kebutuhan untuk hidup. Untuk mempertahankan
kehidupan Anda diperlukan pemenuhan kebutuhan hidup primer. Kebutuhan primer
adalah kebutuhan hidup yang tidak boleh tidak, harus ada dan tersedia.
Dalam
nutrisi yang Anda konsumsi terdapat banyak bahan yang dapat
menunjang
keberlangsungan hidup Anda, misalnya:
(1)
karbohidrat untuk pembakaran di dalam tubuh Anda,
(2)
protein sebagai bahan pembangun sel-sel tubuh yang sudah rusak,
(3)
vitamin sebagai benteng pertahanan dari serangan berbagai bakteri maupun virus
penyakit,
(4)
oksigen sebagai komponen lain dalam pembakaran dalam tubuh.
Asupan sebagaimana tersebut di atas harus proporsional dengan
kebutuhan tubuh, supaya dapat meningkatkan daya tahan, vitalitas, perkembangan
tubuh. Tubuh yang mendapatkan asupan yang cukup dan proporsional akan
meningkatkan kesehatan.
Secara spesifik ada kebutuhan khusus yang berbeda antara
laki-laki danperempuan terkait dengan
perbedaan biologik yang bersifat kodrati yaitu perbedaan organ-organ reproduksi
yang harus menjadi perhatian utama. Misalnya laki-laki membuahi dan perempuan
mengalami haid, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Tentu saja laki-laki dan
perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda yang disebut dengan kebutuhan gender
praktis.
2. Kebutuhan
Hidup yang Bersifat Psikis
Anda barangkali pernah mengalami, atau paling tidak pernah
menyaksikan orang yang murung ketika ia menghadapi malapetaka yang mengancam
jiwanya, atau paling tidak orang yang gagal dalam suatu usaha, seperti tidak
lulus dalam suatu ujian sekolah, atau sebaliknya. Anda barangkali pernah
mengalami atau menyaksikan orang yang bersorak sorai sebagai tanda
kegembiraannya ketika seseorang sukses dalam suatu usaha, misalnya lulus dalam
suatu ujian sekolah. Orang demikian menunjukkan kebebasan dirinya dari beban
yang menekan. Beban yang menekan dirinya akan menyebabkan ia menjadi stres atau
depresi.
Secara psikis seseorang memenuhi pembinaan guna pengembangan aspek
psikisnya. Seperti pengembanagn berpikir, mengingat, berfantasi, menanggap,
mengamati, memperhatikan dan lain sebagainya. Kebutuhan itu seharusnya dapat
dipenuhi sedemikian rupa agar ia dapat menikmati hidup dan dalam rangka
menciptakan kondisi manusia yang sehat jasmani dan ruhani. Kebutuhan psikis
dapat disebutkan sebagai berikut.
a.
Rasa Aman
b.
Penghargaan
c.
Aktualisasi Diri
d.
Kebutuhan Terhadap Agama
B.
Pengembangan Kepribadian Manusia
Aspek fisik mempunyai peran yang sangat penting dalam mengantarkan
seseorang mencapai tujuan yang diinginkannya. Dalam hubungannya dengan alam
yang memang dipersiapkan untuk kehidupannya di dunia ini, seseorang tidak harus
bersifat fatalis dalam menghadapinya. Mengembangkan aspek fisik dan material
sudah tersurat maupun tersirat dalam pandangan hidup manusia, dan sebagai
pemenuhan kewajiban legal formal dan kewajiban moral bagi seseorang yang meniti
karier kehidupanya di dunia ini. Kehidupan masa kini umpamanya, ditandai dengan
semakin canggihnya teknologi dan semakin lengkapnya pemenuhan kebutuhan
material, namun belum cukup memberikan makna terhadap kebutuhan ruhani
sepanjang seseorang belum menemukan makna kehidupan dari berbagai dimensinya dalam
dirinya sendiri secara ruhani. Seseorang perlu menyelami kedalaman aspek
ruhaninya supaya ia tidak mengabaikan kebutuhannya yang paling dasar dalam
mendapatkan ketentraman batin dan keseimbangan dalam dirinya. Pikiran seseorang
pada suatu ketika memerlukan pembebasan dari kesadaran yang terbatas menuju
pada kesadaran yang tidak terbatas. Bilamana aktualisasi dan kebutuhan aspek ruhaninya
tidak terpenuhi sebagai kebutuhan dasar, maka sulit diharapkan terwujudnya
ketentraman dan kedamaian dalam hidup, yang berarti pula tidak ada keseimbangan
antara kondisi fisik dan psikis. Berat sebelah pengembangan antara dua aspek
ini menyebabkan disharmoni antara berbagai aspek kepribadiannya yang mengakibatkan
terjadinya dehumanisasi, dan banyaknya penyimpangan Ketika seseorang lebih
banyak memerhatikan aspek materialnya, maka aspek lainnya terbengkalai. Betapa
keringnya kehidupan jika tidak disertai nuansa ruhani. Hilangnya cita rasa itu
berarti lenyapnya kebahagiaan, barangkali merusakkan kecerdasan intuitif, dan
lebih-lebih lagi sangat berbahaya bagi pembinaan moralitas, karena hal itu
melemahkan emosi dan cita rasa batin. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan
aspek ruhani tidak harus dikesampingkan, lebih-lebih hakikat seseorang pada
dasarnya terletak pada aspek ruhaniahnya yang bersifat permanen, immortal dan
eksistensinya sebagai bagian dari perjalanannya yang teramat panjang.
BAB
III
HAKIKAT PENDIDIKAN
1.
Pengertian
Pendidikan
Secara bahasa pendidikan berasal
dari bahasa Yunani, paedagogy, yang mengandung
makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan.
Dalam bahasa romawi pendidikan diistilahkan sebagai Educate yang berarti
mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris pendidikan
diistilahkan to educat yang
berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Muhajir, 2000 : 20).
a.
Pendidikan dalam arti sempit
Pendidikan adalah
sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang
diupayakan sekolah terhadap anak sekolah agar mempunyai kemampuan yang sempurna
dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
b.
Pendidikan
dalam arti luas
Pendidikan adalah
usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung disekolah dan di luar
sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik untuk dapat memainkan
peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang.
2.
Ilmu
Pendidikan
a. Ilmu
Normatif
·
Norma
Agama
·
Filsafat/Pandangan
Hidup
·
Norma
Masyarakat/Negara
b. Ilmu
Teortis
·
Teori Pend. Islam
·
Teori Natifisme
·
Teori Empirisme
·
Teori Kompergensi
·
Teori Konstruktifisme
c. Ilmu
Praktis
Pendidikan tidak sekedar mencari pengetahuan tetapi
harus diujudkan dalam bentuk praktik (fungsional).
3.
Perbedaan
antara pendidikan dan ilmu pendidikan
·
Pendidikan ialah tindakan
manusia dalam membimbing manusia lain.
·
Ilmu pendidikan adalah sebagai pengetahuan tentang bagaimana
melakukan tindakan membimbing tersebut.
BAB IV
KOMPONEN, FUNGSI, DAN TUJUAN PENDIDIKAN
A. Komponen
Pendidikan
- Tujuan
Tujuan
merupakan komponen penting dan sangat menentukan bahkan merupakan esensi dari
pendidikan.
- Peserta didik
Peserta
didik adalah anggota masyarakat laki-laki dan perempuan yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
- Pendidik
Pendidik
adalah orang laki-laki dan perempuan yang dengan sengaja mempengaruhi orang
lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi.
- Alat
Alat
pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan
terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi juga sebagai langkah atau situasi yang
membantu pencapaian tujuan pendidikan.
- Lingkungan
Lingkungan
pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan.
Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
B.
Fungsi
Pendidikan
Fungsi utama pendidikan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak,
kepribadian serta peradaban yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan. Sedangkan
tujuan pendidikan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang seperti yang
dikemukakan oleh Hasbullah (2005:10-16).
C.
Tujuan pendidikan
- Tujuan umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai di akhir proses
pendidikan, yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani anak didik.
- Tujuan khusus
Tujuan khusus adalah tujuan tertentu yang hendak dicapai
berdasar usia, jenis kelamin, sifat, bakat, inteligensi, lingkungan
sosial-budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan syarat pekerjaan, dan
sebagainya.
- Tujuan tidak lengkap
Tujuan tidak lengkap adalah tujuan yang me-nyangkut sebagian
aspek manusia, misalnya tujuan khusus pembentukan kecerdasan saja, tanpa memperhatikan
yang lainnya.
- Tujuan sementara
Tingkatan
demi tingkatan diupayakan untuk mencaai tujuan akhir
- Tujuan intermedier
Tujuan intermedier adalah tujuan perantara bagi tujuan lainnya
yang pokok.
- Tujuan incidental
Tujuan insidental adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat
tertentu, yang sifatnya seketika dan spontan.
Adapun tuuan pendidikan
menurut Bloom Field : Kognitif, Afektif, Psikomotor.
BAB V
LANDASAN-LANDASAN PENDIDIKAN
1.
Landasan Agama (religius)
Landasan agama merupakan landasan yang paling
mendasari dari landasan-landasan pendidikan, sebab landasan agama merupakan
landasan yang diciptakan oleh Allah
SWT, yakni Tuhan yang Maha Kuasa
•
Al
Qur’an
Al Qur”an Surat Al Mujadalah ayat 11, artinya :
“ Allah
mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat”.
•
Al Hadits
Hadits Nabi Muhammad SAW, artinya;
“Barang siapa menginginkan kebahagiaan dunia,
maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan kebahagiaan akherat, maka
dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya (kebahagiaan dunia dan
akherat), maka dengan ilmu”.
2.
Ladasan Filosofis
Filsafat Pendidikan ialah hasil
pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai akar-akarnya memengenai
pendidikan (Pidarta, 2001).
•
Apakah Pendidikan itu
•
Apa yang hendak dicapai oleh
pendidikan
•
Bagaimana cara terbaik merealisasikan
tujuan-tujuan pendidikan
3.
Landasan
Hukum ( Yuridis)
Landasan adalah adalah titik tolak
yang menjadi pedoman dalam proses pendidikan.
Bentuk landasan hukum dalam pendidikan
•
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang sistem Pendidikan Nasional,
•
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
•
Permen (peraturan menteri)
4.
Landasan
Psikologis
Psikologi merupakan ilmu jiwa yakni
ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Jiwa atau psikis dapat dikatakan
inti dan kendali kehidupan manausia, yang selalu berada dan melekat pada
manusia itu sendiri.
Pendidikan harus sesuai dengan
•
Pertumbuhan peserta didik
•
Perkembangan peserta didik
5.
Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau
dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep‑konsep
tertentu. Sejarah mencakup kejadian dalam alam ini, termasuk hal‑hal yang
dikembangkan oleh budi daya manusia.
6.
Landasan Sosial Budaya
Sosial mengacu kepada hubungan antar
individu, antar masyarakat, dan individu dengan masyarakat. Unsur sosial
merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak
manusia dilahirkan. Materi yang dipelajari anak‑anak adalah budaya, cara
belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan‑kegiatan mereka dan bentuk‑bentuk
yang dikedakan juga budaya. Dengan demikian budaya tidak pernah lepas dari
proses pendidikan itu sendiri.
7.
Landasan sosiologi
Pidarta (2001) Sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok‑kelompok dan struktur
sosialnya. Sosiologi pendidikan saling terkait dengan bagaimana bagian‑bagian
sosiologi memberi bantuan kepada pendidikan dalam wujud sosiologi pendidikan.
·
Konsep
proses sosial,
·
Proses
sosial
8.
Landasan Ekonomi
Perkembangan ekonomi makro berpengaruh
pula dalam bidang pendidikan. Karena masala pendidikan akan mendukung terhadap
kelanjutan pendidikan, Misalnya pemberian bantuan pendidikan gerakan orang taua
asuh bagai anak yang tidak mampu.
9.
Landasan Ilmiah dan Teknologi
Tirtarahardja (2005) Pendidikan serta
ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki kaitan yang sangat erat.
• IPTEK menjadi bagian utama dalam isi pembelajaran.
• IPTEK merupakan salah satu hasil dari usaha manusia
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
BAB VI
ASAS-ASAS PENDIDIKAN
1. Pengertian
Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Pandangan tentang hakikat manusia merupakan
tumpuan berpikir utama yang sangat penting dalam pendidikan. Salah satu dasar
utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri
sendiri. Asas-asas pendidikan meliputi :
a.
Asas Tut Wuri
Handayani
Asas tut wuri
handayani merupakan konseptualisasi konsep tujuh Azas Perguruan Nasional Taman
Siswa yang lahir pada tanggal 3 Juli 1922 yang merupakan Azas perjuangan untuk
menghadapi Pemerintah Kolonial Belanda.
·
Ing ngarsa sung tulada ( Jika
di depan, menjadi contoh).
·
Ing madya mangun karsa (Jika di tengah‑tengah,
membangkitkan Kehendak, hasrat atau motivasi).
·
Tut wuri handayani (Jika di belakang,
mengikuti dengan awas).
b.
Asas Belajar
Sepanjang Hayat
UNESCO menetapkan
definisi kerja pendidikan seumur hidup sebagai konsep bahwa pendidikan harus
menetapkan beberapa hal sebagai berikut :
·
Meliputi seluruh hidup setiap
individu.
·
Mengarah kepada pembentukan,
pembaruan, pening-katan, dan penyempurnaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang dapat meningkatkan kondisi bidupnya.
·
Tujuan akhirnya adalah
mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu.
·
Meningkatkan kemampuan dan
motivasi untuk belajar mandiri.
·
Mengakui kontribusi dari semua
pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang formal, non‑formal dan
informal.
c.
Asas Kemandirian
dalam Belajar
• Asas ini
menempatkan guru, dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator disamping
peran‑peran lain seperti Informator, organisator, dan sebagainya. Sebagai
fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar
sehingga memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan sumber‑sumber
tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa
peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar. Seyogianya dimulai dalam
kegiatan intrakurikuler selanjutnya dalam kegiatan kurikuler dan ekstra‑kurikuler
dalam bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri.
BAB VII
ALIRAN –ALIRAN PENDIDIKAN
ALIRAN –ALIRAN PENDIDIKAN
1.
Aliran Empirisme
Teorinya dikenal
dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke
dunia seperi kertas putih yang bersih yang belum ditulis a sbeet of white paper avoin of
all cbaracters. Teori ini secara jelas mengatakan anak sejak lahir tidak mempunyai bakat dan
kemampuan (Purwanto, 2006 : 16).
2.
Aliran Nativisme
Aliran ini
berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor–faktor yang
diawali sejak lahir. Faktor lingkungan
kurang berpengaruh
terhadap lingkungan dan perkembangan
anak.
3.
Aliran Naturalisme
Naturalime mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi
rusak karena pengaruh lingkungan,
sehingga naturalisme sering disebut negativisme.
4.
Aliran Konvergensi
Aliran ini disebut sebagai Aliran kompromi atau kombinasi. Aliran ini
berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi
oleh lingkungan.
5.
Aliran Progresivisme
Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang
wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan,
ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya.
6.
Aliran Konstruktivisme
Aliran ini berpendapat bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari
ciptaan (Paul suparno, 1997:24).
BAB VIII
TEORI
DAN PILAR PENDIDIKAN
A.
Teori-teori Pendidikan
1.
Teori Pendidikan Klasik (Classical
Education)
Teori
pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti perenialisme, essensialisme,
dan eksistensialisme, yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya
memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini
lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.
2.
Teori Pendidikan Personal (Personalized
Education)
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan
anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari
kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku
utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih
berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
3.
Teknologi Pendidikan
Teknologi
pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan
pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan
informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi
pendidikan, yang lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan
kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan
pemeliharaan budaya lama.
4.
Teori Pendidikan Interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang
bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa
berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah
satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam
pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada
peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini
juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan
lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini
terjadi melalui berbagai bentuk dialog.
B.
Pilar-Pilar Pendidikan
Ada
lima pilar pendidikan yang direkomendasikan UNESCO yang dapat digunakan sebagai
prinsip pembelajaran yang bisa diterapkan di dunia pendidikan (dalam Suwarno,
2006).
·
Learning to know
Learning
to know bukan sebatas proses belajar di mana pebelajar mengetahui dan memiliki
materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat, namun juga
kemampuan untuk dapat memahami makna dibalik materi ajar yang telah
diterimanya. Dengan learning to know, kemampuan menangkap peluang untuk
melakukan pendekatan ilmiah diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya melalui
logika empirisme semata, tetapi juga secara transcendental, yaitu kemampuan
mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.
·
Learning to do
Learning
to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Kelemahan model pendidikan
dan pengajaran yang selama ini berjalan adalah mengajarkan “omong” (baca:
teori), dan kurang menuntun orang untuk “berbuat” (praktik).
·
Learning to be
Learning
to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan
menentukan nilai kehidupannya dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam
hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.
·
Learning to live together
Learning
to live together ini mengajarkan seseorang untuk hidup bermasyarakat dan
menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri dan
masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.
·
Learning how to learn
Learning how to learn akan
membawa peserta didik pada kemampuan untuk dapat mengembangkan strategi
dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif, efektif dan
efisien, dan penuh percaya diri, karena masyarakat adalah learning
society atau knowledge society. Orang-orang yang mampu menduduki posisi
sosial yang tinggi dan penting adalah mereka yang mampu belajar terus-
menerus.
BAB IX
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1.
Pengertian
Pendidikan
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa
yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan
pengaruh kuat kepada individu. Organisasi
atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab atas
terlaksananya pendidikan dan bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik.
2. Fungsi
Lingkungan Pendidikan
·
Membantu peserta didik dalam beriteraksi dengan berbagai
lingkungan sekitarnyadan berbagai sumberdaya pendidikan yang tersedia
·
Mengajarkan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi serta mempersiapkan
peranan-peranan tertentu dalam masyarakat.
3.
Macam-macam Lingkungan Pendidikan
a.
Keluarga
Kelompok primer yang terdiri dari sejumlah keluarga kecil karena
hubungan sedarah. bisa berbentuk keluarga inti (nucleus family: ayah, ibu, dan
anak), ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain seperti
kakek, nenek, ipar dan lain sebagainya. Tanggungjawab keluarga terhadap
pendidikan:
v Dorongan / motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua
dengan anak.
v Dorongan / motivasi kewajiban moral, sebagai konsekuensi
kedudukan orang tua terhadap keturunannya.
v Tanggungjawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada
gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan
kemanusiaan.
Tujuan
pendidikan dalam keluarga :
v Memelihara dan membesarkan anak.
v Melindungi dan menjamin keseimbangan,
baik jasmaniah maupun rohaniah.
v Memberi pengajaran dalam arti yang
luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan.
b.
Masyarakat
Masyarakat
adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara,
kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita,
peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu dan berorientasi langsung
kepada hal-hal yang bertalian dengan kehidupan.
Corak
dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat meliputi segala
bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian
(pengetahuan) sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Lembaga
pendidikan kemasyarakatan dapat mengambil bentuk dalam berbagai wadah:
–
Masjid,
surau atau langgar, musholla,
–
Madrasah,
pondok pesantren
–
Pengajian atau majelis
taklim
–
Kursus-kursus
–
Badan-badan pembinaan rohani
(biro pernikahan, biro konsultasi keagamaan dan lain sebagainya)
c.
Sekolah
Sekolah adalah pendidikan yang mempunyai dasar,
tujuan, isi, metode, alat-alatnya disusun secara eksplisit, sistematis dan
distandarisasikan.
Penjabaran fungsi sekolah sebagai pendidikan formal
terlihat pada tujuan institusional, yaitu tujuan kelembagaan pada masing-masing
jenis dan tingkatan sekolah.
• Lembaga pendidikan formal ;
prasekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Atas yang terdiri dari
sekolah menengah umum dan kejuruan, dan perguruan tinggi dengan aneka ragam
bidangnya.
• Tujuan institusional untuk
masing-masing tingkat atau jenis pendidikan, pencapaiannya ditopang oleh
tujuan-tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menerima
fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggungjawab yang meliputi :
- Tanggungjawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku (undang-undang pendidikan).
- Tanggungjawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan negara.
- Tanggungjawab fungsional ialah tanggungjawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan (para guru dan pendidik) yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. Tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggungjawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah dari para guru.
BAB X
KETERKAITAN ANTARA LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1.
Hubungan antara
sekolah dan masyarakat
Sekolah sebagai patner masyarakat
dalam menjalankan fungsi pendidikan. Hubungan ini menempatkan sekolah dan
masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang potensial untuk melakukan
proses-proses pendidikan.
Sekolah adalah pelayan bagi kebutuhan
pendidikan masyarakatnya. Sekolah
sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat
sekitarnya.
·
Ketepatan
sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh sekolah akan ditentukan oleh
kejelasan kontrak antara sekolah sebagai pelayan dan masyarakat sebagai
pemesan.
·
Kualitas
hubungan antara keduanya dipengaruhi oleh ikatan-ikatan obyektif berupa
perhatian, penghargaan dan topangan lainnya seperti dukungan financial dan
lain-lain.
2.
Hubungan antara keluarga dengan sekolah.
a.
Kunjungan
pihak sekolah ke rumah anak didik.
·
Berdampak positif bagi
anak karena merasa selalu diperhatikan.
·
Memotivasi orang tua untuk
selalu mangadakan kerja sama dengan sekolah. Adanya kesempatan bagi untuk
melakukan observasi secara langsung dan melakukan interview.
b. Kunjungan orang tua ke sekolah
Acara
yang diselenggarakan oleh sekolah yang memungkinkan untuk dihadiri orang tua,
akan berdampak positif jika orangtua diundang untuk menghadiri acara tersebut.
Kegiatan tersebut bisa berupa class meeting
yang berisi lomba-lomba, pameran hasil karya dsb.
c. Case
Conference
Case Conference Merupakan
rapat atau konferensi tentang kasus tertentu yang berkaitan dengan proses yang
ada di sekolah dan keluarga. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan dalam konteks
bimbingan dan konseling.
d. Badan Pembantu Sekolah
Organisasi
atau lembaga orang tua murid dan guru untuk menjalin kerjasama secara
terorganisir antara keduanya. Sampai sekarang ini organisasi telah mengalami
berbagai perubahan nama karena disesuaikan dengan situasi pendidikan dan
masyarakat.
e. Daftar nilai atau raport.
Daftar
nilai atau raport adalah media yang menghubungkan antara sekolah dan orangtua
untuk saling mengkomunikasikan proses dan hasil belajar yang dilakukan oleh
anak didik.
- Hubungan antara keluarga dan masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat, anak tumbuh
dalam dua dunia sosial.
·
Dunia
orang dewasa, misalnya orang tua, guru dan tetangganya.
·
Dunia
peergroupnya atau teman yang seumurnya, misalnya kelompok permainan, kelompok
sekolah dan lain sebaginya.
Perbedaan orang tua dan peergroup
Perbedaan
dasar; dalam dunia orang dewasa posisi anak selalu dalam posisi subordinat
dengan kata lain posisi orang tua selalu diatas. Sedangkan dalam peergroup,
anak mempunyai status yang sama dengan diantara yan lain (equal). Jadi
peergroup selalu berada dibawah orang tua, sehingga anak membutuhkan kelompok
sendiri karena ada kesamaan dalam segala bidang.
Perbedaan
pengaruh ; pengaruh peergroup semakin lama semakin penting bagi anak dibanding
dengan pengaruh keluarga.
Fungsi-fungsi
pendidikan peergroup dalam masyarakat
•
Mengajarkan
kebudayaan.
•
Mengajarkan
mobilitas social.
•
Membantu
peranan social baru.
BAB XI
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
1.
Pendidikan Nasional
Pendidikan
nasional sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas No. 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat
2 adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang
berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan dalam UU Sisdiknas No. 20
Tahun 2003 pasal 1 ayat 2 dirumuskan bahwa pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman.
Secara prinsip
kedua undang-undang tersebut adalah sama. Bedanya, pada UUSPN No. 20 Tahun 2003
terdapat pengembangan dua aspek; (1) adanya nilai-nilai agama, dan (2)
keharusan mengikuti perkembangan jaman (kontekstual). Adanya tambahan konsep
pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 didasarkan pada kenyataan bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa beragama dan karena itu keberagamaan akan menjadi hal mendasar
dalam setiap aspek kehidupan bangsa, di mana salah satunya adalah
melalui dunia pendidikan. Pendidikan nasional juga harus tanggap terhadap
dinamika perkembangan jaman, agar dunia pendidikan nasional tetap bisa eksis
dan lebih jauh survive menghadapi tantangan dunia yang semakin global
dan kompetitif. Dalam
dataran filosofis, pendidikan nasional menjadi obyek perebutan berbagai pihak,
sehingga muncul tiga kelompok; (1) kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai
sistem; (2) kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai tujuan; dan (3)
kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai proses.
2.
Pengertian Sisdiknas
Sistem pendidikan
nasional (Sisdiknas) sebagaimana tercantum di dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989
pasal 1 ayat 3 adalah keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan
yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya pendidikan
nasional. Sedangkan di dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 3 dirumuskan
bahwa sisdiknas adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Perbandingan antar Rumusan UU No. 2
Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003, kedua rumusan sisdiknas di atas
nampaknya tidak ada perbedaan yang prinsip. Perbedaan hanya terjadi pada teknis
narasi atau susunan bahasa yang dipakai
oleh keduanya. Pada rumusan UUSPN No. 20 Tahun 2003 keseluruhan yang terpadu
disebutkan secara tegas dengan istilah komponen pendidikan. Sedangkan pada
UUSPN No. 2 Tahun 1989 hanya disebut keseluruhan tanpa keterangan komponen
pendidikan.
Sisdiknas memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada setiap warga Negara Perlakuan terhadap peserta didik
tidak lagi didasarkan atas perbedaan jenis kelamin, agama, ras, suku, latar
belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi.
3.
Permasalahan
Sisdiknas
a.
Konteks Sejarah
Penyusunan Sisdiknas melalui proses
yang cukup panjang; (1) dipicu oleh keinginan memadukan berbagai model sistem
pendidikan di Indonesia, yakni model penjajah, model pesantren, dan model
sintesis Barat-Pribumi, hingga akhirnya pada tahun 1950 berhasil dirumuskan
undang-undang pendidikan, sekalipun pendidikan Islam tidak masuk di dalam
perundang-undangan tersebut; (2) di era Orde Baru Sisdiknas dijadikan alat
untuk mempertahankan status quo pemerintah; (3)
pada masa reformasi, melalui kedok dekonstruksi Sisdiknas pemerintah
kembali menjadikan alat Sisdiknas untuk memenuhi ambisi politik mereka.
b.
Permasalahan
Penerapan Sisdiknas
Sisdiknas diterapkan secara
sentralistik. Akibatnya terjadi penyeragaman dari pusat dan karena itu
intervensi pemerintah dalam bidang pendidikan terlalu berlebihan. Pendidikan
akhirnya menghasilkan para lulusan yang merupakan replikasi (cerminan)
keinginan pemerintah, bukan lahir dari potensi diri yang mestinya bebas
berkembang.
BAB XII
KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN NASIONAL
1. Jenis dan Bentuk Kelembagaan Nasional
Pendidikan
nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk
sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar (dalam bahasa UUSPN No 2 Tahun
1989) atau melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal (dalam bahasa
UUSPN No 20 Tahun 2003).
2.
Jalur Pendidikan
Nasional
·
Jalur
formal (pendidikan sekolah) : pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan
(pendidikan dasar, menengah, dan tinggi).
·
Jalur
informal dan nonformal (pendidikan luar sekolah) : pendidikan yang bersifat
kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar yang tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan.
3.
Jenjang Pendidikan
·
Jenjang
pendidikan dasar: diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan
untuk hidup dalam masyarakat, berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan
ketrampilan dasar, disamping juga untuk mempersiapkan peserta didik yang
memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
·
Jenjang
pendidikan menengah: deselenggarakan sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan
dasar, disamping juga untuk mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.
·
Jenjang
pendidikan tinggi: diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/kesenian.
4.
Jenis dan Bentuk
Pedidikan Nasional
·
Pendidikan
Umum : pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan ketrampilan
peserta didik. Bentuk pendidikannya meliputi; SD, SMP, SMA, dan Universitas.
·
Pendidikan
Kejuruan: pendidikan yang mempersiapkan peserta didik siap bekerja pada bidang
pekerjaan tertentu. Bentuk pendidikannya, meliputi: STM, SMTK, SMIP, SMIK, SMEA.
·
Pendidikan
Luar Biasa: pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang
menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Bentuk pendidikannya berupa Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB)
·
Pendidikan
Kedinasan: pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan
dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai suatu
departemen pemerintahan atau nondepartemen. Bentuknya meliputi: SPK, APDN.
·
Pendidikan
Keagamaan: pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik siap melaksanakan
tugas keagamaan. Bentuknya meliputi: pendidikan dasar, misalnya Madrasah
Ibtidaiyah (MI), pendidikan menengah, misalnya Madrasah Tsanawiyah, Madrasah
Aliyah, PGA dan sebagainya; pendidikan tinggi, misalnya: IAIN, IHD (Institut
Hindu Darma).
5. Permasalahan Pengelolaan SISDIKNAS
a.
Manajemen kelembagaan (institusi) pendidikan tidak
sistemik, total, dan mendasar. Akibatnya:
Lembaga pendidikan tidak memiliki visi yang jelas dan karena itu selalu
menghasilkan lulusan yang “gamang” dalam menghadapi hidup dan kehidupan.
b.
Tidak ada budaya mutu (quality culture), akibatnya: mutu pendidikan tidak menjadi target
dari penyelenggaraan pendidikan, sehingga karenanya lembaga pendidikan tidak
menghasilkan makna apapun bagi peserta didiknya.
c.
Kurang adanya kesesuaian dan kesepadanan
(relevansi). Akibatnya: lembaga pendidikan tidak
bisa macthing dengan kebutuhan masyarakat.
d.
Minimnya akses informasi, akibatnya: lembaga pendidikan lambat dalam
mengakses kondisi dunia yang terus berkembang secara cepat .
6. Permasalahan
Pengelolaan Madrasah
a.
Kendala Sejarah
Madrasah
sejak awal diposisikan sebagai pendidikan nomor dua bagi bangsa dan negeri
Indonesia. Terbukti madrasah tidak masuk dalam UU pendidikan tahun 1950. Ketika
madrasah diakui sebagai subsistem pendidikan nasional ternyata dalam dataran
praksis tetap menjadi pendidikan nomor dua dan diperparah oleh pensikapan Muslim
sendiri dengan penyelenggaraan madrasah yang setengah-setengah.
b.
Kendala Eksternal
·
Tantangan Globalisasi.
·
Aspek ini telah membuat persaingan antar bangsa di bidang ekonomi dan teknologi
semakin ketat dimana madrasah dengan seluruh komponen yang ada belum siap
mengikuti persaingan ini.
·
Pergeseran Masyarakat Indonesia dari agraris
menuju masyarakat industri.
·
Pergeseran tersebut jelas akan
mengakibatkan perubahan cara kerja, cara berpikir, dan nilai-nilai yang
berlaku. Kondisi madrasah, sebagaimana diterangkan di atas, nampaknya juga
belum siap untuk menerima perubahan ini.
c. Kendala
Internal
·
SDM madrasah berwawasan sempit dan
tidak profesional;
·
Kesalahan menerjemahkan niat;
·
Pencitraan madrasah sebagai lembaga
pendidikan kumuh dan pinggiran
BAB XIII
PERMASALAHAN PENDIDIDIKAN
Berdasar penelitian dari Human Development Index (HDI)
Indonesia berada di urutan 142 dari 146 negara (di bawah Vietnam). Hasil survei
tersebut berdasarkan pada indikator yang meliputi sistem pendidikan, sistem
pendidikan, penduduk yang memiliki pendidikan dasar, menengah, dan perguruan
tinggi, jumlah biaya untuk menjadi tenaga kerja produktif, kesediaan tenaga
kerja yang produktif, ketersediaan, kemampuan Bahasa Inggris dan lain
sebagainya.
1.
Pemerataan
Pemerataan pendidikan adalah persoalan
yang terkait dengan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga
pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk
menunjang pembangunan. Masalah mutu pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang
paling mendasar dalam sebuah negara. karena keberhasilan pembangunan suatu
bangsa ditentukan oleh keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas, yang
dihasilkan antara lain lewat pendidikan yang berkualitas.
2.
Efisiensi
Efisiensi menggambarkan hubungan
antara input dan output. Efisiensi dapat diklasifikasikan
menjadi efisiensi internal dan efisiensi external.
3.
Relevansi
Relevansi dalam sistem pendidikan bertujuan agar hasil pendidikan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, dalam arti dapat memberi dampak bagi pemenuhan
kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan kerja, kehidupan di masyarakat serta
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi peningkatan relevansi ini perlu
disesuaikan dengan tujuan masing-masing jenjang, jenis dan jalur pendidikan
BAB XIV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERKEMBANGANYA MASALAH
PENDIDIKAN
Ada dua faktor utama:
•
Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih
bersifat input oriented.
•
Kedua, pengelolaan pendidikan lebih bersifat macro-oriented.
1.
Permasalahan
Pendidikan di Indonesia
·
Pertama, masalah mendasar, yaitu kekeliruan paradigma
pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran sistem pendidikan.
·
Kedua, masalah-masalah cabang, yaitu berbagai problem
yang berkaitan aspek praktis/teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa,
rendahnya sarana fisik, rendahnya kesejahteraaan guru, dan sebagainya.
a. Permasalahan
Makro
·
Standarisasi
pendidikan
·
Persamaan,
pemeratan, dan berkeadilan
·
Standart
mutu
·
Kemampuan
bersaing
b. Permasalahan
Mikro
·
Kualitas manajemen
·
Pemberdayaan satuan pendidikan
·
Profesionallisme dan ketenagakerjaan
·
Relevansi kebutuhan
2.
Upaya Pemecahan Masalah Pendidikan
·
mempertegas visi dan misi melalui analisis kebutuhan (need
assessment).
·
menjaga institusi
pendidikan yang managable dengan orientasi dan konsistensi visi dan misinya
terhadap tujuan dan target.
·
perlindungan guru dan profesionalisme kepemimpinan kepala
sekolah.
·
pemberdayaan satuan pendidikan sesuai prinsip otonomi
sekolah dengan melakukan desentralisasi, debirokratisasi, dan profesionalisasi.
·
otonomi
pengelolaan anggaran oleh satuan pendidikan.
SUMBER DATA
www.slideshare.net/mellisaimell/asas-asas-pendidikan
www.academia.edu/6164274/
Pengantar_Pendidikan
file.upi.edu/Direktori/...PENDIDIKAN/.../pengantar_pendidikan.pdf
www.pustaka.ut.ac.id/.../index.php?...pengantar-pendidikan
www.artikelbagus.com
› Pendidikan
No comments:
Post a Comment